top of page

Sejarah Indonesia

Benteng Pendem Van Den

Benteng Pendem Van Den Bosch

Penggagas tanam paksa, Johannes Graaf van den Bosch diabadikan namanya dalam sebuah benteng di Ngawi, Jawa Timur. Benteng ini dijadikan pusat pertahanan Belanda pada masa kolonial.

13 Juli 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Benteng Van Den Bosch tahun 1940. (KITLV).

Diperbarui: 25 Jul

DI tepian pertemuan Sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun, berdiri kokoh sebuah benteng peninggalan masa kolonial bernama Benteng Van Den Bosch. Nama ini merujuk kepada Johannes Graaf van den Bosch, Gubernur Jenderal Hindia Belanda tahun 1830 sampai 1834. Sempat mengalami beberapa kali perubahan fungsi, kini Benteng Van Den Bosch telah direvitalisasi menjadi tempat wisata edukasi yang ramai dikunjungi.


“Benteng Van Den Bosch dibangun antara tahun 1839-1845 oleh pemerintah Hindia-Belanda, di mana pada waktu itu Ngawi mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam transportasi,” catat Miftaqurrohman dan Nailiya dalam Sejarah Lokal dan Tradisi Lisan Tentang Babad Tempurejo.

Benteng Van den Bosch dilihat dari atas tahun 1940. (KITLV).
Benteng Van den Bosch dilihat dari atas tahun 1940. (KITLV).

Bangunan Arsitektur

Meskipun dibangun pada masa kolonial, benteng ini tidak sepenuhnya bergaya Eropa. Tetapi telah bercampur dengan arsitektur lokal yang disesuaikan dengan iklim setempat. Secara keseluruhan benteng ini memiliki denah berbentuk empat persegi panjang. Ukuran bangunan cukup besar yaitu panjang 160 m dan lebar 80 m. Dinamakan Benteng Pendem karena sebagian bangunan dibuat seperti terpendam di dalam tanah. Hebatnya, meski dibuat terpendam, benteng ini tidak pernah banjir karena dikelilingi oleh saluran air.

Denah lingkungan sekitar Benteng Van den Bosch. (Nationaal Archief).
Denah lingkungan sekitar Benteng Van den Bosch. (Nationaal Archief).

Saluran pembuangan air berasal dari parit yang mengelilingi benteng dan dari bangunan yang ada di dalamnya. Saluran ini terletak di sebelah utara atau bagian belakang benteng. Air yang mengalir akan dibuang melalui gorong-gorong menuju sungai.


“Secara umum saluran pembangunan air di kompleks Benteng Van Den Bosch atau Benteng Pendem diarahkan ke dua sungai yang ada di sebelah barat maupun timur benteng, yaitu Sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun,” catat M Chawari dan Henki Riko dalam Benteng Van Den Bosch Dalam Lintasan Sejarah.


Bangunan Benteng Van Den Bosch terbagi menjadi dua yaitu bagian dalam dan bagian luar. Keduanya memiliki fungsi yang beragam. Bagian tengah benteng atau bagian dalam terdapat halaman luas dengan alas rumput hijau.


“Melihat posisi halaman yang demikian ini diduga berfungi sebagai tempat latihan dan sekaligus merupakan titik kumpul pasukan dalam menjalankan tugas, serta tempat kegiatan yang melibatkan banyak personil,” catat M. Chawari dan Henki Riko.


Di sekeliling halaman dalam terdapat bangunan kantor, rumah dinas, barak prajurit, gudang mesiu, dapur, kamar mandi, dan makam K.H. Muhammad Nursalim.


“Pada bagian pojok bangunan terdapat ruang untuk penjara. Penjara ini pernah digunakan untuk menjarakan tahanan perang saat pecah perang Diponegoro, salah satunya K.H. Muhammad Nursalim,” catat Teguh Purwanti dalam Benteng.


K.H. Muhammad Nursalim adalah salah satu pengikut Pangeran Diponegoro yang ditugaskan untuk menguasai daerah Ngawi. Ia aktif dalam membangkitkan semangat perjuangan rakyat Ngawi dalam melawan pasukan Belanda. Atas peran pentingnya, ia dimakamkan di bagian gerbang bagian belakang benteng ini.

