top of page

Sejarah Indonesia

Raja Yordania dan Presiden Soeharto Saling Berbalas Kunjungan

Yordania sudah mendukung kemerdekaan Indonesia sejak 1946. Hubungan bilateralnya kemudian dipupuk Soeharto dan kini turut diperkuat Prabowo lewat kunjungannya.

14 April 2025
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Presiden Soeharto menyambut kedatangan Raja Hussein bin Talal dari Yordania (kanan) di Jakarta pada awal April 1986. (ANRI).

YORDANIA bukan negeri asing buat Presiden Prabowo Subianto. Oleh karenanya setibanya di Bandara Militer Marka di ibukota Amman pada Senin (14/4/2025) petang waktu setempat, Prabowo begitu cair dalam bertukar sapa. Selain berjabat tangan, ia berpelukan hangat dengan Raja Yordania Abdullah II bin al-Hussein al-Hashemi. 


Menurut Sugiat Santoso dalam Prabowo Subianto: Sang Pemersatu Bangsa, Prabowo dan Abdullah II sudah menjalin persahabatan sejak muda karena keduanya sama-sama alumnus pendidikan pasukan khusus Amerika Serikat di Fort Benning. Maka pasca-diberhentikan dari jabatannya sebagai panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) medio September 1998, Prabowo menepi demi menenangkan diri di Yordania dengan disambut Abdullah II yang kala itu masih jadi putra mahkota Kerajaan Yordania.


Abdullah II naik takhta menggantikan ayahnya yang wafat, Raja Hussein bin Talal, pada 7 Februari 1999. Sedangkan Prabowo akhirnya dilantik sebagai presiden RI ke-8 pada Oktober 2024. 


Maka bukan hal mengherankan setelah mendapat upacara sambutan resmi dengan 21 dentuman meriam dan menyaksikan atraksi flypass pesawat-pesawat tempur Angkatan Udara Yordania, Presiden Prabowo diantar ke hotel dengan disopiri langsung oleh Raja Abdullah II. Kunjungan Presiden Prabowo ini jadi lanjutan lawatannya ke negara-negara Timur Tengah. Sebelum mendarat di Yordania, rombongan Prabowo berkunjung ke Turkiye dan dilanjutkan ke Qatar. 


Laman kepresidenan, Senin (14/4/2025) menyebutkan, agenda kungunjungan Presiden Prabowo ke Yordania adalah penguatan hubungan bilateral RI-Yordania. Presiden Prabowo dan rombongan dijadwalkan akan mengadakan pertemuan tertutup, menandatangani beberapa nota kesepahaman di beberapa bidang kerjasama, serta jamuan santap siang di Istana Al-Husseiniya. 


Sejak menjalin hubungan diplomatik pada 1950, RI-Yordania senantiasa punya hubungan erat dan kemitraan dalam aneka sektor, utamanya perdamaian kawasan dan perdagangan. Hal itu diperkuat oleh beberapa pertemuan terdahulu, termasuk kunjungan Raja Hussein ke Indonesia pada 1986 dan kunjungan balasan Presiden Soeharto satu dasawarsa berselang. 

Presiden Prabowo Subianto (kiri) disambut hangat Raja Yordania, Abdullah II. (setneg.go.id/BPMI Setpres).
Presiden Prabowo Subianto (kiri) disambut hangat Raja Yordania, Abdullah II. (setneg.go.id/BPMI Setpres).

Dari Agus Salim hingga Soeharto

Sebagai anggota dari Liga Arab, Kerajaan Transyordania (kini Kerajaan Yordania) turut mendukung keputusan dewan pimpinan Liga Arab pada 18 November 1946 yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia. Keputusan itu disambut hangat Presiden Sukarno dengan mengirim delegasi yang dipimpin H. Agus Salim sebulan berselang.


Delegasi Agus Salim itu melawat ke beberapa negara Timur Tengah. Di antaranya Suriah, baru merebut kemerdekaannya dari Prancis, dan Yordania yang sedang dalam transisi kedaulatan usai merdeka dari status protektorat Inggris. Namun jika Suriah langsung memberikan pengakuan kemerdekaan Indonesia secara resmi, Yordania menunda hingga transisi kedaulatan dari Inggris rampung sepenuhnya –kelak baru didapatkan pasca-Traktat Inggris-Yordania pada 15 Maret 1948.


