top of page

Sejarah Indonesia

Ogah Dipaksa Kawin, Maisuri Kawin Lari Berujung Dibui

Maisuri jadi korban kawin paksa orang tua. Kasusnya lalu ramai hingga melibatkan Gerwani.

24 Juli 2024
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Aksi menolak perkawinan anak. Di masa lalu, Gerwani menjadi salah satu yang paling getol menentang perkawinan anak. Termasuk dalam kasus Maisuri. (Koalisi Perempuan Indonesia).

KAMPUNG Sungai Pinang di Kecamatan Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan heboh pada paruh awal 1950-an. Akal-akalan seorang haji dan seorang bernama Rozi penyebabnya.


Rozi adalah seorang buruh tani. Dia mempunyai anak gadis belia bernama Maisuri. Beberapa koran Belanda menyebut umur Maisuri 17 tahun, namun Harian Rakjat menyebut umur Maisuri masih 12 tahun.


Kemolekan gadis Maisuri memikat hati Haji Achmad, yang pada tahun 1954 usianya sekitar 45 tahun. Haji Achmad tentu bukan bujangan. Istrinya bahkan sudah tiga. Namun Haji Achmad masih ingin kawin lagi dengan perempuan yang lebih muda. Maisuri adalah pilihannya.



Keinginan itu lalu diutarakan Haji Achmad pada Rozi. Sebagai buruh tani yang berpenghasilan kecil, Rozi tertarik menikahkan putrinya dengan haji kaya-raya itu. Perjodohan busuk pun terjadi. Haji Achmad dan Maisuri lalu dianggap menikah. Berkat pernikahan Haji Achmad dan Maisuri itu, Rozi dapat rumah gratis dan uang mahar sebesar Rp1.000.


Apa yang dilakukan Rozi merupakan hal umum di masyarakat. Kemiskinan menjadi pangkalnya. Dalam bukunya Politik Perburuhan Era Demokrasi Liberal 1950-an, Jafar Suryomenggolo menyebut kemiskinan mengacaukan pikiran kaum kelas bawah tak berpendikan atau berpendidikan rendah. Salah satu akibatnya, kawin paksa atau perkawinan anak rawan terjadi di kaum buruh era 1950-an.



Pada suatu malam, istri Rozi memberitahu perkara “main kawin tanpa izin anak” yang dilakukan Rozi dan Haji Achmad itu kepada Maisuri. Maisuri yang tak sudi jadi istri dari lelaki yang jauh lebih tua darinya itu lalu kabur ke Sungai Pinang.


Di sana, Maisuri mencari-cari Kojum, pria muda yang disukainya. Setelah berhari-hari mencari, Kojum berhasil ditemukannya.


Maisuri dan Kojum tak mau kalah langkah dari Rozi. Mereka memutuskan untuk kawin lari. Maisuri pun minta tolong kepada pamannya, AK Hadi. Mereka beruntung, Hadi mau menolong pasangan itu untuk jadi suami-istri.



Di tempat berbeda, Haji Achmad menantikan malam pertama bersama Maisuri yang tak kunjung tiba. Setelah sekitar dua minggu menanti, Haji Achmad malah dapat kabar dari seorang tetangganya bahwa sudah berhari-hari Maisuri dan Kajum tinggal di Sungai Pinang.


Kabar itu jelas mengagetkan Haji Achmad alias Kyai Ahmad. Merasa sudah menggelontorkan uang di zaman sulit itu, dia pun bertindak keras. Haji kaya-raya itu melapor ke polisi di Talang Dukun. Polisi lalu ke Sungai Pinang menangkap Maisuri dan Kojum yang seolah-olah berzinah itu.


Setelah dikurung selama 40 hari, Maisuri dan Kojum diadili secara adat. Haji Achmad merasa dirinya paling berhak atas Maisuri. Maisuri dan Kojum lalu dituduh  melanggar hukum perkawinan oleh Pengadilan Adat yang terdiri dari bupati, seorang kepala kampung sebagai ketua, dan empat kepala kampung sebagai anggota. Kedua sejoli itu berikut Paman Hadi, menurut Java-bode tanggal 27 Oktober 1954, lalu dihukum kurung selama enam bulan.



Haji Achmad menang. Namun itu hanya sementara. Sebab, kasus Maisuri menyebar sampai ke “telinga” organisasi perempuan Gerwani, yang sangat getol melawan praktik perkawinan anak, yang dalam kasus ini dipaksakan pula. Ratusan bahkan ribuan perempuan di beberapa tempat, termasuk Palembang, kemudian berdemo dan menuntut pembebasan Maisuri. Mr. Muwalladi lalu ditunjuk Gerwani untuk menjadi pembela Maisuri. Banding pun dilakukan.

Penyelidikan kemudian diadakan aparat penegak hukum. Hasilnya ternyata berbeda dari keputusan yang telah dijatuhkan Pengadilan Adat.


“Dari pemeriksaan terungkap, Maisuri tidak pernah mengungkapkan keinginannya untuk menikah dengan Haji Achmad, 45 tahun. Lebih lanjut terungkap, bahwa pernikahan tersebut direncanakan H. Achmad sendiri, istri keduanya Azizah, ayah Maisuri dan seorang bernama Amnah yang bertindak sebagai perantara, sedangkan Maisuri sendiri dan ibunya tidak diikutsertakan,” demikian Het Nieuwsblad voor Sumatra tanggal 10 Februari 1955 memberitakan.*

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Meski punya pengalaman kurang menyenangkan di lapangan sepakbola di masa kolonial, Bung Karno peduli dengan sepakbola nasional. Dia memprakarsai pembangunan stadion utama, mulai dari Lapangan Ikada hingga Gelora Bung Karno.
Juragan Besi Tua Asal Manado

Juragan Besi Tua Asal Manado

Bekas tentara KNIL yang jadi pengusaha kopra dan besi tua ini sempat jadi bupati sebelum ikut gerilya bersama Permesta.
Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Seminar Sejarah Nasional pertama tidak hanya melibatkan para sejarawan, melainkan turut menggandeng akademisi dan cendekia berbagai disiplin ilmu serta unsur masyarakat. Jadi momentum terbitnya gagasan Indonesiasentris dalam penulisan sejarah nasional Indonesia.
Sinong Kurir Kahar Muzakkar

Sinong Kurir Kahar Muzakkar

Terlihat seperti bocah, lelaki berusia 28 tahun ini memberi informasi berharga tentang "dalaman" Kahar Muzakkar kepada TNI.
Misteri Sulap

Misteri Sulap

Berusia setua peradaban manusia, sulap pernah bersanding dengan sihir. Sulap modern masuk pada masa kolonial Belanda. Pesulap Indonesia umumnya keturunan Tionghoa.
bottom of page