top of page

Sejarah Indonesia

Dna Sepakbola Dan Tinju Ricky

DNA Sepakbola dan Tinju Ricky Hatton

Penggemar Bruce Lee yang beralih dari lapangan hijau ke ring tinju. Legenda yang humble hingga dihormati Mayweather hingga Pacquiao.

16 September 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

...

LEBIH dari 50 ribu penonton menyesaki Etihad Stadium pada laga derby Manchester mempertemukan tuan rumah Manchester City kontra Manchester United pada matchday ke-4 Premier League musim ini. Menjelang laga, para pemain serta ofisial meleburkan diri dengan penonton untuk menggemuruhkan aplaus selama satu menit guna mengenang sosok legendaris yang potretnya ditayangkan di videotron stadion dengan keterangan: “Ricky Hatton, MBE (1978-2025)” 

 

“Ia selalu tampil dengan (lagu klub) ‘Blue Moon’. Ia seorang Manchester Biru sejati. Kami dan siapapun yang pernah bertemu denganmu akan selalu merindukanmu. Semua pihak di klub ingin mengucapkan belasungkawa dari hati terdalam kepada keluarga dan para sahabat. Hanya akan ada satu Ricky Hatton. Marilah dalam momen ini kita memberikan aplaus untuk merayakan hidupnya, Ricky ‘The Hitman’ Hatton!” seru announcer stadion. 

 

Hatton bukan bintang sepakbola namun ia fans Manchester City. Ia bukan fans biasa, melainkan seorang petinju legendaris yang punya pengaruh besar dalam dunia tinju dunia, apalagi Inggris. 

 

Petinju yang aktif bertarung secara profesional selama 15 tahun (1997-2012) di kelas welter dan welter ringan itu ditemukan tak bernyawa di kediamannya di Hyde, Manchester pada Minggu (14/9/2025) pagi. Hingga tulisan ini diturunkan, belum ada keterangan penyebab kematiannya. Kepolisian Manchester hanya menyatakan Hatton wafat di usia 46 tahun tanpa keterlibatan pihak lain. 

 

Tak hanya Manchester City, dunia tinju, khususnya para petinju Inggris dan sejumlah petinju yang pernah berhadapan dengannya, turut terpukul atas kematian Hatton. Di masa jayanya, Hatton pernah merebut sejumlah titel dunia: IBF kelas welter dan welter ringan, WBA kelas welter dan welter ringan, dan IBO welter ringan. Amir Khan, Tyson Fury, hingga Manny Pacquiao asal Filipina pernah adu jotos dengan mendiang pada 2009. 

 

“Saya sangat terpukul mendengar kematian Ricky Hatton. Ia bukan hanya petarung hebat di dalam ring namun juga sosok yang berani dan baik hati dalam kehidupan. Kami berbagi momen-momen tak terlupakan dalam sejarah tinju dan saya akan selalu mengenang rasa hormat dan sportivitas yang pernah ia tunjukkan,” ungkap Pacquiao di media sosial Facebook-nya, dikutip The Manila Times, Senin (15/9/2025). 


Ricky "The Hitman" Hatton dengan gelar IBO dan The Ring (X @IBOBoxing)
Ricky "The Hitman" Hatton dengan gelar IBO dan The Ring (X @IBOBoxing)

Terjun ke Profesional usai Dicurangi di Amatir

Selain personel band Oasis bersaudara, Noel dan Liam Gallagher, Hatton adalah adalah sosok yang –meskipun tak pernah bermain sepakbola di klub– akan selalu dikaitkan dengan Manchester City. Sebab, kakeknya dan ayahnya disebutkan pernah berseragam klub berjuluk The Citizens itu meski hanya di tim cadangan. 

 

“Semua keluarga saya fans (Manchester) City. Hanya akan ada satu tim bagi saya. Meski demikian, ketika saya masih bertinju, fans Manchester United juga akan mendukung saya. Saya pikir itu hal terbaik yang bisa Anda gambarkan tentang dukungan saya tentang sebuah kota yang bersatu,” terang Hatton di laman resmi klub, 15 Maret 2020. 