“Setelah pengakuan dan Perjanjian Persahabatan dari Suriah diperoleh, misi diplomatik RI melanjutkan perjalanan ke Amman, ibukota Yordania. Pada waktu itu Amir Abdullah (Raja Abdullah I, red.) meminta kepada misi diplomatik RI ini agar formalitas pengakuan kemerdekaan ditangguhkan. Walaupun demikian, dalam kenyataannya pemerintah Yordania mendukung keputusan Liga Arab untuk mengakui kemerdekaan RI,” tulis Suranta Abd. Rahman dalam artikel “Diplomasi RI di Mesir dan Negara-Negara Arab pada Tahun 1947” yang diterbitkan Jurnal Wacana Vol. 9, No. 2, Oktober 2007. 


Hubungan diplomatik Indonesia-Yordania baru resmi terjalin pada 27 Februari 1950 seiring Presiden Sukarno menunjuk Bagindo Dahlan Abdullah sebagai Duta Besar RI untuk Irak, Suriah, Lebanon, dan Yordania dengan kantor kedutaannya berada di Baghdad, Irak. Mengutip Jordan Times,  26 Februari 2020, di Amman, Indonesia sekadar membuka kantor perwakilan pada 1956. Kedutaan Besar RI untuk Yordania secara terpisah baru hadir pada 1985 dengan dibukanya kantor kedutaan merangkap perwakilan Indonesia untuk Palestina di Amman. Yordania sendiri resmi membuka kedutaannya di Jakarta pada 1986. 


Yordania jadi “pintu gerbang” penting di samping Mesir dalam beberapa misi kemanusiaan Indonesia ke Palestina. Ketika konflik Arab-Israel pecah pada 1950-an, wilayah Jalur Gaza untuk sementara dikuasai Mesir dan wilayah Tepi Barat, termasuk kota Yerusalem Timur yang menghelat Kongres Umum Islam (KUI) pada 1953, masih di bawah wilayah kekuasaan militer Yordania. 


Presiden Sukarno turut mengirim delegasi ke kongres tersebut sebagai peninjau. Delegasi dipimpin Menteri Luar Negeri Sunario Sastrowardoyo, Duta Besar Keliling Ahmad Subardjo, dan anggota parlemen Sirajuddin Abbas. Selain mengunjungi kamp-kamp pengungsi Palestina korban Peristiwa Nakba 1948, delegasi itu juga melawat ke Amman untuk menghadiri perjamuan Raja Hussein. Dalam perjamuan, mereka membawa salah satu usulan kongres tersebut untuk menyambung jalur transportasi Hejaz-Amman guna mempermudah bantuan ke Palestina. Sebagai “balasan”, Raja Hussein mengirim delegasi ke Indonesia ketika Konferensi Asia-Afrika dihelat di Bandung (18-24 April 1955). 


Hubungan bilateral RI-Yordania kemudian diperkuat melalui kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto ke Yordania pada 18 Oktober 1977. Mengutip Tempo edisi 4 April 1986, Presiden Soeharto tiba di Bandara Amman untuk mampir selama beberapa jam seiring lawatannya ke lima negara Timur Tengah. Sebelumnya Soeharto mengunjungi Suriah (15-16 Oktober) dan Mesir (16-18 Oktober). 


Meski singkat, kunjungan itu dibalas Raja Hussein dengan lawatan pada 1-6 April 1986. Kedatangannya ke Jakarta dengan membawa serta permaisuri Ratu Noor al-Hussein dan para pejabat kabinet, termasuk Perdana Menteri (PM) Zaid al-Rifai, itu merupakan lanjutan lawatannya ke Asia Tenggara usai bertandang ke Brunei Darussalam (20-31 Maret). 


