top of page

Sejarah Indonesia

Jejak Kuliner Pada Karang Gigi

Jejak Kuliner pada Karang Gigi

Orang yang jarang membersihkan gigi memberikan informasi berharga kepada arkeolog tentang kuliner pada zaman kuno.

6 Januari 2021

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ilustrasi seorang pedagang pisang di kawasan Ciawi. (Fernando Randy/Historia.ID).

BAYANGKAN pemandangan pasar di sebuah kota di wilayah Levantine –kini meliputi Lebanon, Suriah, Yordania, Israel, dan Palestina– pada 3.700 tahun lalu. Pedagangnya tak hanya menjajakan gandum, milet, atau kurma, yang banyak tumbuh di sana. Tetapi juga minyak wijen dan mangkuk berisi rempah-rempah berwarna kuning cerah dari negeri jauh.


Ternyata, orang-orang Mediterania telah mengonsumsi kunyit, pisang, dan bahan makanan lain dari Asia Selatan, Timur, dan Tenggara sejak 3.000 tahun lalu, jauh lebih awal dari perkiraan sebelumnya. Bahan-bahan makanan itu mengembara lewat perdagangan jarak jauh pada Zaman Perunggu dan Besi Awal.


Penemuan baru itu terungkap oleh tim peneliti, salah satunya arkeolog Philipp W. Stockhammer dari University of Munich atau Ludwig-Maximilians-Universität (LMU). Mereka menganalisis sampel sisa makanan di karang gigi manusia yang didapat lewat penggalian arkeologis di Tel Megiddo dan Tel Erani di Israel saat ini. Hasil penelitiannya berjudul “Exotic foods reveal contact between South Asia and the Near East during the second millennium BCE” dipublikasikan dalam jurnal PNAS pada 21 Desember 2020.


Makanan yang Mengembara

Stockhammer menjelaskan bahwa hasil penelitiannya adalah bukti langsung paling awal keberadaan kunyit, pisang, dan kedelai di luar Asia Selatan dan Timur. “Wijen telah menjadi makanan pokok di Levantine pada milenium ke-2 SM,” jelasnya dikutip phys.org.


Penemuan itu juga membuktikan kalau sejak milenium kedua SM sudah ada perdagangan jarak jauh yang berkembang pesat. Terutama perdagangan buah-buahan, rempah-rempah, dan minyak-minyak dari negeri jauh.


“Orang-orang jelas sangat tertarik pada makanan eksotis sejak awal,” katanya.


Perdagangan itu diyakini menghubungkan Asia Selatan dan Levantine melalui Mesopotamia atau Mesir. Menurut Stockhammer, wilayah Levantine selatan memang telah berfungsi sebagai jembatan penting antara Mediterania, Asia, dan Mesir pada milenium ke-2 SM. Ketiga makanan tersebut kemungkinan besar telah mencapai Levantine melalui Asia Selatan.


Pisang awalnya didomestikasi di Asia Tenggara, di mana pisang telah digunakan sejak milenium ke-5 SM. Sebagaimana disebutkan oleh Peter Bellwood, arkeolog Australian National University dalam First Farmers: The Origins of Agricultural Societies, di wilayah dataran tinggi Papua New Guinea tepatnya di Situs Kuk, di Lembah Wahgi, pada sekira 5.000 SM, telah ditemukan parit-parit yang diduga digunakan untuk menanam keladi, talas, taro, yam atau uwi, pandan, tebu, dan pisang.


Ery Soedewo, arkeolog dari Balai Arkeologi Medan, dalam “Kajian Agrikultur dalam Arkeologi: Alat Refleksi Dampak Kegiatan Agrikultur Bagi Peradaban Manusia” yang terbit dalam Agrikultur dalam Arkeologi menjelaskan dari Asia Tenggara pisang kemudian menyebar hingga Australia, India, Jepang, Cina, dan daerah tropis lainnya. Pisang baru tiba di Afrika Barat 4.000 tahun kemudian.


Kendati begitu sedikit yang diketahui tentang intervensi perdagangan atau penggunaannya. Tidak ada bukti arkeologis atau tertulis sebelumnya yang menunjukkan penyebaran awal pisang, khususnya ke wilayah Mediterania.


“Analisis kami dengan demikian memberikan informasi penting tentang penyebaran pisang di seluruh dunia,” kata Stockhammer. “Saya merasa spektakuler bahwa perdagangan makanan jarak jauh terjadi pada titik awal sejarah.”


Jajak pada Karang Gigi

Sebagaimana dikutip dari laman phys.org, penelitian ini awalnya dilakukan untuk mencari tahu kuliner pada populasi Levantine di Zaman Perunggu. Mereka menganalisis sisa makanan, termasuk protein dan mikrofosil tumbuhan yang tersimpan dalam karang gigi manusia selama ribuan tahun.


Teorinya mulut manusia penuh bakteri. Ini kemudian membatu seiring waktu. Partikel makanan pun terperangkap dan terawetkan dalam karang gigi yang sedang berkembang. Sisa-sisa partikel inilah yang kini bisa diakses untuk penelitian ilmiah berkat teknologi mutakhir.


Para peneliti mengambil sampel dari sisa-sisa individu yang berjumlah 16 di Situs Zaman Perunggu di Tel Megiddo dan Situs Zaman Besi Awal Tel Erani. Kata Stockhammer, ini memungkinkan mereka menemukan jejak makanan yang dikonsumsi seseorang dari masa lalu.


“Siapa pun yang tidak mempraktikkan kebersihan gigi masih bisa memberi tahu kami para arkeolog apa yang mereka makan ribuan tahun lalu,” kata Stockhammer.


Stockhammer mengakui, mereka tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa bisa saja salah satu individu menghabiskan sebagian hidupnya di Asia Selatan. Lalu di sana individu itu mengkonsumsi makanan setempat, hanya saat mereka berada di sana.


Pun soal sejauh mana rempah-rempah, minyak, dan buah-buahan diimpor juga belum bisa diketahui. Yang jelas, perdagangan jarak jauh memang sudah berlangsung lama sekali.

Pasalnya, ada juga bukti lain dari rempah-rempah “eksotis” di Mediterania Timur. Firaun Ramses II dimakamkan bersama merica dari India pada 1213 SM. Merica itu ditemukan di hidungnya.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Sukses sebagai penyanyi di Belanda, Anneke Gronloh tak melupakan Indonesia sebagai tempatnya dilahirkan.
Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Film perdana Reza Rahadian, “Pangku”, tak sekadar merekam kehidupan remang-remang lewat fenomena kopi pangku. Sarat pesan humanis di dalamnya.
bottom of page