  

Tidak ada banyak keterangan tentang kiprah kakeknya. Di beberapa sumber disebutkan, sang ayah, Ray Hatton, pernah berseragam Manchester City di tim cadangan pada 1966 hingga 1971 hingga sebuah cedera mengakhiri karier Ray Hatton. 


Richard John ‘Ricky’ Hatton sendiri lahir dari pasutri Carol dan Ray Hatton di Stockport, 6 Oktober 1978. Ia tumbuh di lingkungan kelas pekerja di Hyde. Seperti anak-anak Inggris kebanyakan era itu, ia pun mengenal permainan si kulit bundar sejak masa sekolah. 

 

“Seperti halnya ayah saya dan kakek saya, saya sempat bermain sepakbola dan saya juga mendukung Manchester City seperti mereka. Saya bermain di gelandang kanan dan skill saya lumayan ketika tampil untuk tim lokal di Hattersley. Kemudian saya beruji coba dengan Tameside (Schoolboys). Lalu saya direkrut Man City dan sempat berkarier di FA School of Excellence selama dua tahun,” ujar Hatton dalam otobiografi yang dituliskan bersama Tris Dixon, War and Peace: My Story.

 

Namun, ia urung menseriusi sepakbola. Akademi itu melepaskannya karena ia lebih getol menonton pertarungan tinju dan berlatih tinju di loteng rumahnya gegara kegemarannya menyaksikan aksi-aksi aktor laga Bruce Lee –tokoh favoritnya, selain film-film waralaba Rocky yang dibintangi Sylvester Stallone– di televisi sehingga sering bolos latihan. 


“Saya juga sangat menyukai film-film Bruce Lee dan saya ingin menjadi (petarung) seperti dia,” kata Hatton. 


Tekad itulah membuatnya terus menseriusi tinju. Tak ada keraguan padanya.

 

“Ia bergabung untuk berlatih di sasana tinju lokal di Hyde di usia 14 tahun setelah ia (diajak dua pamannya) menonton pertarungan antara Nigel Benn dan Chris Eubank (9 Oktober 1993) di Stadion Old Trafford. Seusai sekolah, ia bekerja di bisnis karpet milik keluarganya, namun setelah empat jarinya terluka, ayahnya memutasinya ke bagian pemasaran,” tulis Robert Nicholls dalam A-Z of Stockport: Places-People-History

 

Seiring bekerja sebagai salesman, Hatton mulai menggeluti tinju amatir pada 1994. Ternyata, seorang kerabatnya dulu juga seorang petarung di atas ring tinju. 

 

“Banyak orang menjulukinya ‘Spider Hatton’. Nama depannya juga Richard. Ia adik kakek saya. Kami menemukan fotonya dari era 1920-an dan dari perawakannya, ia tampak terlalu sopan untuk mengenakan sarung tinju. Akan tetapi ia figur yang dikenal sebagai petarung di kota Manchester. Keluarga saya baru mengetahuinya setelah saya mulai bertinju dan baru terjawab dari mana talenta tinju saya berasal".

 

Karier tinju amatirnya dirintis Hatton di sasana Louvolite Boxing Club. Kelak sang adik, Matthew, mengikuti jejaknya jadi petinju. Pelatih pertamanya, Ted Peate, lalu membawa Hatton ke debutnya di tinju amatir ketika baru tiga bulan berlatih. Lawannya bernama Danny Reynolds, laganya berlangsung di Leeds. Sejak itulah kecintaannya terhadap tinju kian tumbuh. 

 

“Pertarungan (melawan Reynolds) itu sangat ketat dalam tiga setengah menit setiap rondenya. Atmosfer penontonnya sungguh gila. Tetapi saya menyukainya. Semakin keras saya bertarung, semakin saya mencintai tinju,” imbuhnya. 

 

Lantaran mulai jadi langganan juara di tingkat nasional, Hatton diikutsertakan ke tim Inggris yang berlaga di Kejuaraan Junior Dunia AIBA di Havana, Kuba pada 1996. Event itu juga jadi titik baliknya karena setelahnya ia meninggalkan tinju amatir untuk beralih ke tinju profesional di kelas welter ringan. 

