top of page

Sejarah Indonesia

Di Balik Layar Anna and the King

Film Anna and the King melibatkan orang Indonesia. Setidaknya 20 orang Indonesia terlibat dalam produksinya.

11 Juli 2024
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Sersan Sugiono, awak senior KRI Dewaruci yang pernah ikut syuting film "Anna and the King". (Petrik Matanasi/Historia.ID).

USIANYA memang tak muda lagi. Tapi badannya masih atletis untuk ukuran orang seusianya. Perutnya jauh dari buncit. Namanya Sugiono. Asalnya dari sebuah kampung di pedalaman Jawa Tengah dekat kota Purwokerto. 


Kata Ben Anderson, orang Banyumas berani berkelahi. Seperti Jenderal Gatot Subroto. Begitupun Sugiono, ketika muda termasuk yang siap untuk berkelahi.


Angkatan Laut kemudian menerimanya. Dia lalu jadi salah satu kelasi kelas dua Korps Pelaut. Geladak KRI Dewaruci adalah dunianya sejak muda.


Selain Sugiono, ada pula Kusnadi. Asalnya dari Tuban, kota pelabuhan penting Jawa Timur di masa lalu. Kusnadi bergabung di Angkatan Laut lalu ditempatkan di KRI Dewaruci. Juga sebagai kelasi kelas dua, di Dewaruci Kusnadi lebih junior dari Sugiono.


Pada 1998, ketika keduanya belum lama di Dewaruci dan usianya belum 23 tahun, harus berangkat ke luar negeri bersama awak Dewaruci yang lain guna menunaikan tugas. Bagi seorang militer, tugas adalah jalan kemuliaan seorang prajurit.


Setelah berhari-hari berlayar di Selat Malaka, Dewaruci pun tiba di Pelabuhan Penang, Malaysia. Di sana, lambung Dewaruci dicat. Mengecat kapal sebenarnya rutinitas biasa yang dilakukan awak kapal di kala sandar. Namun kali ini tak sepenuhnya biasa. Sebab, biasanya Dewaruci dicat putih, tapi kali ini dicat dengan warna lain.


“Itu dicat hitam semua,” kenang Kusnadi, kepada Historia selama pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah 2024.


Tak hanya lambung, tiang kapalnya yang tinggi juga dicat. Butuh waktu beberapa hari bagi para kelasi, kopral, dan sersan di Dewaruci untuk menyelesaikan pengecatan itu. Selain mengecat, anggota Dewaruci juga ikut membuat sebuah bangunan tambahan.


Keanehan belum selesai di situ. Setelah kapal dicat, sebagian awak kapal diberi kostum yang agak lain dari hari biasanya.


“Kostumnya dibikin khusus zaman dululah,” ingat Sugiono. “Dipetal-petal ini rambutnya.”


Pakaian untuk mereka adalah pakaian ala orang jelata Thailand. Bawahannya berupa kain ikatan yang bagian tengah depannya ditarik ke belakang. Bagian pinggir kanan-kiri rambut mereka pun dipotong tipis sedangkan bagian tengahnya lebih panjang. Sugiono dan Kusnadi pun jadi seperti orang Thailand zaman dulu.


Begitulah KRI Dewaruci dan sebagian awaknya berperan dalam syuting film Anna and the Kings (1999). Dalam film tersebut, Anna diperankan oleh Jodie Foster, yang ketika remaja pernah berperan sebagai pelacur yang diselamatkan Robert de Niro dalam film Taxy Driver (1975). Sementara, Raja Mongkut diperankan Chow Yun Fat, yang di era 1990-an terkenal karena perannya sebagai dewa judi yang mujur jika makan coklat dalam dua sekuel God of Gambler.


Anna and the King berkisah tentang Anna yang bekerja sebagai guru bagi putra mahkota Siam (anak raja Mongkut) yang seumuran dengan anak laki-laki Anna. Raja Mongkut yang punya banyak istri bersimpati kepada Anna yang seorang janda.


Syuting itulah yang membuat awak Dewaruci harus bekerja lebih banyak dari biasanya. Dengan persiapannya, setidaknya awak Dewaruci harus bekerja seminggu lebih dalam syuting film tersebut. Mempersiapkan kapal agar berwarna hitam saja sudah sesuatu yang melelahkan. Belum lagi mengembangkan dan menggulung layar Dewaruci, juga hal yang melelahkan., Pekerjaan melelahkan itu menjadi sering dilakukan sepanjang syuting.


“Pagi sampe sore diulang-ulang,” kenang Sugiono.


Itu dilakukan sekitar tiga hingga lima hari. Maka, dengan ikut pembuatan film itu, Sugiono merasakan “capek luar biasa.”


Namun capek yang mereka rasakan tak hanya berbalas terimakasih. Kru yang terlibat setidaknya mendapat uang Rp3 juta. Di zaman itu, sebuah sepeda motor bisa dibeli dengan uang itu.


Setidaknya 20 anggota KRI Dewaruci, termasuk komandannya, terlibat dalam syuting tersebut. Komandan KRI Dewaruci kala itu adalah Letnan Kolonel Darwanto. Menurut Kusnadi, Darwanto pandai dalam hal perahu layar. Belakangan, Darwanto menjadi laksamana muda.


Kusnadi dan Sugiono meneruskan kariernya di Dewaruci setelah film itu dirilis. Setelah lebih dari dua dekade, keduanya kini telah berpangkat sersan usai lama menjadi kelasi dan kopral. Keduanya pernah menjadi bintara utama di Dewaruci.*

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Mayor Udara Soejono Sang Eksekutor Kartosoewirjo

Mayor Udara Soejono Sang Eksekutor Kartosoewirjo

Mayor Soejono disebut sebagai eksekutor imam DI/TII S.M. Kartosoewirjo. Dia kemudian dieksekusi mati karena terlibat G30S.
Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Meski punya pengalaman kurang menyenangkan di lapangan sepakbola di masa kolonial, Bung Karno peduli dengan sepakbola nasional. Dia memprakarsai pembangunan stadion utama, mulai dari Lapangan Ikada hingga Gelora Bung Karno.
Juragan Besi Tua Asal Manado

Juragan Besi Tua Asal Manado

Bekas tentara KNIL yang jadi pengusaha kopra dan besi tua ini sempat jadi bupati sebelum ikut gerilya bersama Permesta.
Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Seminar Sejarah Nasional pertama tidak hanya melibatkan para sejarawan, melainkan turut menggandeng akademisi dan cendekia berbagai disiplin ilmu serta unsur masyarakat. Jadi momentum terbitnya gagasan Indonesiasentris dalam penulisan sejarah nasional Indonesia.
Berlan Kampung Serdadu dan Anak Kolong

Berlan Kampung Serdadu dan Anak Kolong

Sedari dulu, Berlan adalah daerah militer. Di zaman KNIL, Jepang, ataupun Indonesia, tetap sama.
bottom of page