top of page

Sejarah Indonesia

Mereka Yang Berjuang Dulu Dan Sekarang

Mereka yang Berjuang Dulu dan Sekarang

Rangkaian foto cerita tentang mereka yang berjuang untuk hidup di masa lalu dan masa kini.

14 November 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Kiri/atas: Potret seorang pedagang di Batavia sekitar 1800-an. Kanan/bawah: Potret seorang kuli di Jawa Barat tahun 2020. (Kiri/atas: Woodbury and Page Batavia. Kanan/bawah: Fernando Randy/Historia.id).

Selain Agustus, bulan yang identik dengan perjuangan bangsa Indonesia adalah November. Bulan kesebelas dalam kalender tersebut merupakan bulan yang akan selalu dikenang oleh bangsa kita. Alasannya tentu saja adalah peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. 


Perang tersebut membuat Sekutu kocar kacir. Bahkan, jenderal mereka A.W.S Mallaby tewas. Perang yang diakui oleh pasukan Inggris sebagai perang terdahsyat mereka pasca Perang Dunia II tersebut memakan ribuan korban dari kedua belah pihak. Untuk mengenang mereka yang gugur, maka Presiden Sukarno menentapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.


Kiri: Ratusan demonstran pro-RMS saat melakukan unjuk rasa di Jakarta tahun 1950. (geheugendelpher). Kanan: Ribuan mahasiswa dan buruh saat melakukan unjuk rasa di Jakarta tahun 2019. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Ratusan demonstran pro-RMS saat melakukan unjuk rasa di Jakarta tahun 1950. (geheugendelpher). Kanan: Ribuan mahasiswa dan buruh saat melakukan unjuk rasa di Jakarta tahun 2019. (Fernando Randy/Historia.id).

Kini, setelah 75 tahun merdeka ternyata perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti. Mungkin saat ini kita tidak berperang dengan senjata seperti masa lalu, namun pada kenyataannya musuh yang dihadapi pun tidak kalah dahsyat. Bila dulu para pejuang kita berjuang melawan para penjajah, saat ini kita berperang dengan berbagai masalah kehidupan.


Kiri: Potret seorang tukang becak di sekitar Klaten tahun 1947. (Cas Oorthuys/Geheugen Delpher). Kanan: Seorang tukang becak saat menunggu penumpang di Jogjakarta. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Potret seorang tukang becak di sekitar Klaten tahun 1947. (Cas Oorthuys/Geheugen Delpher). Kanan: Seorang tukang becak saat menunggu penumpang di Jogjakarta. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Pemandangan aktivitas kapal di pelabuhan Jakarta sekitar tahun 1947. (Cas Oorthuys/Geheugen Delpher). Kanan: Aktivitas kapal di pelabuhan Jakarta Utara. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Pemandangan aktivitas kapal di pelabuhan Jakarta sekitar tahun 1947. (Cas Oorthuys/Geheugen Delpher). Kanan: Aktivitas kapal di pelabuhan Jakarta Utara. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Buruh angkut di pelabuhan Jakarta tahun 1940-an. (Cas Oorthuys/Geheugen Delpher). Kanan: Buruh angkut di pelabuhan Sunda Kelapa tahun 2020. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Buruh angkut di pelabuhan Jakarta tahun 1940-an. (Cas Oorthuys/Geheugen Delpher). Kanan: Buruh angkut di pelabuhan Sunda Kelapa tahun 2020. (Fernando Randy/Historia.id).

Mulai dari kemiskinan yang belum ada solusi, banjir yang sampai saat ini terus menghantui berbagai kota di Indonesia, hingga berbagai seruan demonstrasi akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah.


Para pejuang bangsa tentu bukan saja orang yang menjaga keamanan negeri ini, namun juga ada dalam diri berbagai manusia, contohnya adalah para atlet yang berjuang mengharumkan nama bangsa di setiap pertandingan, pemimpin bangsa yang terus memperjuangan kehidupan negara dan kelas pekerja yang terus bekerja agar mendapat kehidupan yang layak.


Mereka semua yang bejuang dulu dan kini, pada kenyataannya hanya berbeda waktu dan zaman saja, namun selebihnya semua sama. Mereka semua berjuang untuk sebuah kehidupan di negeri ini.


Kiri: Warga saat menyusuri banjir dengan membawa barang di Surabaya tahun 1947. (National Archief). Kanan: Warga membawa barang mereka saat banjir di Kelapa Gading, Jakarta, tahun 2019. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Warga saat menyusuri banjir dengan membawa barang di Surabaya tahun 1947. (National Archief). Kanan: Warga membawa barang mereka saat banjir di Kelapa Gading, Jakarta, tahun 2019. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Seorang penjual telur di pasar tradisional di Jawa tahun 1940-an. (Cas Oorthuys/Geheugen Delpher). Kanan: Seorang pedagang bawang putih di pasar Yogyakarta tahun 2019. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Seorang penjual telur di pasar tradisional di Jawa tahun 1940-an. (Cas Oorthuys/Geheugen Delpher). Kanan: Seorang pedagang bawang putih di pasar Yogyakarta tahun 2019. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Seorang pedagang berpose dengan sepedanya sekitar tahun 1940. (Cas Oorthuys/Geheugen Delpher). Kanan: Tukang kopi keliling saat menjajakan jualanya di Jakarta. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Seorang pedagang berpose dengan sepedanya sekitar tahun 1940. (Cas Oorthuys/Geheugen Delpher). Kanan: Tukang kopi keliling saat menjajakan jualanya di Jakarta. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Para peserta lomba lari di kawasan Deca Park tahun 1948. (RG Jonkman). Kanan: Para atlet muda yang berlomba di Velodrome Rawamangun. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Para peserta lomba lari di kawasan Deca Park tahun 1948. (RG Jonkman). Kanan: Para atlet muda yang berlomba di Velodrome Rawamangun. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Seorang anak tertidur pulas di depan pagar bambu. (Cas Oorthuys/Geheugen Delpher). Kanan: Seorang anak penjual koran tertidur di kawasan Menteng. (Fernando Randy/Historia.id).
Kiri: Seorang anak tertidur pulas di depan pagar bambu. (Cas Oorthuys/Geheugen Delpher). Kanan: Seorang anak penjual koran tertidur di kawasan Menteng. (Fernando Randy/Historia.id).

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page