top of page

Sejarah Indonesia

Arsenik Sebagai Racun Dan

Arsenik Sebagai Racun dan Obat

Arsenik dikenal sebagai racun mematikan yang digunakan untuk menyingkirkan orang lain. Namun, arsenik juga memiliki peran dalam kedokteran dan obat-obatan.

7 September 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Gambar karya Abel de Pujol yang mengilustrasikan kematian Britannicus. (Wikimedia Commons).

SEPANJANG sejarah, arsenik telah banyak digunakan sebagai racun yang mematikan. Arsenik menjadi racun yang ideal karena tak berbau dan tak berasa. Selain itu, keracunan arsenik sulit dideteksi karena gejalanya mirip keracunan makanan. Mereka yang terpapar racun ini akan mengalami diare parah, muntah, kelumpuhan, hingga kematian.


Kata arsenik berasal dari kata Persia, zarnikh, yang diadopsi ke dalam bahasa Yunani kuno sebagai arsenikon, yang berarti “maskulin” atau “kuat”. Kata tersebut menjadi arsenicum dalam bahasa Latin dan arsenic dalam bahasa Prancis kuno.


John Frith mencatat dalam “Arsenic–the ‘Poison of Kings’ and the ‘Saviour of Syphilis’”, termuat di Journal of Military and Veterans Health Volume 21 No. 4, Desember 2013, sifat toksik arsenik telah diketahui oleh Hippocrates, yang pada 370 SM menggambarkan kolik perut seorang penambang logam. Sifat serupa dijelaskan oleh Theophrastus dari Erebus pada abad ke-4 SM dan Pliny the Elder pada abad ke-1 SM.


“Pedanius Dioscoride, penulis De Materia Medica dan seorang dokter Yunani di istana Kaisar Romawi Nero, menggambarkan arsenik sebagai racun yang digunakan oleh Nero untuk meracuni saudara tirinya, Tiberius Britannicus pada 55 M dan mengamankan posisinya sebagai Kaisar Romawi,” tulis Frith.


Arsenik Sebagai Racun

Di Eropa pada masa Renaisans, racun menjadi cara paling populer untuk merenggut nyawa orang lain. Hal ini terlihat dari munculnya jasa pembuat racun. Cara kerjanya, mereka akan membuat janji temu dan menetapkan harga. Pengguna jasa akan memberikan informasi target yang akan diracun. Kontrak dibuat dan pembuat racun dibayar setelah pekerjaan selesai.


Pembuat racun profesional pada akhir abad ke-15 di antaranya Keluarga Borgia. Keluarga ini menggunakan racun untuk tujuan politik dan keuntungan. Selain itu, Giulia Toffana, pembunuh dengan racun yang terkenal pada pertengahan abad ke-17, memproduksi kosmetik mengandung arsenik bernama Acqua Toffana.


Menurut James C. Whorton dalam The Arsenic Century, arsenik memiliki sifat kosmetik tertentu jika dikonsumsi dalam dosis yang tepat. Namun, klien Toffana lebih fokus pada menghilangkan suami daripada noda kulit. Racun yang diracik Toffana memberikan hasil yang memuaskan bagi para klien. Penyebabnya, Acqua bekerja sangat lambat, sehingga tidak mencurigakan. Jika diberikan dengan benar, kosmetik beracun buatan Toffana dapat menyebabkan kematian pada hari yang telah ditentukan.


“Melalui kerahasiaan yang ketat dan perubahan alamat serta penyamaran, Toffana berhasil menghindari deteksi selama puluhan tahun. Ketika akhirnya terungkap pada 1709, diperkirakan 600 orang telah tewas akibat racunnya, [...] gubernur Naples melaporkan bahwa Acqua ‘menjadi momok bagi setiap keluarga bangsawan di kota itu’,” tulis Whorton.


Dulu, keracunan arsenik hanya dialami oleh orang-orang kaya dan berkuasa. Mereka yang memiliki sumber daya terbatas harus mencari cara lain bila akan melakukan pembunuhan. Namun, Revolusi Industri membawa permintaan besar akan besi dan timah. Saat diekstraksi sebagai bijih, logam-logam ini terkontaminasi dengan arsenik. Untuk mendapatkan logam murni, bijih tersebut dibakar dalam api, dan arsenik bereaksi dengan oksigen di udara membentuk arsenik trioksida. Zat ini mengendap di cerobong asap sebagai padatan putih, yang harus dikikis secara berkala untuk mencegah cerobong tersumbat. Alih-alih membuangnya sebagai limbah, para pengusaha menjualnya untuk racun tikus, kecoa, kutu busuk, atau hama lain di rumah. Namun, arsenik putih itu tidak hanya digunakan untuk menyingkirkan hama, tetapi dimanfaatkan untuk melenyapkan orang lain.