Mengutip artikel “King, Queen in Far East” dalam buletin kedutaan Al-’Urdūn edisi Vol. XI, No. 2, Maret-April 1986, dalam suasana hangat perjamuan di Istana Merdeka itu, Presiden Soeharto dan Raja Hussein membahas isu keamanan dan geopolitik mutaakhir. Presiden Soeharto menegaskan dukungannya terhadap Liga Arab dan perjuangan Palestina terhadap penjajahan Israel. Sementara, Raja Hussein meminta dukungan dan keterlibatan Indonesia terhadap penyelesaian perdamaian Perang Iran-Irak (1980-1988) yang memengaruhi keamanan kawasan Timur Tengah. 


“Kami berharap, dengan posisi Anda sebagai negeri dengan populasi muslim terbesar, negara Anda secara intensif membantu mengakhiri konflik (Iran-Irak) yang membara dan berdampak pada kawasan selama lima tahun terakhir ini,” ucap Raja Hussein, dikutip buletin tersebut. 


Agenda kerjasama dan kemitraan kemudian diupayakan dalam pertemuan antara PM Rifai dengan Menko bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Pengawasan Pembangunan Ali Wardhana pada 3 April 1986. Dalam pertemuan, PM Rifai dan Menko Ali Wardhana menyepakati kemitraan perdagangan di bidang industri, transportasi udara dan air, tenaga kerja, kebudayaan, dan pertanian, khususnya ekspor produk kelapa sawit, kopi, teh, karet, tekstil, dan kayu lapis ke Yordania. 


Presiden Soeharto kembali mengunjungi Yordania satu dasawarsa kemudian. Kali ini kunjungannya dilangsungkan lebih lama. Menurut M. Riza Sihbudi dalam Indonesia Timur Tengah: Masalah dan Prospek, lawatan Soeharto berlangsung 11-14 November 1996. 


“Lawatan Presiden Soeharto ke Yordania tampaknya juga tidak terlepas dari adanya semacam pergeseran orientasi dari kebijakan luar negeri Indonesia, selama paling tidak 25 tahun pertama Orde Baru orientasinya terlihat hanya tertuju ke Barat (dan Jepang). Hussein juga berobsesi menjadikan Yordania sebagai ‘Singapura’-nya Timur Tengah, itulah sebabnya Raja Hussein mengemukakan keinginan agar Yordania dilibatkan –sebagai pengamat– dalam berbagai pertemuan ASEAN,” tulis Riza. 


Pertemuan kesekian kali antara Presiden Soeharto dan Raja Hussein juga kian memantapkan kemitraan kerjasama ekonomi. Nilai perdagangan RI-Yordania pada 1995, sambung Riza, mencapai angka 100 juta dolar Amerika atau meroket dua kali lipat sejak 1990. Kesepakatan lain yang dicapai adalah dibukanya jalur transportasi udara oleh maskapai pelat merah Garuda Indonesia dengan rute Jakarta-Amman untuk warga Indonesia yang ingin melawat ke Al-Quds atau Yerusalem di Palestina via Yordania.*

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Mayor Udara Soejono Sang Eksekutor Kartosoewirjo

Mayor Udara Soejono Sang Eksekutor Kartosoewirjo

Mayor Soejono disebut sebagai eksekutor imam DI/TII S.M. Kartosoewirjo. Dia kemudian dieksekusi mati karena terlibat G30S.
Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Meski punya pengalaman kurang menyenangkan di lapangan sepakbola di masa kolonial, Bung Karno peduli dengan sepakbola nasional. Dia memprakarsai pembangunan stadion utama, mulai dari Lapangan Ikada hingga Gelora Bung Karno.
Juragan Besi Tua Asal Manado

Juragan Besi Tua Asal Manado

Bekas tentara KNIL yang jadi pengusaha kopra dan besi tua ini sempat jadi bupati sebelum ikut gerilya bersama Permesta.
Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Seminar Sejarah Nasional pertama tidak hanya melibatkan para sejarawan, melainkan turut menggandeng akademisi dan cendekia berbagai disiplin ilmu serta unsur masyarakat. Jadi momentum terbitnya gagasan Indonesiasentris dalam penulisan sejarah nasional Indonesia.
Berlan Kampung Serdadu dan Anak Kolong

Berlan Kampung Serdadu dan Anak Kolong

Sedari dulu, Berlan adalah daerah militer. Di zaman KNIL, Jepang, ataupun Indonesia, tetap sama.
bottom of page