top of page

Sejarah Indonesia

Alkisah Ibu Termuda Dan Ibu Tertua

Alkisah Ibu Termuda dan Ibu Tertua

Kisah tentang seorang perempuan 5 tahun di Peru yang jadi ibu dengan usia termuda dan perempuan 73 tahun di India yang jadi ibu tertua di dunia.

13 Mei 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ilustrasi seorang ibu dengan bayinya. (womenshealth.gov).

TERLEPAS dari mulai banyaknya perempuan berstatus menikah yang memilih child free di era sekarang, masih lebih banyak yang bangga menjadi ibu. Tak terhingga jumlahnya, dari mereka yang masih hidup dalam keluarga utuh maupun sudah jadi ibu tunggal, turut merayakan Hari Ibu Internasional yang tahun ini jatuh pada Minggu (11/5/2025). 


Berbeda dari Hari Ibu di Indonesia yang diperingati setiap 22 Desember, Hari Ibu Internasional dirayakan di Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan 22 negara Eropa setiap hari Minggu kedua bulan Mei. Tahun ini momennya jatuh di tanggal 11 Mei.


Hari Ibu Internasional diinisiasi oleh tokoh Anna Maria Jarvis di Amerika Serikat pada awal abad ke-20. Anna merupakan tokoh perempuan.


“Anna Jarvis terinspirasi dari ibunya, Ann Reeves Jarvis yang pernah mengorganisir Mother’s Day Work Clubs untuk memperbaiki kebersihan dan kondisi kehidupan baik untuk para keluarga prajurit Serikat maupun Konfederasi selama Perang Saudara (1861-1865). Sepeninggal ibunya pada 1905, Anna Jarvis mewacanakan Hari Ibu untuk menghormati pengorbanan para ibu demi anak-anaknya sekaligus mempromosikan perdamaian,” tulis Jodie Stout dalam Maternal Legacy: A Global Journey of Mother’s Day Celebrations.


Jarvis memulainya seiring agenda peringatan tiga tahun wafat ibunya sekaligus menghormati semua ibu pada misa di Gereja Methodis Episkopal Andrews di Grafton, West Virginia pada 10 Mei 1908. Ia membagikan hadiah hingga sejumlah kartu pos liburan, dan aneka karangan bunga kepada para jemaatnya. Belakangan, Jarvis juga memanfaatkan inisiatifnya itu untuk turut memperjuangkan hak-hak perempuan yang masih sangat dibatasi di Amerika dan Eropa. 


Upaya Jarvis tak sia-sia. Pada 10 Mei 1913, Parlemen Amerika mengesahkan resolusi yang mengakuinya sebagai hari nasional di Amerika. Setahun berselang, Kongres Amerika mengesahkan undang-undangnya, di mana Hari Ibu ditetapkan diperingati setiap hari Ahad kedua di bulan Mei. Penetapannya diproklamirkan Presiden Woodrow Wilson pada 9 Mei 1914. 


“Dalam catatan sejarahnya, Hari Ibu itu kemudian berkelindan dengan banyak isu sosial dan hak-hak perempuan, berkaca dari perjuangan Jarvis dengan kampanyenya kepada para politisi, pengusaha, dan tokoh-tokoh perempuan agar mereka membuat sebuah hari khusus untuk menghormati para ibu dan meningkatkan status perempuan. Belakangan, Hari Ibu juga diasosiasikan untuk mengadvokasi kesehatan ibu hamil. Tidak sedikit organisasi yang memanfaatkan momen (Hari Ibu) ini untuk mengungkit kepedulian tentang pentingnya akses terhadap kualitas kesehatan ibu dan anak,” tukas Stout. 


Isu terakhir itu sangat penting. Data dari Pan American Health Organization (PAHO), angka kematian ibu di seluruh dunia pada 2023 mencapai sekitar 260 ribu jiwa, di mana 87 persennya terjadi di kawasan Sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara. Sedangkan data Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan bahwa Indonesia jadi negara tertinggi kedua di Asia Tenggara dalam angka kematian ibu (4.129 kematian pada 2023). Oleh karenanya, kondisi kesehatan ibu dari berbagai aspek masih sangat penting diperhatikan agar tak terjadi lagi kasus-kasus perempuan di bawah umur atau bahkan lanjut usia (lansia) masih melahirkan lantaran rentannya kondisi fisik, seperti yang dialami Lina Medina di Peru dan Erramatti Mangamma di India.