Arsenik juga digunakan sebagai senjata kimia. Frith menjabarkan, pada 1918 Layanan Perang Kimia Angkatan Darat AS mengembangkan Lewisite dan Adamsite untuk melawan penggunaan gas kimia oleh Blok Poros terhadap Sekutu di parit-parit Eropa Barat. Lewisite memiliki bau seperti geranium beraroma. Saat bersentuhan dengan kulit, senyawa ini menyebabkan lepuh besar, nyeri, dan berisi cairan. Bila terhirup, Lewisite yang dapat disebarkan sebagai aerosol atau cairan, menyebabkan peradangan parah pada saluran pernapasan yang menyebabkan pneumonitis akut.


Adamsite yang dikembangkan oleh Roger Adams, kimiawan dari Layanan Perang Kimia Angkatan Darat AS pada 1918, tidak sekuat Lewisite dan efeknya singkat, tetapi dapat fatal pada konsentrasi sangat tinggi seperti di ruang tertutup. Lewisite dan Adamsite diproduksi terlambat untuk digunakan dalam Perang Dunia I. Oleh sebab itu, ketika Perang Dunia II meletus, kedua senyawa tersebut diuji di front Barat sebagai senjata perang. Namun, keduanya tidak seefektif agen gas iritan pernapasan lain dalam pengiriman, sehingga tidak digunakan. Selepas perang, persediaan Lewisite dan Adamsite yang tersisa masih terdaftar oleh CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) sebagai agen bioterorisme potensial.


Arsenik Sebagai Obat

Walau dikenal luas sebagai racun, dalam pengobatan kuno dan Renaisans, arsenik juga digunakan sebagai obat. Hippocrates menggunakan senyawa arsenik sulfida realgar dan orpiment untuk mengobati luka borok dan abses. Sedangkan Dioscorides menggunakan orpiment sebagai obat penghilang bulu.


Penggunaan arsenik dalam obat tradisional Tiongkok dapat ditelusuri hingga tahun 200 SM dan dijelaskan dalam buku obat tradisional Tiongkok pertama, Shen Nong Ban Cao Jing. “Konsep umum dalam pengobatan Tiongkok kuno adalah menggunkan racun untuk melawan racun,” tulis Frith.


Arsenik yang dianggap dapat membunuh bakteri penyebab jerawat dan noda membuat orang-orang di Austria pada abad ke-19 mengonsumsi arsenik secara rutin. Kathryn Harkup mencatat dalam A Is for Arsenic: The Poisons of Agatha Christie, pada 1851 sebuah laporan muncul di jurnal medis Wina tentang pria-pria dari wilayah Styria, Austria yang rutin mengonsumsi arsenik. Mereka mengunyah gumpalan arsenik trioksida atau menggerusnya ke roti panggang dua atau tiga kali seminggu. Mereka mengonsumsi arsenik mulai dengan gumpalan seukuran butir beras, dan secara bertahap meningkatkan dosis hingga jumlah yang biasanya dianggap mematikan tanpa efek samping.


Bagi penduduk Styria, arsenik membuat mereka dapat bernapas lebih mudah saat melakukan pekerjaan fisik yang berat di udara pegununangan yang tipis. Arsenik juga membantu pria mendapatkan tubuh lebih berotot dan kulit lebih bersih, sehingga penampilan mereka lebih menarik. Wanita juga menggunakan arsenik karena dapat membentuk tubuh lebih berlekuk dan kulit merona.


Obat yang umum digunakan pada abad ke-19 adalah Fowler’s solution, sebuah tonik untuk pengobatan berbagai penyakit. Fowler’s solution diperkenalkan ke dalam British Pharmacopoeia pada 1809 sebagai pengobatan untuk malaria. Obat ini tidak berasa, sehingga lebih disukai daripada obat kina yang pahit. Tonik ini juga digunakan untuk mengatasi penyakit asma, eksim, psoriasis anemia, hipertensi, tukak lambung, rematik, hingga tuberkolosis.


Selain Fowler’s solution, pasta arsenik juga digunakan untuk mengobati kanker kulit dan payudara. Obat arsenik lain seperti Larutan Donovan (arsenik triiodida dan merkuri iodida) dan Larutan de Valagin (arsenik triklorida) digunakan untuk mengobati gangguan serupa. Pada 1878, Fowler’s solution ditemukan dapat menurunkan jumlah sel darah putih sehingga digunakan untuk pengobatan leukemia hingga munculnya radioterapi dan kemoterapi pada abad ke-20.


“Arsenik telah menempati posisi dalam sejarah baik sebagai racun yang disukai maupun sebagai obat ajaib. Arsenik memainkan peran penting dalam pengembangan agen kemoterapi oleh dokter dan ilmuwan terkemuka seperti Thomas Fowler, Paul Ehrlich, Sahachiro Hata, dan Albert Neisser, dan menjadi agen antimikroba pertama yang efektif melawan great pox, sifilis. Arsenik masih memiliki tempat dalam kedokteran saat ini sebagai pengobatan untuk beberapa subtipe leukemia dan trypanosomiasis,” jelas Frith.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Sumatra Utara dan Aceh dulu juga pernah dilanda banjir parah. Penyebabnya sama-sama penebangan hutan.
bottom of page