top of page

Sejarah Indonesia

Persija Kontra Salzburg Di Lapangan Ikada

Persija Kontra Salzburg di Lapangan Ikada

Pertandingan sepakbola berkelas dan penuh gengsi antara juara liga perserikatan menghadapi klub papan tengah liga Austria. Tuan rumah memenangkan laga bertabur sembilan gol itu.

10 Juli 2024

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Pemain kesebelasan Persija Jakarta berfoto bersama sebelum pertandingan melawan kesebelasan Salzburg dari Austria di lapangan Stadion Ikatan Atletik Djakarta (Ikada), 9 Juli 1955. Sumber: Arsip Nasional Republik Indonesia.

LAGA bertabur gol tersaji di Lapangan Ikada (kini Lapangan Monas) pada 9 Juli 1955. Hari itu, tim tuan rumah Persija Jakarta menjamu klub asal Austria, Salzburg. Jalannya pertandingan berlangsung seru karena kedua tim saling jual-beli serangan sejak babak pertama.  


 “Salzburg mengalami kekalahan yang pertama selama turnya di Indonesia, ketika mereka berhadapan dengan kesebelasan Persija di lapangan Ikada. Pemain-pemain ibu kota itu menang dengan 5-4,” demikian diwartakan Kedaulatan Rakjat, 11 Juli 1955.


Menurut peneliti sejarah olahraga Dimas Wahyu Indrajaya, pertandingan itu dihelat dalam rangka Silver Jubilee atau peringatan 25 tahun Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) pada 1955. Klub SV Austria Salzburg yang menjadi cikal-bakal FC Red Bull Salzburg didatangkan PSSI untuk menjadi lawan tanding tim nasional dan klub-klub papan atas di Jawa dan Sumatra. Dari 11 pertandingan, Salzburg meraih 6 kemenangan, 4 imbang, dan 1 kalah. Satu-satunya kekalahan Salzburg terjadi saat melawan Persija.


“Persija saat itu tampil tanpa kiper bulenya yang biasa diandalkan, Nol van der Vin. Saat itu ia tengah mudik ke Belanda dan baru kembali ke Jakarta akhir Juli,” tutur pendiri komunitas Memori Olahraga itu.



Selain itu, lanjut Dimas, Persija diperkuat pemain langganan timnas. Mereka antara lain Djamiat, Kiat Sek, Him Tjiang, dan Liong Houw. “Kipernya Parengkuan, kalau enggak salah kiper timnas di Asian Games 1954 tuh,” imbuh Dimas.


Persija bermain dalam formasi menyerang klasik zaman itu: 2-3-5. Parengkuan di posisi penjaga gawang. Him Tjiang dan Tamahela menggalang lini pertahanan. Para gelandang yakni: Liong Houw, Kiat Sek, van den Berg, Pettipelohy, Djamiat, dan Muzakkir. Sementara itu, Hong Sin dan Wim bertandem di lini depan.


Pada menit pertama, Persija kebobolan duluan lewat gelandang Salzburg Wonderka yang sukses mencetak gol dari skema tendangan sudut. Pemain Persija tak tinggal diam. Berkali-kali Djamiat sang jenderal lapangan tengah menggulirkan umpan terobosan kepada Wan Pie atau Hong Sin. Hasilnya pada menit ke-8 Persija berhasil menyamakan kedudukan. Blunder kiper Salzburg Krammer yang terlalu memegang bola sambil berlari berhasil direbut Liong Houw dan tanpa ampun menggetarkan jala gawang Salzburg.



Pertandingan makin seru. Persija terus menggempur Salzburg. Pada menit-40 bek Salzburg, Lindner melakukan handsball di wilayah pertahanannya. Djamiat yang menjadi algojo sukses menjalankan tugasnya. Skor 2-1 bertahan hingga berakhir babak pertama.


Di babak kedua, Salzburg mengambil inisiatif menyerang. Baru lima menit sudah tiga kali tendangan penjuru buat Salzburg. Persija menyerang balik lewat Djamiat yang memberi umpan kepada Wim Pie. Dalam kondisi tidak terkawal, Wim Pie melepaskan tembakan keras yang membuahkan gol bagi Persija. Skor 3-1 pada menit 58.


Aksi berbalas gol terjadi kemudian. Pada menit 64, Pettipelohy menambah keunggulan Persija menjadi 4-1. Salzburg membalasnya pada menit 68 dan 72 melalui Hotchleitner dan Konig. Skor 4-3.