Lina Medina dan bayinya (kiri) & Erramatti Mangamma bersama anak kembarnya (Majalah Life, 15 Desember 1947/ovogenebank.com)
Lina Medina dan bayinya (kiri) dan Erramatti Mangamma bersama anak kembarnya. (Majalah Life, 15 Desember 1947/ovogenebank.com).

Kasus Lina Medina dan Erramatti Mangamma

Hari itu, 14 Mei 1939, tangis seorang bayi laki-laki pecah di sebuah rumahsakit umum di Pisco, Peru. Sang bayi yang lahir dengan selamat dengan berat sekitar 2,7 kilogram itu diberi nama Gerardo untuk menghormati dokter kandungan yang menangani proses persalinannya, dr. Gerardo Lozada. 


Tidak ada yang aneh dari sang bayi dan kondisinya pun sangat baik. Yang menjadi sorotan hanyalah sang ibu, Lina Marcela Medina. Sebab, ia melahirkan bayinya itu di usia 5 tahun, 7 bulan, dan 21 hari. Tak ayal hingga kini Lina Medina tercatat sebagai perempuan termuda yang menjadi ibu tepat di Hari Ibu Internasional tahun itu yang jatuh pada 14 Mei.


Lina Medina sendiri lahir pada 23 September 1933 di Ticrapo, Peru sebagai anak kedelapan dari sembilan bersaudara di keluarga pasutri Tiburelo Medina dan Victoria Losea. Kasusnya mencuat bermula dari kecurigaan orangtuanya mengetahui kondisi perut Lina Medina yang membesar. Namun kemudian orangtuanya enggan memeriksakannya ke dokter. 


“Orangtuanya dari keluarga miskin hanya bisa meratapi puterinya yang mengalami mual-mual, kehilangan nafsu makan, dan perutnya yang membengkak. Seorang opsir polisi di Desa Ticrapo-lah yang mendesak sang ayah untuk membawa puterinya ke rumah sakit di Pisco,” tulis William Krehm di artikelnya yang dimuat majalah Life edisi 15 Desember 1947, “What has become of Lina Medina”. 


Di rumahsakit itulah Lina Medina ditangani dokter kandungan yang juga direktur rumahsakit, dr. Gerardo Lozada. Mulanya dr. Lozada mencurigai Lina Medina mengidap tumor. Namun setelah memerhatikan beberapa kondisi lain yang salah satunya payudara sang pasien membesar, Lina Medina disimpulkan hamil dan hasil diagnosanya menyatakan usia kandungannya sudah tujuh bulan. 


Bagaimana bisa gadis cilik berusia 5 tahun dengan berat badan hanya sekitar 30 kilogram bisa mengandung?


Hal itu jelas memicu kehebohan, tidak hanya di Peru tapi sampai ke Amerika Serikat. Dr. Lozada sendiri mendapat izin untuk mendokumentasikan kasus itu dari keluarga pasien dengan alasan dokumentasi saintifik yang ditembuskan ke Akademi Medis Peru. Sedangkan sebuah rumah produksi di Amerika yang menjajaki kemungkinan memfilmkan kasus itu dengan tawaran 5 ribu dolar ditolak keluarga pasien.


Setelah ditelusuri lebih lanjut secara medis, ternyata hal itu memungkinkan karena Lina Medina mengalami pubertas dini atau kondisi perkembangan seksual yang lebih awal dari yang umum. Hasil lain dari pemeriksaan medisnya juga menyatakan bahwa Lina Medina sudah mengalami menstruasi secara rutin sejak di usia 3 tahun. 


Namun karena kondisi dan bentuk bagian panggul Lina Medina masih belum memungkinkan untuk bisa bersalin secara normal, dr. Lozada memutuskan untuk melakukan persalinan dengan bedah caesar dengan dibantu dua koleganya, dr. Busalleu dan dr. Colareta yang melakukan prosedur anestesinya.


Selain namanya digunakan sang bayi yang baru dilahirkan itu, dr. Lozada juga menjadi ayah asuhnya karena sempat merawat sang bayi di klinik dan kediamannya di Lima sebelum diserahkan kembali ke ibu kandungnya. Jika dr. Lozada dianggap ayah angkat, siapa sebenarnya ayah kandung sang bayi atau orang yang menghamili Lina Medina? 


Dari penelusuran aparat kepolisian, terkonfirmasi bahwa Lina Medina hamil sebelum ia merayakan ulang tahun yang ke-5. Ada dugaan ia jadi korban rudapaksa namun kasusnya begitu samar karena Lina Medina sendiri tak pernah bisa mengidentifikasi orang yang menghamilinya. Ayah Lina sempat jadi tersangka dan ditahan dengan tuduhan pelecehan seksual anak di bawah umur namun kemudian dibebaskan karena aparat kepolisian tak bisa menemukan bukti-buktinya. 