Penjelasan mengenai KH Muhammad Nursalim di dalam Benteng Van Den Bosch. (Laila Amalia/Historia.ID).
Penjelasan mengenai KH Muhammad Nursalim di dalam Benteng Van Den Bosch. (Laila Amalia/Historia.ID).

Benteng Pertahanan Belanda

Secara administratif, benteng ini terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Letaknya sekitar 2,5 km timur laut dari kota Ngawi. Benteng ini dikelilingi oleh tanggul buatan dari tanah yang lebih tinggi daripada benteng itu sendiri sehingga tidak terlalu tampak jika dilihat dari luar.


“Oleh karena itu, benteng ini juga sering disebut dengan istilah Benteng Pendem, karena seolah-olah terpendam di dalam tanah,” catat M Chawari dan Henki Riko dalam Benteng Van Den Bosch Dalam Lintasan Sejarah.

Benteng ini dijadikan pusat pertahanan Belanda setelah berhasil menduduki Ngawi pada tahun 1825. Proses pembangunan dimulai pada tahun 1839 dan selesai tahun 1845. Benteng ini dibangun sebagai upaya dalam mengurangi perlawanan dari masyarakat lokal kepada kolonial Belanda.

Foto Johannes Van den Bosch di Benteng Van Den Bosch. (Laila Amalia/Historia.ID).
Foto Johannes Van den Bosch di Benteng Van Den Bosch. (Laila Amalia/Historia.ID).

“Benteng ini dibangun untuk mengantisipasi maraknya perlawanan 29 pangeran dan 41 bupati di Jawa Tengah dan Jawa Timur terhadap Kompeni dalam Perang Jawa (1825-1830) pimpinan Diponegoro,” catat Budi Sulistiyono Kanang dalam Meniti Jati Diri Ngawi.


Lokasi yang dipilih sangat strategi karena berada di antara jalur perdagangan Sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun. Selesai dibangun, benteng ini digunakan untuk hunian tentara Belanda. Selain itu, benteng ini juga dimanfaatkan pemerintah kolonial untuk mengawasi lalu lintas air yang melewati sungai.


“Pada masa gunanya, benteng ini dihuni oleh tentara Belanda sebanyak sekitar 250 orang yang bersenjatakan bedil, 6 meriam api, dan 60 orang kavaleri,” catat M Chawari dan Henki Riko.


Selain difungsikan sebagai pertahanan militer, Benteng Van Den Bosch juga digunakan sebagai pusat pengelolaan tanam paksa, terutama untuk komoditas tebu hingga proses produksi gula. Pada masa itu, wilayah Ngawi dan sekitarnya memiliki enam pabrik gula yaitu Pabrik Gula Soedono, Purwodadi, Redjosarie, Pagotan, Kanigoro, dan Rejo Agung Baru. Pada tahun 1926, benteng ini berfungsi sebagai Lands Opvoeding Gesticht (Lembaga Pendidikan Negara). Lembaga ini bertujuan untuk membina anak muda yang melakukan kejahatan.


Dikutip dari suratkabar Provincale Drentsche Asser Courant pada 30 Agustus 1926, diektahui Lands Opvoeding Gesticht sering memberikan hukuman fisik. Mereka kerap menggunakan rotan untuk mendisiplinkan anak laki-laki yang sulit diatur. Enam tahun kemudian lembaga ini tidak lagi beroperasi di Benteng Van den Bosch. Murid-murid LOG dipindahkan ke daerah lain.

“Ketika Lands Opvoeding Gesticht (LOG) di Ngawi ditutup enam bulan lalu, sebagian besar murid dipindahkan ke Malang,” dikutip dari suratkabar De Indische Courant pada 26 Mei 1933.

Gerbang dalam Benteng Van Den Bosch bertuliskan 1839-1845 dan LOG 1926. (Laila Amalia/Historia.ID).
Gerbang dalam Benteng Van Den Bosch bertuliskan 1839-1845 dan LOG 1926. (Laila Amalia/Historia.ID).

