top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Yang Tersisa dari Warisan Salahuddin di Pelosok Prancis

Alkisah Masjid Buzancy di Ardennes, Prancis yang dibangun atas permintaan Sultan Salahuddin. Hancur semasa Revolusi Prancis. Kini beralih fungsi jadi sekolah.

26 Des 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Marka jalan "Rue du Mahomet" di Buzancy, Ardennes, Prancis (maps.google.com)

SUASANA Kota kecil Buzancy di Ardennes, Prancis begitu tenang. Populasinya per 2022 pun tak lebih dari 400 jiwa. Namun kota seluas 22,67 km² di pelosok timur laut Prancis yang dekat dengan perbatasan Belgia itu menyimpan catatan warisan yang hilang tentang sebuah masjid yang terkait dengan penguasa besar dari dunia Islam, Sultan Salahuddin al-Ayyubi (ejaan Barat: Saladin).


Sisa-sisa warisan itu terdapat di sebuah bangunan sekolah dasar Ecole Primaire Jacques Prévert, di bilangan Rue du Mahomet alias Jalan Nabi Muhammad, yang ditandai dengan plang nama jalan: Rue du Mahomet. Bangunan sekolah itu dibangun di atas reruntuhan Masjid Buzancy. Diimbuhi sebuah lambang bangsawan d’Anglure berupa perisai kuning dengan kombinasi dekorasi sejumlah lonceng burung perak dan bulan sabit merah.


Disebutkan, masjid itu dibangun oleh seorang ksatria dan bangsawan Jean d’Anglure. Tak diketahui pasti kapan masjid itu dibangun. Beberapa sumber menyebut, masjid dibangun akhir abad ke-12 dan sumber lain menyatakan dibangun pada awal abad ke-13.


“(Masjidnya) dibangun di awal abad ke-13 oleh seorang ksatria Perang Salib sebagai bukti rasa terima kasihnya telah dilepaskan dari penahanan, meskipun sepertinya tak pernah digunakan dan sekarang tersisa reruntuhannya,” ungkap Ingvar Svanberg dan David Westerlund dalam Islam Outside the Arab World.


Litograf Masjid Buzancy di abad ke-19 (Photogravure parisienne de monuments historiques)
Litograf Masjid Buzancy di abad ke-19 (Photogravure parisienne de monuments historiques)

Kisah Kejujuran di Balik Masjid Buzancy

Satu dari sekian catatan awal masjid dikisahkan seorang arsiparis Société Orientale de Paris, Jouffroy d’Eschavanne, dalam suratnya kepada arsitek Hector Horeau tahun 1846. Saat itu Société Orientale hendak membangun sebuah masjid raya di Paris yang rencananya dibantu Horeau sebagai arsitek.


“Ketika Anda merilis rencana Anda membangun sebuah masjid di Paris beberapa waktu lalu, saya hanya ingin mengingatkan bahwa sebuah masjid sudah pernah lebih dulu eksis di Prancis pada abad ke-12. Monumen itu jarang diketahui oleh para arkeolog. Letaknya di sebuah desa di Buzancy, Ardennes. Penduduk lokal menyebutnya Masjid Muhammad,” tulis d’Eschavanne, dikutip buku kumpulan catatan Revue de L’Orient et de L’Algérie yang dihimpun M.O. Mac Carthy.


Ia juga menyebutkan bahwa masjidnya dibangun oleh Jean d’Anglure. D’Anglure dikisahkan sebagai bangsawan-ksatria yang tertawan pasca-Sultan Salahuddin merebut kembali Yerusalem sesudah Pengepungan Yerusalem (20 September-2 Oktober 1187).


“Suatu hari ketika terluka sesudah bertempur dengan musuh, pihak Arab menawannya. Ksatria kita itu kemudian dibawa ke hadapan Saladin yang kondang itu, di mana sang sultan merawat lukanya dengan rasa hormat yang tak pernah disangka-sangka oleh ksatria Perang Salib itu,” lanjut d’Eschavanne.


Cukup lama d’Anglure jadi tawanan Sultan Salahuddin. Namun di masa itu pula tumbuh rasa percaya dan Sultan Salahuddin bersedia membebaskannya.



“Dikisahkan juga oleh (pendeta dan penjelajah) Jean le Long bahwa Lord Anglure kemudian dibebaskan oleh Saladin dengan tebusan sebagai syarat,” tulis Abd al-Rahman Azzam dalam Saladin.


Syaratnya, d’Anglure harus memberikan sejumlah upeti dan harta benda kepada Sultan Salahuddin di Yerusalem, Palestina. Maka pulanglah d’Anglure ke kediaman dan kastilnya di Anglure, di tepi Sungai Aube.


Namun, ksatria yang kehilangan satu bola matanya itu hanya bisa lemas karena hartanya sudah terkuras. Ia tak bisa memenuhi syarat tebusannya kepada sang sultan. Karena sudah memegang sumpah dan janji, d’Anglure kembali menghadap Salahuddin.


“Properti dan harta bendanya terlalu sedikit untuk membayar tebusan. Ia pun kembali ke kediaman Saladin dengan niat menjadi tawanan lagi. Saladin yang tersentuh dengan rasa hormat dan kebesaran hatinya, membebaskannya dengan syarat bahwa ia harus membangun sebuah masjid ketika ia pulang lagi,” tamah Azzam.


Beberapa sumber lain menyebutkan adanya syarat kedua dan ketiga, yakni bahwa para keturunan d’Anglure akan menyandang nama “Saladin” dan lambang bangsawannya harus memperlihatkan bulan sabit khas lambang Islam. Buktinya seperti lambang bangsawannya yang disebutkan di atas dan sejumlah keturunannya pun memakai nama “Saladin”, salah satunya antropolog dan pakar etnografi Kanada, Bernard Saladin d’Anglure.


“Semua syarat itu ditepati d’Anglure ketika ia kembali dan membangunn sebuah masjid. Begitulah, wahai sahabatku Horeau, sejarah monumen tersebut. Meskipun dalam keadaan miskin, ia tetap menepati janjinya,” tukas d’Eschavannes dalam suratnya.


Meski kemudian masjidnya hanya bertahan sekitar 650 tahun. Pasalnya pada masa Revolusi Prancis (1789-1799), masjidnya dihancurkan kaum proletar Prancis yang menjarah tidak hanya masjid tapi sejumlah properti keluarga bangsawan d’Anglure. Baru pada 1834, sisa-sisa reruntuhan masjidnya dibangun sebuah sekolah.






Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja bersekutu melawan Belanda. Keduanya telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Mengintip Kelamin Hitler

Mengintip Kelamin Hitler

Riset DNA menyingkap bahwa Adolf Hitler punya cacat bawaan pada alat kelaminnya. Tak ayal ia acap risih punya hubungan yang intim dengan perempuan.
bottom of page