“Penyerang Persija bangun kembali. Wim Pie dapat umpan dari Muzakkir, terus ditendang ke gawang Salzburg, dan Kramer melongo: 5-3 untuk Persija,” diberitakan Kedaulatan Rakjat.



Salzburg terus mengejar ketertinggalan. Hotchleitner pada menit 82 mencetak gol keduanya buat Salzburg pada pertandingan itu. Meski di sisa-sisa waktu Salzburg terus melancarkan serangan bertubi-tubi, mereka gagal menambah gol lagi. Hingga wasit meniup pluit tanda berakhirnya babak kedua, Skor 5-4 menutup pertandingan untuk kemenangan Persija.


Secara teknik permainan, Salzburg terang sekali lebih unggul ketimbang Persija. Selain teknik, Salzburg bermain dengan visi, kontrol bola, dan penempatan posisi yang lebih baik. Serangan yang mereka bangun lebih berbahaya dan gencar. Tetapi, skema permainan Salzburg minim tembakan ke gawang.


“Terutama karena pemain-pemain belakang kita mempertahankan daerahnya habis-habisan dan tidak memberi kesempatan kepada penyerang-penyerang musuh untuk menembak,” catat Star Weekly, 16 Juli 1955. “Semua gol yang dicetak oleh kita sesudah istirahat adalah hasil rush-rush dan doorbraak-doorbraak yang gesit, yang ditamatkan dengan tembakan-tembakan geledek.”



Meski pertandingan persahabatan, kedua tim menampilkan permainan yang berkelas dan penuh gengsi. Salzburg datang dengan status klub papan tengah di Liga Austria. Sementara itu, Persija merupakan juara kompetisi Perserikatan 1954.


“Sekalipun juaranya dibayangi kontroversi, masih suatu kepantasan tim ini disebut tim sepak bola terkuat di Indonesia,” kata Dimas.


Puluhan ribu penonton dikabarkan hadir menyaksikan laga Persija kontra Salzburg. Stadion Ikada memang selalu ramai ketika ada tim sepakbola luar negeri yang bertandang. Apalagi yang bertanding adalah Persija, klub kebanggaan orang Jakarta.


Meski menghadapi klub dari Eropa, Persija tak keder. Mereka bermain dengan semangat tempur tinggi. Beberapa pemain jadi sorotan karena tampil trengginas, seperti Djamiat, Him Tjiangm dan Tan Liong Houw, yang memang langganan timnas. Djamiat salah satunya, yang menurut Dimas, sering disebut brain player atau pemain cerdas oleh suratkabar sezaman.

“Kehadiran tim luar negeri sifatnya menambah pengalaman pemain dan sebagai penilaian. Persija ini kan diisi pemain Timnas Indonesia, jadi memudahkan pelatih tim nasional saat itu, Toni Pogacnik, untuk memilah pemain,” pungkas Dimas.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Bertahan dari Hukuman IOC, Dulu dan Sekarang

Bertahan dari Hukuman IOC, Dulu dan Sekarang

Indonesia tegar menerima konsekuensi dari IOC gegara menolak visa atlet-atlet Israel di kejuaraan dunia senam. Bukan kali pertama.
Cape Verde, Si Hiu Biru yang Menggebrak Sejarah Piala Dunia

Cape Verde, Si Hiu Biru yang Menggebrak Sejarah Piala Dunia

Charles Darwin pernah mampir ke Cape Verde. Timnasnya lolos ke Piala Dunia tak semata karena naturalisasi dan barisan diaspora namun juga karena dedikasi dan kemauan berproses.
Perkara Naturalisasi Malaysia, Dulu dan Kini

Perkara Naturalisasi Malaysia, Dulu dan Kini

Bukan kali ini saja pemain naturalisasi “Harimau Malaya” bermasalah. Kala kali pertama saja juga dipermasalahkan FIFA.
Varia Maskot Piala Dunia

Varia Maskot Piala Dunia

Maskot Piala Dunia terilhami dari bermacam hal. Mulai fauna khas negeri tuan rumah hingga buah hingga keffiyeh terbang.
DNA Sepakbola dan Tinju Ricky Hatton

DNA Sepakbola dan Tinju Ricky Hatton

Penggemar Bruce Lee yang beralih dari lapangan hijau ke ring tinju. Legenda yang humble hingga dihormati Mayweather hingga Pacquiao.
bottom of page