top of page

Sejarah Indonesia

Anak Anak Himmler Dan Obsesi Nazi Terhadap Ras Unggul

“Anak-anak” Himmler dan Obsesi Nazi terhadap Ras Unggul

Heinrich Himmler menyerukan penculikan anak-anak Eropa Timur yang memiliki kriteria ras unggul untuk mewujudkan “keturunan super baru” bagi imperium Jerman.

25 Februari 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Seorang ahli ras tengah melakukan pemeriksaan terhadap anak laki-laki. Salah satu tes yang dilakukan adalah pemeriksaan warna mata. (Guus de Vries, Himmler's Children).

OBSESI Reichsführer-SS, Heinrich Himmler, dalam mewujudkan “keturunan super baru” yaitu keluarga pria dan wanita yang memenuhi persyaratan rasial, keturunan, dan ideologis untuk menjadi kelas teratas bagi masa depan imperium Jerman melatarbelakangi pembentukan Lebensborn pada Desember 1935. Begitu besarnya perhatian Himmler terhadap Lebensborn menjadikan lembaga ini sebagai proyek prioritas dengan ribuan pekerja dan menghabiskan ratusan juta mark.


Himmler, melalui Lebensborn, tak hanya mendorong pengoperasian rumah-rumah bersalin serta panti asuhan di Jerman dan berbagai wilayah yang diduduki Nazi. Ia juga mengarahkan para ahli ras Nazi untuk melakukan penelitian sebagai upaya mewujudkan generasi ras unggul. Bahkan, menurut Clarissa Henry dan Marc Hillel dalam Children of the SS, Himmler memberikan izin dan wewenang pada Lebensborn untuk melakukan pemusnahan anak-anak abnormal yang, menurut prinsip-prinsip reproduksi eugenik selektif, seharusnya tidak pernah dilahirkan.


“Tidak ada kebutuhan untuk bersikap bijaksana atau bersimpati dalam memberi tahu orang tua sang anak tentang keputusan ‘mensterilkan’ keturunan mereka… Pihak berwenang Lebensborn bahkan terikat lebih ketat daripada rumah sakit bersalin lainnya di Jerman untuk melaporkan kepada otoritas kesehatan Reich semua kasus keterbelakangan bawaan, mikrosefali, kelumpuhan berbagai jenis, dan semua jenis cacat fisik dan mental lainnya dengan tujuan untuk melindungi ‘kekayaan genetik rakyat Jerman’. Sebagian dari kasus-kasus tersebut diserahkan kepada Komite Reich untuk Penyelidikan Ilmiah Penyakit dan Cacat Bawaan,” tulis Henry dan Hillel.


Setelah menjalani pemeriksaan, anak-anak itu dibawa ke sebuah tempat untuk dilikuidasi. Mayat-mayatnya –khususnya anak-anak Nordik– dibedah untuk penelitian ilmiah terkait penyakit keturunan dan kelainan bawaan.

Anak laki-laki Polandia tengah menjalani pemeriksaan untuk mengetahui nilai rasial mereka. (Guus de Vries, Himmler's Children).
Anak laki-laki Polandia tengah menjalani pemeriksaan untuk mengetahui nilai rasial mereka. (Guus de Vries, Himmler's Children).

Kendati tujuan utama Lebensborn adalah meningkatkan angka kelahiran bayi yang memiliki ras unggul dengan mencegah aborsi di kalangan wanita belum menikah, lembaga ini juga mengarahkan pandangannya kepada anak-anak yang memiliki karakteristik ras unggul di negara lain yang diduduki Jerman. R.M. Douglas menulis dalam Orderly and Humane: The Expulsion of the Germans After the Second World War, di bawah Generalplan Ost, rencana induk Jerman untuk pembersihan etnis di Eropa tengah dan timur, Kantor Pusat Ras dan Permukiman, sebuah badan SS, bertanggungjawab mengidentifikasi dan mengambil anak-anak Polandia yang “bernilai secara ras” yang berusia di bawah delapan hingga sepuluh tahun dari orang tua mereka.


Ketika mengunjungi Polandia setelah serangan September 1939, Himmler terkesan dengan anak-anak berambut pirang dan bermata biru. Menurutnya, banyak orang yang dianggap sebagai “orang Polandia” adalah ras Arya yang mengalami “Polonisasi” dan yang, “jika mereka cukup muda, dapat dididik kembali untuk menjadi bagian dari bangsa Jerman.”


Pada tahun-tahun berikutnya, sekelompok perempuan (yang disebut “Brown Sisters”) dari Nationalsozialistische Volkswohlfahrtsamt atau Kantor Kesejahteraan Rakyat Sosialis Nasional menjelajahi wilayah Polandia, bekerja sama dengan para penyelidik rasial SS, menculik anak-anak yang berpotensi menjadi orang Nordik dari panti asuhan, sekolah, dan terkadang dari jalanan umum.


