top of page

Sejarah Indonesia

Ahmad Yani Dimarahi Sopir

Ahmad Yani Dimarahi Sopir

Ahmad Yani malah mengangkat sopir marah-marah itu jadi sopir khusus Panglima Operasi 17 Agustus untuk memadamkan PRRI.

29 April 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Selesai Operasi 17 Agustus, PMI mengadakan jamuan sebagai tanda terima kasih kepada Panglima Operasi, Kolonel Ahmad Yani (tengah). Ketika itu, Yani menjadi calon KSAD dan Soemarno Sosroatmodjo calon gubernur DKI Jakarta. (Repro Dari Rimba Raya ke Jakarta Raya).

Kolonel Ahmad Yani, Deputi II Staf Umum Angkatan Darat, ditunjuk menjadi Panglima Operasi 17 Agustus untuk memadamkan pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatra Barat pada 1958. Dia dinilai sebagai panglima yang berani, tegas, adil, dan memperhatikan anak buah. Setiap anak buahnya mencintai dan menghormatinya. Dalam tugas sehari-hari, dia merupakan contoh bagi para komandan bawahannya.


“Saya dapat menyatakan penilaian ini karena sebagai dokter saya mudah mendengarkan pendapat para prajurit, baik yang berpangkat tamtama, bintara maupun perwira,” kata Soemarno Sosroatmodjo dalam memoarnya, Dari Rimba Raya ke Jakarta Raya. Saat itu, Soemarno menjabat Komandan Pusat Pendidikan Kesehatan dan Kepala Biro B Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.


Dalam Operasi 17 Agustus itu, Soemarno yang menjabat Wakil Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), mempersiapkan dan mengirimkan kesatuan-kesatuan dinas kesehatan tentara dan PMI.


“Tapi sekalipun anak buahnya patuh dan taat, pernah pula Yani kena marah anak buah justru karena keberanian Yani,” kata Soemarnoo.


Kejadiannya ketika sebagai Panglima Operasi 17 Agustus, Yani tiba-tiba ingin mengadakan inspeksi ke suatu tempat yang belum aman. Dia hendak berangkat dengan kendaraan jeep. Sopir memperingatkan dan bertanya apakah tidak membawa pasukan pengawal sebab jalan yang dilalui masih belum aman.


Yani tidak menghiraukannya, bahkan ajudannya pun tidak diajak. Firasat sopir ternyata benar. Pada sebuah kelokkan yang menanjak dan rimbun, jeep ditembaki dari semak-semak. Jeep terjerumus ke dalam selokan, Yani dan sopir terlempar. Tembakan semakin membabi buta.


Sopir itu marah-marah. Sambil mencari perlindungan dia mengomel, “Apa kata saya tadi? Kenapa kita berangkat tanpa pengawalan? Apa kita harus mati konyol?” 


Untunglah, tembakan yang beruntun itu terdengar oleh pos TNI terdekat yang segera mengirimkan bantuan. Yani dan sopir itu dapat diselamatkan. Meski sudah dimarahi, Yani malah mengangkat sopir itu sebagai sopir khusus Panglima Operasi 17 Agustus.


“Kejadian itu saya dengar dari Yani pribadi,” kata Soemarno, “ketika kami bertemu di Padang meninjau kesatuan-kesatuan kesehatan dan PMI.”

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Sebagai anak “broken home”, Soeharto pontang-panting cari pekerjaan hingga masuk KNIL. Copot seragam ketika Jepang datang dan pulang kampung dari uang hasil main kartu.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Melatih Andjing NICA

Melatih Andjing NICA

Martin Goede melatih para mantan interniran Belanda di kamp. Pasukannya berkembang jadi andalan Belanda dalam melawan pejuang Indonesia.
Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Sjoerd Albert Lapré, "anak Jakarte" yang jadi komandan kompi di Batalyon Andjing NICA. Pasukannya terdepan dalam melawan kombatan Indonesia.
bottom of page