Terlepas dari itu, sebagaimana kondisi puteranya, Lina Medina dalam kondisi baik pasca-melahirkan. Lina Medina tetap bisa tumbuh dan meneruskan pendidikannya. Dia kemudian menikah dan melahirkan anak keduanya pada 1972. Hingga kini di usianya yang ke-91 tahun, Lina Medina tak pernah berkenan diwawancara media massa manapun. 


Beda Lina Medina, beda pula dengan Erramatti Mangamma di India. Lahir di Hyderabad, India pada 1 September 1946, Mangamma jadi ibu dengan usia tertua, 73 tahun, ketika melahirkan sepasang bayi kembar pada 5 September 2019.


Mangamma sudah diperistri Sitarama Rajarao pada 1962 ketika ia masih gadis. Namun ia dan suaminya tak kunjung mendapat keturunan hingga akhirnya pada November 2018 memberanikan diri untuk berkonsultasi dengan ginekolog dr. Shanakkalaya Umashankar di Klinik Ibu dan Anak Ahalya di Guntur, Andhra Pradesh, India.


“Hari itu 12 November 2018 ketika sepasang lansia datang berkonsultasi. Butuh beberapa menit sebelum mereka bicara dengan ragu-ragu bahwa mereka ingin punya anak. Mulanya ia (Mangamma) berbohong pada kami dengan mengatakan usianya 65 tahun. Kami tahu fakta sebaliknya setelah sang suami dan keluarganya mengisi data catatan sekolah yang memperlihatkan tanggal kelahirannya, 1 September 1946,” kenang dr. Umashankar, dikutip Gulf News, 5 Juli 2022. 


Pada akhirnya, lansia itu menyatakan siap melakukan in-vitro fertilization (IVF) alias “bayi tabung”. Keduanya tentu sadar akan risikonya mengingat usia Mangamma sudah tergolong lansia.


“Meski begitu juga beberapa hal mengenai konsepsi pasien masih cukup samar. Memang laporannya menyatakan ia menjalani IVF tetapi dalam laporan itu tidak disebutkan secara langsung apakah yang digunakan dalam proses itu adalah sel telur pasien sendiri atau sel telur dari pendonor. Pasalnya seiring perempuan makin tua, jumlah dan kualitas sel telurnya makin menurun sampai akhirnya mencapai menopause. Kesuburan perempuan lazimnya mulai menurun setelah usia 37 tahun. Mendapatkan kehamilan di atas usia 44 tahun sangat sulit dan juga menimbulkan risiko keguguran,” ungkap Claudia de la Cuesta-Ransom dkk. dalam Understanding the Path to Menopause: A New Perspective on Perimenopause and Menopause.


Dengan alasan usia pasien yang sudah lansia, dr. Umashankar pun menangani persalinan Mangamma dengan bedah caesar pada 5 September 2019. Pasutri lansia itu pun akhirnya berbahagia setelah bayi kembar mereka berjenis kelamin perempuan yang dinamai Rama Tulasi dan Uma Tulasi lahir dengan keadaan sehat. Namun, Mangamma kemudian mesti mengasuh keduanya sendirian lantaran sang suami, Rajarao, wafat karena serangan jantung pada 2020.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Sumatra Utara dan Aceh dulu juga pernah dilanda banjir parah. Penyebabnya sama-sama penebangan hutan.
Tersambar Petir di Depok

Tersambar Petir di Depok

Depok terkenal dengan sambaran petirnya. Banyak memakan korban, sedari dulu hingga hari ini.
Pelaut Belanda Jadi Nama Ikan

Pelaut Belanda Jadi Nama Ikan

Ikan kerapu bintik tropis pernah dikenal dengan nama Jacob Evertsen. Nama tersebut berasal dari seorang pelaut Belanda yang wajahnya dipenuhi bintik-bintik seperti ikan tersebut.
Giuseppe Garibaldi Menjelajah Segara

Giuseppe Garibaldi Menjelajah Segara

Ada empat kapal perang Italia yang menyandang nama Giuseppe Garibaldi. Salah satunya kapal induk yang rencananya dibeli Indonesia.
Ducati dari Masa Lalu

Ducati dari Masa Lalu

Para pendiri Ducati sejatinya “tukang insinyur” berbagai bidang. Nyaris dieksekusi regu tembak sebelum banting setir bikin motor.
bottom of page