top of page

Sejarah Indonesia

Cerita Di Balik Pembangunan World Trade

Cerita di Balik Pembangunan World Trade Center

Rencana pembangunan World Trade Center muncul sebelum Perang Dunia II, tetapi baru terlaksana pada 1960-an. Menara kembar di kompleks ini dua kali mendapat serangan.

11 September 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Menara kembar World Trade Center dipotret sekitar tahun 1990. (Wikimedia Commons).

KOMPLEKS World Trade Center dipandang sebagai salah satu tonggak kejayaan Amerika Serikat setelah kemenangan Sekutu pada Perang Dunia II. Meski begitu, rencana pembangunan proyek ambisius ini sudah mengemuka sejak sebelum perang. Ketika itu, salah satu anjungan yang ditampilkan dalam New York’s World Fair 1939 dinamai World Trade Center yang didedikasikan untuk “perdamaian dunia melalui perdagangan”.


Menurut Randy Laist dalam The Twin Towers in Film: A Cinematic History of New York’s World Trade Center, kehadiran World Trade Center dalam pameran dunia itu bukan suatu kebetulan sebab penyelenggaraan World Fair kerap dimanfaatkan untuk merayakan kemajuan teknologi terbaru peradaban Barat. New York’s World Fair 1939 menonjol karena penekanannya pada masa depan utopis yang didorong oleh teknologi, seperti diwakili oleh bentuk arsitektur luar biasa dari Trylon, Perisphere, dan Helicline, struktur geometris raksasa yang menjadi simbol acara tersebut.


“Ketika ide World Trade Center dihidupkan kembali setelah Perang Dunia II, pengembangan yang diusulkan tetap mempertahankan premis utopisnya,” tulis Laist.


Tujuh tahun setelah New York’s World Fair 1939, Winthrop W. Aldrich, pendukung perdagangan internasional sebagai jalan menuju perdamaian dunia, ditunjuk oleh Gubernur New York, Thomas E. Dewey, untuk memimpin lembaga World Trade Corporation dengan misi membangun kompleks World Trade Center. Setelah berbulan-bulan melakukan studi kelayakan proyek, korporasi itu justru menyarankan agar ide tersebut ditinggalkan.


Leonard I. Ruchelman mencatat dalam The World Trade Center: Politics and Policies of Skyscraper Development, korporasi itu menyarankan agar New York fokus pada perbaikan kawasan tepi laut yang semakin rusak. Walau begitu, ide membangun pusat bisnis tidak mati dan pada akhir tahun 1950-an, ide tersebut dihidupkan kembali oleh Asosiasi Downtown-Lower Manhattan (DLMA), yang dibentuk pada 1957-58 di bawah kepemimpinan David Rockefeller, presiden Chase Manhattan Bank yang juga keponakan Aldrich.


“Tujuan utama organisasi para pengusaha terkemuka ini adalah mempertimbangkan cara-cara untuk meningkatkan kawasan Lower Manhattan... Setelah menetapkan landasan untuk pengembangan kawasan tersebut, DLMA segera menghasilkan serangkaian proposal yang lebih spesifik untuk World Trade Center di lahan 13,5 acre... Asosiasi tersebut mengusulkan agar kawasan itu diisi dengan struktur gabungan kantor dan hotel dengan tinggi 50 hingga 70 lantai, pusat perdagangan internasional dan ruang pameran enam lantai, serta gedung bursa efek pusat... Teater, restoran, dan toko-toko akan menghiasi sisi-sisi jalur sepanjang lima blok yang akan terhubung, pada gilirannya, dengan perumahan pribadi,” tulis Ruchelman.


Rockefeller menggandeng Port of New York Authority –lembaga antarnegara bagian yang bertanggung jawab atas pembangunan dan pemeliharaan bandara, jembatan, terowongan, dan pelabuhan lokal– untuk merancang rencana pembangunan pusat perdagangan dunia di Lower Manhattan. Rencananya pusat bisnis ini dibangun di sisi barat Lower Manhattan, tepat di seberang lokasi sisi timur area Wall Street. Kawasan ini, mulai tahun 1920-an, adalah komunitas yang dikenal sebagai “Radio Row”. Toko-toko sederhana yang menjual radio, televisi, gramofon, serta suku cadangnya itu tidak termasuk dalam lingkaran glamor Wall Street.