 

“Ia tersingkir di semifinal secara kontroversial dan kemudian diketahui ternyata para jurinya menerima suap. Hatton kecewa berat dengan dunia tinju amatir dan memutuskan untuk jadi petinju profesional di usia 18 tahun. Ia menang (TKO) pada debutnya melawan Colin McAuley dan juga pertarungan keduanya di Madison Square Garden, New York. Hatton dianugerahi penghargaan Petinju Muda Terbaik pada 1999 oleh British Boxing Writer’s Club,” sambung Nicholls. 

 

Nama Hatton melejit pasca-merebut gelar internasional pertamanya, WBO Inter-continental, medio Mei 1999 usai mengalahkan Dillon Carew. Adapun gelar dunia bergengsi pertamanya, IBF dan The Ring kelas welter ringan, direbutnya pada 4 Juni 2005 di Manchester Arena usai petinju Australia berdarah Rusia yang jadi lawannya, Kostya Tszyu, melempar handuk di ronde ke-11. 

 

Kedigdayaan “The Hitman” Hatton memakan korban lagi. Pada 26 November 2005, ia menambah titel WBA kelas welter ringan usai menganvaskan Carlos Maussa di ronde ke-9. Ia juga menyatukannya dengan gelar WBA kelas welter ketika naik kelas setelah menang angka dari Luis Collazo pada 13 Mei 2006. 

 

Hatton juga kemudian balik lagi ke kelas welter ringan untuk memenangkan laga pertaruhan gelar IBF dan IBO melawan Juan Urango pada 20 Januari 2007. Meski kemudian ia harus menyerah karena kalah TKO dari Floyd Mayweather Jr., pada 8 Desember 2007 ketika memperebutkan gelar WBC dan The Ring kelas welter. 

 

Tak hanya Mayweather, Hatton pun rela balik lagi untuk kesekian kali ke kelas welter ringan demi berhadapan dengan Manny Pacquiao. Gelar IBO dan The Ring kelas welter ringan yang jadi pertaruhannya di MGM Grand Garden Arena, Las Vegas, Amerika Serikat pada 2 Mei 2009. 

 

Namun Hatton juga harus mengakui kekalahan pertama via KO di kelas itu setelah dirobohkan Pacquiao di ronde ke-2. Hatton mengakhiri kariernya dan gantung sarung tinju pasca-pertarungan terakhirnya kontra Vyacheslav Senchenko pada 14 September 2012. 

 

“Saya kerap dijuluki People’s Champion. Ketika saya ditanya apa pencapaian terbaik, saya menjawab bukanlah pertarungan, pukulan, gelar, atau kemenangan tertentu, melainkan pendukung yang saya punya dan betapa mereka mencintai saya. Saya sudah cukup makan asam garam sepanjang hidup saya, baik peperangan di dalam maupun di luar ring, dengan luka-luka, depresi, dengan (pengalaman melawan) Tszyu, Mayweather, Pacquiao dan yang lainnya. Sekarang waktunya untuk berbahagia dan kedamaian,” tukasnya. 

 

Maka “selesailah tugas” Hatton jadi penjembatan antusiasme tinju dunia dengan publik Inggris, utamanya di era 1990-an hingga awal 2000-an, sebagaimana Mike Tyson di Amerika. Ia pensiun setelah 15 tahun di ring tinju profesional dengan catatan 48 pertarungan, 45 kali menang (32 KO) dan hanya 3 kali kalah. 

 

“Bagi saya yang keluar-masuk banyak sasana, hanya memori tentang Mike Tyson yang bisa menyaingi kenangan yang jelas tentang Ricky Hatton di masa jaya. Ia menjadi tontonan tersendiri yang mengundang penggemar tak terhingga di masa tinju Inggris sedang tersesat, seperti sekarang, karena terseret di antara era-era yang ada. Tinju pada dekade itu juga membentuk persimpangan para petarung hebat seperti Michael Watson, Chris Eubank Jr., Frank Bruno dan Naseem Hamed. Setelah mereka meredup, Hatton hadir dan membawa gelombang penggemar tinju baru karena ia sungguh mengasyikkan untuk ditonton di atas ring,” tukas jurnalis senior Donald McRae di kolom obituari The Guardian, Minggu (14/9/2025), “Unforgettable Ricky Hatton turned boxing into a spectacle for his vast army of fans”. 



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page