Anak-anak ini menjalani serangkaian tes fisik dan psikologis. Sebagian besar dari mereka dikembalikan ke rumah, dibawa sebagai pekerja paksa ke Jerman, atau dikirim ke kamp-kamp konsentrasi untuk dimusnahkan. Sementara itu, anak-anak yang memenuhi kriteria rasial Nazi ditempatkan di pusat perawatan Lebensborn; jika sudah dewasa, mereka diadopsi oleh keluarga Jerman yang ditugasi untuk membalikkan “Polonisasi” yang mereka alami sejak lahir.


“Sebagian besar catatan tentang skema penculikan rasial Nazi dihancurkan sebelum perang berakhir; perkiraan jumlah anak-anak Polandia yang terseret skema tersebut berkisar antara 20.000 hingga 200.000 orang…Dengan cara yang sama, sejumlah kecil anak-anak yang ‘berharga secara ras’, yang orang tuanya telah dibunuh oleh Jerman sebagai partisan atau dalam rangka pembalasan dipindahkan dari Uni Soviet, Cekoslowakia, dan Yugoslavia yang diduduki dan dikirim ke Jerman untuk di-Jermanisasi,” tulis Douglas.


Dalam surat tertanggal 18 Juni 1941, Himmler menjelaskan bahwa rencananya sebagai upaya pemulihan anak-anak tipe Nordik dari wilayah pendudukan di Polandia untuk dididik ulang dan diadopsi oleh keluarga tanpa anak yang dipilih dan diseleksi dengan cermat:


“Saya akan menganggapnya benar jika anak-anak kecil dari keluarga Polandia yang menunjukkan karakteristik rasial yang sangat baik ditangkap dan dididik oleh kami di lembaga-lembaga khusus anak-anak dan rumah-rumah anak-anak, yang tidak boleh terlalu besar. Setelah setengah tahun, silsilah dan dokumen-dokumen yang layak dari anak-anak yang terbukti dapat diterima harus diperoleh. Setelah satu tahun, harus dipertimbangkan untuk memberikan anak-anak tersebut sebagai anak asuh kepada keluarga yang tidak memiliki anak dari ras yang baik,” jelas Himmler sebagaimana dikutip Gregers Einer Forssling dalam Nordicism and Modernity.

Pada musim panas 1941, di sekitar Minsk, Kostha Pablowitsch Harelek dipilih secara pribadi oleh Himmler untuk di-Jermanisasi. (Guus de Vries, Himmler's Children).
Pada musim panas 1941, di sekitar Minsk, Kostha Pablowitsch Harelek dipilih secara pribadi oleh Himmler untuk di-Jermanisasi. (Guus de Vries, Himmler's Children).

Berangkat dari pandangan Himmler itulah, instruksi 67/1 memerintahkan agar anak-anak Polandia yang memiliki karakteristik ras unggul dipindahkan. Dalam operasi ini, yang mencakup sejumlah departemen SS dan unit militer di lapangan, RuSHA dan Lebensborn memainkan peran penasihat dan praktis yang signifikan.


Anak-anak yang diambil oleh Nazi dikirim ke kamp-kamp penampungan di Lodz atau Kalisz di Polandia. Mereka difoto dan diperiksa sesuai kriteria 62 karakteristik fisik yang ditetapkan oleh RuSHA. Daftar ini mencakup tinggi badan, warna rambut dan mata, warna kulit, serta bentuk dan panjang kepala dan hidung. Anak-anak yang cocok dengan kriteria karakteristik dan paling Nordik, yang berusia antara dua dan enam tahun, diproses di panti-panti Lebensborn, yang merawat dan mempersiapkan mereka untuk diadopsi oleh keluarga Jerman yang tidak memiliki anak. Persiapan ini termasuk pembuatan identitas baru dengan akta kelahiran palsu dengan nama dan tempat lahir Jerman untuk menyembunyikan asal-usul anak tersebut. Anak-anak yang lebih tua, yang tidak segera diadopsi, dikirim ke Heimschulen. Di sekolah asrama yang dikelola SS ini mereka dipaksa melupakan masa lalunya, diajari berbicara bahasa Jerman, dan dididik dengan keyakinan Nazi.


Kesaksian Marie Doležalová dari Nuremberg memberikan gambaran mengenai proses ini. Ketika berusia 15 tahun, Marie menyaksikan pembalasan Nazi di desa Lidice, Ceko, pada 9 Juni 1942, setelah pembunuhan Reinhard Heydrich, pemimpin SS-Obergruppenführer, oleh para pejuang perlawanan tanggal 27 Mei 1942. Pembalasan sadis itu menyebabkan 173 pria tewas ditembak dan 200 wanita diangkut ke kamp konsentrasi Ravensbrück di Jerman. Sementara itu, 184 anak-anak dibawa ke Lods di Polandia. Anak-anak tersebut menjalani pemeriksaan fisik dan psikologis. Marie menjadi salah satu dari tujuh anak yang dipilih untuk dipindahkan.


