top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Bukan Band Manis, God Bless Band Idealis

God Bless tak mau sembarangan bikin album. Laris bukan tujuan mereka menelurkan album.

Oleh :
Historia
27 Des 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ahmad Albar (kanan) bersama rekan-rekanya di Clover Leaf kemudian mendirikan God Bless. (Gunadi Haryanto dari blog Denny Sakrie).

JIKA membandingkan band rock God Bless dengan tokoh pewayangan, mungkin padanan yang pas adalah Gatot Kaca. Keduanya sama-sama sudah mampu berperang meskipun baru dilahirkan. Ya, God Bless ketika baru muncul sudah diperhitungkan meski belum punya album.

 

God Bless, yang digawangi Ahmad Albar dkk., mula-mula dilihat karena aksi panggungnya. Berbeda dari kebanyakan band, yang baru dipandang orang setelah punya album.

 

God Bless punya Albar yang sudah malang melintang di belantika pop Belanda bersama Clover Leaf. Begitu pula gitaris awal God Bless Ludwig Lemans. Drumer pertama God Bless, mendiang Fuad Hassan, juga dianggap drumer terbaik Indonesia sebelum kematiannya pada 9 Juni 1974. Pemain bass-nya, Donny Fatah Gagola, pun sudah terkenal. Begitu juga pemain kibornya, Deddy Dores, yang sebelumnya merilis album bersama Freedom of Rhapsodia.

 

Seperti banyak band besar, God Bless juga mengalami bongkar-pasang pemain berkali-kali. Ludwig dan Deddy cabut sebelum kematian Fuad. Anak-anak keluarga Pegangsaan, yang adalah pentolan Gypsy, sempat sebentar mengisi kekosongan di God Bless sampai kemudian tiga pemuda dari Jawa Timur bergabung. Ada gitaris Ian Antono, drumer Teddy Sudjaya, dan kibordis Yocky Suryoprayogo bergabung bersama Albar dan Donny.

 

Kendati belum punya album di saat sudah tenar, God Bless sebenarnya bukan tak dilirik label. Beberapa perusahaan rekaman sudah mengajak Albar untuk rekaman.

 

“Sebenarnya kalau Albar mau, kemampuan otak dia dalam berkomersil mungkin lebih bagus dibanding Ucok Harahap,” terang Nomo Koeswoyo, mantan drumer Koes Bersaudara yang mengelola Yukawi Record, dalam majalah Aktuil 189 tahun 1976.

 

Sebelum Yukawi Record, Remaco (kependekan dari Republic Manufaturing Company) –yang dijalankan oleh Eugene Timothy– juga pernah menawari God Bless membuat album. Tawaran Remaco sama seperti tawaran Yukawi, ditolak God Bless.

 

“Kita terpaksa pindah rekaman buat bikin ilustrasi musik film Semalam Di Malaysia, karena dikerjai Remaco. Gara-garanya kita menolak bikin rekaman di situ. Rekaman komersil maksudnya,” aku Teddy Sudjaya.

 

Pindah ke label lain dipilih God Bless karena berprinsip harus menyajikan musik rock yang berkualitas dan juga idealis. Pasar bukan menjadi kiblat bermusiknya.

 

Padahal, dekade 1970-an merupakan era di mana pengusaha rekaman yang disebut “Cukong Kaset” lebih suka lagu yang laris manis seperti kacang goreng saja. Bagi “Cukong Kaset”, Koes Plus adalah teladan pentingnya.

 

Penolakan God Bless terhadap kemauan pasar membuat band yang digawangi Ucok Harahap, AKA, lebih dulu punya album. Meski cover albumnya terlihat gahar, beberapa lagu pop manis mendayu-dayu muncul di dalamnya.

 

“Kalau mau lihat AKA yang bagus, maka tontonlah kami di atas panggung, jangan lihat dan dengar rekaman AKA,” kata Ucok Harahap, yang kompromi bandnya dengan kemauan pasar itu dicap keras Aktuil sebagai Prinsip Kecebong.