“Toko-toko ini menjadi favorit para penggemar do-it-yourself lokal. Namun, kawasan itu tidak memiliki pengaruh politik yang membuatnya dapat bertahan, dan meskipun ada protes dan gugatan hukum lokal, kawasan ini dihancurkan melalui hak konsinyasi pada awal 1960-an. Port Authority kemudian mempekerjakan arsitek Amerika bernama Minoru Yamasaki untuk merancang kompleks yang akan menjadi tempat berdirinya World Trade Center,” tulis Elizabeth B. Greene dan Edward Salo dalam Buildings and Landmarks of 20th- and 21st-Century America: American Society Revealed.


Konstruksi pembangunan World Trade Center dimulai pada Februari 1967. Pusat bisnis itu dibangun dalam bentuk kompleks superblok dengan luas mencapai 16 acre. Terdiri dari tujuh bangunan, termasuk dua menara kembar yang memiliki 110 lantai dan dapat menampung 50.000 pekerja, serta lima bangunan lebih rendah di sekitarnya. Menara kembar bernama North Tower dan South Tower itu masing-masing setinggi 1.368 dan 1.362 kaki, menjadikannya gedung tertinggi di dunia dari tahun 1971 hingga 1973, sebelum dikalahkan oleh Willis Tower di Chicago.


Pembangunan menara kembar memerlukan inovasi konstruksi modern. Salah satu yang menarik adalah sistem lift efisien yang disebut skylobby. Berbasis pada sistem kereta bawah tanah New York City dengan kereta ekspres dan kereta lokal, dua skylobby dibangun di lantai 44 dan 78. Penumpang harus berganti lift di lantai ke-44 atau ke-78 setelah perjalanan yang sangat cepat, dan beralih ke lift lokal yang akan mengantar mereka ke lantai tujuan.


Di masing-masing menara terdapat lift ekspres super cepat yang mencapai lantai ke-107. Lift ekspres tersebut dapat mengangkut 55 orang dan bergerak dengan kecepatan 1.600 kaki per menit. Selain itu, untuk mengurangi ayunan menara akibat angin, 11.000 peredam, serupa dengan peredam kejut, dipasang di setiap menara yang memiliki jendela mencapai 21.800.


Kompleks World Trade Center selesai dibangun pada 1973 di tengah krisis fiskal melanda Kota New York. Akibatnya, perkantoran di pusat bisnis ini sulit terisi. Perusahaan swasta tidak mampu membayar sewa tinggi di World Trade Center. Di tengah kesulitan mendapatkan penyewa, World Trade Center mendapat kritikan dari pengamat arsitektur dan kalangan intelektual.


Greene dan Salo mencatat, Paul Goldberger dari The New York Times menyebut kompleks tersebut membosankan, biasa-biasa saja, sombong, dan arogan. Majalah Harper’s mendapuknya sebagai “Kegagalan Tertinggi di Dunia”. Sementara kritikus lokal menyebut menara kembar sebagai David dan Nelson, nama saudara Rockefeller yang mempromosikan proyek tersebut.


Baru pada 1980-an, ketika ekonomi kembali booming, kompleks bisnis ini menarik perusahaan-perusahaan keuangan dan sewa meningkat. Menara kembar yang ikonik itu juga menjadi objek favorit wisatawan.


“Akhirnya, bahkan kritikus yang paling keras pun melunakkan pandangan mereka tentang kompleks ini. Goldberger mengakui bahwa menara-menara itu menjadi pemandangan yang menarik di cakrawala... kritik awal terhadap kompleks tersebut berkurang seiring dengan World Trade Center menjadi elemen yang familiar di cakrawala kota,” tulis Greene dan Salo.


Perhatian terhadap World Trade Center semakin besar ketika aksi-aksi luar biasa dilakukan di sana. Pada Agustus 1974, Philippe Petit berjalan di tali kawat antara kedua menara. Tiga tahun kemudian, pada Mei 1977, George Willig mendapat julukan “The Human Fly” setelah mendaki ke puncak menara selatan menggunakan alat pendakian buatan sendiri.


Namun, menara kembar juga menjadi target aksi teror. Sebuah bom berdaya ledak setara 2.200 pon TNT meledak di area parkir bawah tanah North Tower pada 26 Februari 1993. Ledakan tersebut menewaskan enam orang dan melukai lebih dari 1.000 orang. Kerusakan diperkirakan $600 juta.


Delapan tahun berselang, pada 11 September 2001 dua pesawat menabrak menara kembar World Trade Center. Pesawat pertama merobek sisi North Tower dari lantai 94 hingga 98. Pesawat kedua menabrak South Tower, menghantam sudut bangunan dari lantai 84 hingga 78. Kedua menara itu runtuh dan hancur ke tanah. Jumlah korban tewas mencapai 2.606 jiwa.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page