Menjadi Kamp Sipil Khusus Tawanan Perang

Pada masa pendudukan Jepang, Benteng Van Den Bosch berfungsi sebagai kamp atau tempat penahanan. Jepang mengirim Divisi ke-48 di Jawa Tengah dan perbatasan Jawa Timur. Fase awal kedatangan Jepang, Benteng Van Den Bosch dijadikan kamp khusus untuk interniran laki-laki. Jumlahnya mencapai 1.580 orang. Mereka ditahan di barak, bagian depan halaman.


Dikutip dari suratkabar Oprechte Haarlemsche Courant pada 10 Mei 1940, pasukan anggota militer menjadikan Benteng Van Den Bosch sebagai kamp interniran yang dikelilingi oleh kawat berduri dan lampu-lampu listrik. Satu detasemen terdiri dari 80 polisi.


“Informasi lain mengatakan bahwa pada Februari 1942 benteng ini digunakan untuk menahan baik laki-laki, perempuan, dan anak-anak Eropa termasuk banyak pegawai negeri dan pegawai tingkat tinggi dari Jawa Tengah dan Jawa Timur” catat M Chawari dan Henki Riko.


Jepang memerintah Indonesia dengan pendekatan yang berbeda dari Belanda. Salah satunya adalah dengan berusaha mengambil hati rakyat Indonesia agar mudah dikendalikan. Selain itu, para pejabat Belanda digantikan oleh orang-orang Indonesia, yang kemudian berada di bawah kendali pemerintah militer Jepang.


“Disebabkan Jepang masih ingin mengambil hati rakyat, juga sebenarnya orang-orang Jepang di Indonesia belum banyak, maka Jepang menggantikan pejabat Belanda sebagian kepada bangsa Indonesia terlebih dahulu, baru nanti secara perlahan-lahan Jepang menggantikan jabatan yang dimaksud dengan orang Jepang sendiri,” catat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur.


Menjelang kemerdekaan Indonesia, fungsi benteng ini difokuskan sebagai tempat penahanan bagi laki-laki saja. Tidak hanya orang Indonesia, tetapi juga anak keturunan Indo-Eropa turut ditahan di sini. Mereka ditahan karena menolak untuk bersumpah setia kepada penguasa Jepang. Jumlah tahanan sekitar 737 orang. Setelah Indonesia merdeka, mereka dipindahkan dari Ngawi ke tempat-tempat lain seperti Yogyakarta.



Cagar Budaya di Ngawi. (Laila Amalia/Historia.ID).


Pasca kemerdekaan, benteng ini digunakan oleh Pasukan Gelatik, yakni pasukan di bawah Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Tidak lama ditempati, Pasukan Gelatik digantikan oleh Pasukan 520. Namun, pasukan ini dipindah ke Madiun digantikan oleh Batalion Artileri Medan12 (ARMED 12) pada tahun 1962. Pasukan ini menjadikan Benteng Van Den Bosch sebagai asrama mereka dalam bertugas. Kemudian tahun 1979, asrama ini pindah ke Kie Unit di Desa Grudo, Ngawi.


“Selanjutnya pada tahun 1983 dengan terselesaikannya seluruh pembangunan asrama, maka Markas Batalion dipindahkan ke asrama yang baru, selain itu induk satuan atas Yonarmed 12 Kostrad 76-Para yaitu Menarmed 2/ Kostrad yang berkedudukan di Malang berubah menjadi Menarmed 1/Kostrad pada tanggal 26 Juli 1983,” catat M. Chawari dan Henki Riko.


Setelah tidak lagi digunakan oleh Batalion ARMED 12, kepemilikan Benteng Van Den Bosch beralih ke Pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi. Kemudian tahun 2014, pemerintah berencana melakukan revitalisasi namun belum terealisasi. Baru pada Februari 2019, saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke Ngawi Benteng Van Den Bosch direvitalisasi. Berdasarkan Surat Keputusan 427/M/2022 benteng ini ditetapkan sebagai cagar budaya dan difungsikan sebagai destinasi wisata edukatif.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page