top of page

Sejarah Indonesia

Pameran Repatriasi Berlangsung Hari Ini

Pameran Repatriasi Berlangsung Hari Ini

Benda bersejarah saksi bisu peradaban bangsa kini kembali. Setelah lama diperjuangkan proses pemulangannya, publik akhirnya dapat menyaksikannya secara langsung.

28 November 2023

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Arca Ganesha yang diterangkan oleh seorang kurator dalam konferensi pers pembukaan pameran “Repatriasi: Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara” di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, 27 November 2023. Foto: Rusli/Historia.id.

Empat arca bercorak Hindu peninggalan Kerajaan Singhasari berjejer setengah melingkar di pelataran ruang pameran Galeri Nasional. Salah satunya adalah Arca Ganesha. Ia berwujud manusia berkepala gajah dengan empat lengan. Masing-masing tangannya memegang kapak, tasbih, dan sepasang mangkuk berisi ilmu pengetahuan. Dalam ajaran Hindu, Ganesha dipercaya sebagai dewa ilmu pengetahuan dan penyingkir rintangan.


Arca Ganesha hanyalah satu dari ratusan artefak dan benda bersejarah hasil repatriasi dari negeri Belanda. Ia merupakan kekayaan budaya bangsa Indonesia yang sempat “hilang” akibat praktik kolonialisme di masa silam. Kini, masyarakat umum dapat menyaksikannya dalam pameran bertajuk “Repatriasi: Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara”.


“Proses repatriasi ini tidak hanya sekedar pemindahan benda secara fisik, dari museum di Belanda ke museum di Indonesia. Lebih dari itu, hal ini merupakan bagian dari upaya membangun kerjasama penelitian antara peneliti kedua negara sekaligus penanaman dasar bagi kolaborasi produksi pengetahuan dan perluasan wawasan budaya serta sejarah antara kedua negara,” kata Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid Setiadi dalam siaran pers yang berlangsung kemarin (27/11) di Galeri Nasional, Jakarta Pusat.



Galeri Nasional Indonesia menjadi tuan rumah pameran benda-benda repatriasi yang berlangsung mulai hari ini, 28 November hingga 10 Desember 2023. Terdapat 152 benda dan artefak bersejarah yang akan ditampilkan dalam pameran. Mulai dari hasil proses repatriasi sebelumnya dan telah menjadi masterpiece Museum Nasional, seperti Koleksi Pangeran Diponegoro dan Arca Prajnaparamita, hingga yang baru tiba tahun ini di Indonesia. Ia terdiri dari Koleksi Arca Singhasari, Koleksi Keris Klungkung, dan Koleksi Pusaka Kerajaan Lombok. Menurut fungsinya, koleksi tersebut dibagi atas tiga kategori: perhiasan, alat perang, dan alat-alat perkakas sehari-hari maupun upacara.  


Sejarawan Bonnie Triyana, kurator pameran merangkap anggota tim repatriasi, menyatakan pameran ini bukan sekedar menampilkan benda-benda mati atau artefak kuno. Menurutnya repatriasi benda-benda bersejarah itu bukanlah final, melainkan pintu masuk penelitian lanjutan. Ia diharapkan memicu lahirnya banyaknya riset untuk menelaah lebih jauh pengetahuan apa yang ada di balik setiap benda.


“Bagaimana perjalanan benda itu dari kawasan Nusantara dan berabad-abad mudah4d di luar negeri, konteks sejarah dan budaya pada masanya, serta maknanya hari ini untuk generasi kita dan mendatang,” terang Bonnie.



Sementara itu, Ahmad Mahendra selaku pelaksana tugas Kepala Museum dan Cagar Budaya menjelaskan bahwa pameran ini adalah wujud keseriusan Museum dan Cagar Budaya dalam mempersiapkan pengelolaan benda-benda bersejarah hasil repatriasi. “Benda-benda bersejarah ini adalah milik bangsa Indonesia, maka dari itu kami berharap melalui pameran ini, publik bisa menengok warisan budaya yang akhirnya kembali ke tanah air, dan mendapat wawasan baru dari benda-benda tersebut,” jelas Mahendra.


Program pameran “Repatriasi” merupakan kolaborasi antara Galeri Nasional Indonesia, Museum Nasional Indonesia yang berada di bawah naungan Museum dan Cagar Budaya (MCB) bersama Tim Repatriasi Koleksi Asal Indonesia di Belanda, dan Historia.id. Pameran Repatriasi akan memberikan kesempatan bagi publik untuk mengakses koleksi artefak dan benda bersejarah yang telah kembali di tanah air.  

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Sukses sebagai penyanyi di Belanda, Anneke Gronloh tak melupakan Indonesia sebagai tempatnya dilahirkan.
Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Film perdana Reza Rahadian, “Pangku”, tak sekadar merekam kehidupan remang-remang lewat fenomena kopi pangku. Sarat pesan humanis di dalamnya.
bottom of page