“Begitu para ‘penguji ras’ RuSHA tiba di Lodz, mereka menilai setiap anak untuk mengetahui tanda-tanda kualitas Arya. Mereka ‘gagal’ terhadap 103 anak; 74 di antaranya diserahkan kepada Gestapo untuk dibawa ke kamp pemusnahan di Chelmo, yang berjarak 70 kilometer jauhnya. Di sini, mereka digas sampai mati dengan truk-truk pembunuh yang dirancang khusus. Hanya tujuh orang yang dipilih sebagai kandidat yang cocok untuk di-Jermanisasi,” tulis Forssling.

Marie Doležalová (15 tahun) merupakan salah satu anak Ceko yang dibawa ke Lebensborn. Ia menjadi saksi di pengadilan Nuremberg. (USHMM/Guus de Vries, Himmler's Children).
Marie Doležalová (15 tahun) merupakan salah satu anak Ceko yang dibawa ke Lebensborn. Ia menjadi saksi di pengadilan Nuremberg. (USHMM/Guus de Vries, Himmler's Children).

Marie bersama enam anak lain diberi pelatihan khusus. Mereka berbaur dengan anak-anak lain yang memiliki karakteristik ras unggul dari sejumlah negara. Mereka dipaksa belajar berbicara bahasa Jerman dan dihukum jika berbicara dalam bahasa ibu mereka. Setelah proses “Jermanisasi”, Marie diadopsi oleh pasangan Jerman dan dipaksa untuk melupakan masa lalunya.


“Dalam visi masa depan Himmler tentang Nazisme, regenerasi sumber daya gen Nordik tidak hanya terletak pada pembiakan selektif, tetapi juga pada ‘Nordifikasi’ pikiran. Hal ini untuk memastikan bahwa melalui indoktrinasi terprogram tentang Nordikisme budaya dan politik, para pemuda akan menyadari warisan Nordik mereka, keterikatan mereka pada tanah dan tugas mereka untuk memperbaiki dan memperluas garis keturunan mereka,” jelas Forssling.


Himmler sangat terbuka dengan rencananya menciptakan generasi baru yang memiliki ras unggul. Oleh karena itu, ia mendorong berbagai upaya untuk mewujudkannya. Tim dokter SS mengunjungi kamar bayi di rumah sakit, mengambil bayi yang baru lahir yang menunjukkan jejak darah Arya. Jika seorang anggota SS melihat seorang anak perempuan atau laki-laki bermain di jalan, atau seorang perempuan mendorong kereta bayi, ia bisa mengambil anak itu untuk alasan yang sama.


Para perawat SS yang mengenakan seragam cokelat, membawa bayi dan balita yang diambil paksa ke rumah-rumah Lebensborn. Keluarga-keluarga Arya kemudian mengadopsi mereka. Di saat anak-anak itu beradaptasi dengan keluarga baru dan belajar berbicara dalam bahasa Jerman, Nazi menghancurkan semua catatan tentang asal-usul mereka dan menulis nama Jerman pada akta kelahiran yang dipalsukan. Dalam akta tersebut, mereka digambarkan sebagai yatim piatu, ibu mereka meninggal saat melahirkan dan ayah mereka terbunuh dalam perang.


Setelah Perang Dunia II, sejumlah orang tua dari negara-negara bekas pendudukan Jerman, khususnya Polandia, melacak keberadaan anak-anak yang hilang. Namun, hal ini bukan proses yang mudah. Terbatasnya informasi –seluruh dokumentasi program ini dimusnahkan pada April 1945– serta indoktrinasi kepada anak-anak itu membuat proses pelacakan memakan waktu cukup panjang dan menguras emosi bagi orang tua maupun anak-anak.


Menurut sejarawan dan jurnalis investigasi, Gitta Sereny dalam The German Trauma: Experiences and Reflections 1938-2001, polemik yang mewarnai upaya mengembalikan anak-anak korban perang yang diculik Nazi kepada orang tua kandung mereka di negara asalnya membuat Lebensborn, yang memainkan peran besar dalam penculikan dan Jermanisasi seperempat juta anak-anak Eropa Timur, menjadi salah satu lembaga paling berbahaya dan mengerikan yang didirikan Nazi.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Sumatra Utara dan Aceh dulu juga pernah dilanda banjir parah. Penyebabnya sama-sama penebangan hutan.
Tersambar Petir di Depok

Tersambar Petir di Depok

Depok terkenal dengan sambaran petirnya. Banyak memakan korban, sedari dulu hingga hari ini.
Pelaut Belanda Jadi Nama Ikan

Pelaut Belanda Jadi Nama Ikan

Ikan kerapu bintik tropis pernah dikenal dengan nama Jacob Evertsen. Nama tersebut berasal dari seorang pelaut Belanda yang wajahnya dipenuhi bintik-bintik seperti ikan tersebut.
Giuseppe Garibaldi Menjelajah Segara

Giuseppe Garibaldi Menjelajah Segara

Ada empat kapal perang Italia yang menyandang nama Giuseppe Garibaldi. Salah satunya kapal induk yang rencananya dibeli Indonesia.
Ducati dari Masa Lalu

Ducati dari Masa Lalu

Para pendiri Ducati sejatinya “tukang insinyur” berbagai bidang. Nyaris dieksekusi regu tembak sebelum banting setir bikin motor.
bottom of page