 

God Bless bertekad harus membuat musik bermutu, bukan yang sekadar laris manis. Meski bertentangan dengan kemauan para “cukong kaset”, God Bless mantap untuk menjadi band rock yang idealis.

 

“Masyarakat harus mengikuti musik kita, bukan kita yang digiring kemauan masyarakat,” begitu petuah yang diingat Ahmad Albar dari mending Fuad Hassan, dalam Aktuil 189 tahun 1976.

 

Pesan Fuad dijalankan Albar dan kawan-kawannya di God Bless. Perjuangan mereka untuk tetap berada di relnya membuahkan hasil di tahun 1975. Jalan untuk rekaman yang idealis terbuka untuk mereka. Adalah Pramaqua, lebel pendahulu dari Aquarius, yang membuka pintu untuk God Bless rekaman album pertamanya.

 

Ada beberapa bagian lagu-lagu di dalam album itu yang mirip suara Genesis. Mereka juga meng-cover lagu The Beatles “Eleanor Rigby”. Album pertama yang dirilis pada akhir tahun 1975 dan bertajuk God Bless ini akhirnya menjadi salah satu album rock terbaik di Indonesia.

 

God Bless memang bukan pembuat lagu yang produktif. Setelah God Bless, album kedua bertajuk Cermin baru dirilis pada 1980. Menyusul kemudian Semut Hitam (1988), Raksasa (1989), Apa Kabar (1997), dan lain-lain.

 

Pada 1980-an, God Bless kembali mengalami bongkar-pasang personel. Salah satunya masuknya gitaris Eet Sjachranei yang menggantikan Ian Antono yang “absen”. Meski begitu, God Belss terus hidup dan berpengaruh bagi band-band rock setelahnya.

 

Roy Jeconiah Isoka Wurangian, eks vokalis Boomerang, salah satu yang menjadikan God Bless sebagai referensi bermusik. Saking mengidolakannya, Roy tak hanya menyukai satu-dua lagu God Bless.

 

“Semuanya enak kalau buat saya,” aku Roy Jeconiah Isoka Wurangian dalam Pameran Retrospektif God Bless 50 tahun (19 Februari 2024).

 

Memasuki era 2000-an, God Bless sudah dianggap band rock legendaris Indonesia. Banyak  anak band menjadikan God Bless panutan. Anak-anak muda yang kebanyakan lahir jauh setelah album pertama God Bless dirilis pun menyukai musik God Bless.*

Advertisement

Bukan Band Manis, God Bless Band Idealis

Bukan Band Manis, God Bless Band Idealis

God Bless tak mau sembarangan bikin album. Laris bukan tujuan mereka menelurkan album.
Yang Tersisa dari Warisan Salahuddin di Pelosok Prancis

Yang Tersisa dari Warisan Salahuddin di Pelosok Prancis

Alkisah Masjid Buzancy di Ardennes, Prancis yang dibangun atas permintaan Sultan Salahuddin. Hancur semasa Revolusi Prancis. Kini beralih fungsi jadi sekolah.
Akhir Perlawanan Tuan Rondahaim Terhadap Belanda

Akhir Perlawanan Tuan Rondahaim Terhadap Belanda

Tuan Rondahaim melawan Belanda di Simalungun hingga akhir hayatnya. Dia tidak pernah menyerah. Penyakit rajalah yang menghentikan perlawanannya.
Cahaya Kristus di Pulau Nias

Cahaya Kristus di Pulau Nias

Agama Kristen mayoritas di Pulau Nias. Pendeta Jerman menyebarkannya dengan bantuan guru-guru lokal yang mereka latih.
Piala Afrika yang Dipandang Sebelah Mata

Piala Afrika yang Dipandang Sebelah Mata

Hampir saban Piala Afrika menimbulkan polemik antara timnas dan klub-klub Eropa. Hajatannya acap digelar di jadwal padat liga-liga Eropa.
bottom of page