top of page

Sejarah Indonesia

Herman Pieters Panglima Kesayangan Sukarno

Setelah berjuang mempertahankan kemerdekaan di Jawa, Herman Pieters kemudian menjadi panglima di kampungnya. Pangkatnya mentok sampai kolonel.

8 Februari 2023
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Presiden Sukarno bersalaman dengan Letnan Kolonel Herman Pieters, panglima Kodam Maluku dan Irian Barat, dalam suatu acara di Jakarta pada 24 September 1957. (Arsip Nasional Belanda).

Orang-orang Ambon terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada 1945–1949. Mereka berhimpun dalam Pasukan Pattimura yang dibentuk pada Februari 1947 di Malang dengan Komandan dr. Pattiradjawane dan Kepala Staf dr. Siwabessy. Sementara Kepala Operasi adalah Herman Pieters dan wakilnya Minggus Nanlohy.


Herman Pieters lahir di Ambon pada 17 Desember 1924. Sebelum revolusi kemerdekaan, lulusan sekolah elektro Surabaya ini bekerja di perusahaan listrik di Surabaya. Ia dan banyak pemuda Ambon berjuang mendukung Republik Indonesia di Jawa Timur, meski mereka tahu banyak orang Ambon yang menjadi korban karena dituduh berada di pihak Belanda.


Setelah tentara Belanda angkat kaki dari Indonesia pada 1950, Herman Pieters dan banyak pemuda Ambon tetap menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Bahkan, ada pula bekas KNIL asal Ambon yang masuk TNI. Mereka dikirim ke Maluku untuk menumpas Republik Maluku Selatan (RMS).



“Bekas Pasukan Pattimura pimpinan Mayor Herman Pieters baru bisa memasuki kampung halamannya setelah penumpasan RMS, pada akhir 1950. Banyak di antara mereka kemudian memegang posisi penting dalam komando pasukan di wilayah itu,” tulis R.Z. Leirissa dalam PRRI, Permesta: Strategi Membangun Indonesia Tanpa Komunis. Herman Pieters tentu salah satunya.


Herman Pieters menjadi orang Ambon dengan pangkat tertinggi di TNI pada era 1950-an. Menurut catatan Pemilihan Umum Tahun 1982 Volume 16, setelah menjadi perwira staf di komando Tentara dan Teritorium VII Wirabuana, yang membawahkan seluruh bekas Negara Indonesia Timur dan hakim perwira di Ambon, sejak 1956 Herman Pieters menjadi komandan Resimen Infanteri ke-25 di Ambon.



Di sekitar memanasnya Permesta, Jenderal TNI Abdul Haris Nasution membagi wilayah komando Tentara dan Teritorium VII Wirabuana menjadi empat Komando Daerah Militer (Kodam): Kodam Udayana di Bali dan Nusa Tenggara, Kodam Hasanuddin di Sulawesi Selatan Tenggara, Kodam Merdeka di Sulawesi Utara Tengah, dan Kodam Pattimura di seluruh Maluku. Letnan Kolonel Herman Pieters menjadi panglima Kodam Pattimura pertama.


“Di Maluku bahkan di wilayah Indonesia bagian Timur nama Kolonel Herman Pieters dikenal. Di lingkungan istana pada tahun lima puluhan Herman Pieters dikenal karena ia kesayangan Bung Karno, presiden RI pertama,” catat M. Saleh Kamah dalam Catatan Seorang Wartawan. Herman Pieters pernah ikut dalam kunjungan Presiden Sukarno ke Mesir.


Herman Pieters cukup dipercaya oleh Nasution dan Sukarno. Kamah menyebut sebagai panglima ia pernah mengusulkan pengampunan dan pengangkatan bekas panglima RMS Thomas Nussy untuk menjadi perwira TNI. Usulan itu disetujui dan Letnan Thomas Nussy terlibat dalam operasi penumpasan Permesta lalu pembebasan Irian Barat.



Herman Pieters menjabatpanglima Kodam Pattimura di Malukuhanya sampai tahun 1960. Setelah itu, ia menjadi asisten Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang dijabat Nasution. Ketika usianya hampir 39 tahun,ia purnawirawan dengan pangkat terakhir kolonel. Ketika ia keluar dari TNI belum ada orang Ambon yang jadi jenderal. Baru setelah setahun ia keluar, Kolonel Jozef Muskita yang lebih tua beberapa bulan darinya, naik pangkat menjadi brigadir jenderal.


Herman Pieters mengisi masa pensiun dengan terjun ke dunia bisnis. Ia pernah menjadi direktur utama PT Cora Cora sejak 1963 hingga 1980-an. Ia pernah pula menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari 1971 hingga 1980-an.


Herman Pieters meninggal dunia pada 12 Desember 1996 di usia 72 tahun. Panglima kesayangan Sukarno dan masyarakat Ambon ini belum diabadikan sebagai nama jalan penting di kota Ambon. Saat ini, namanya hanya menjadi nama sebuah lorong atau gangdi Ambon.*

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Mayor Udara Soejono Sang Eksekutor Kartosoewirjo

Mayor Udara Soejono Sang Eksekutor Kartosoewirjo

Mayor Soejono disebut sebagai eksekutor imam DI/TII S.M. Kartosoewirjo. Dia kemudian dieksekusi mati karena terlibat G30S.
Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Meski punya pengalaman kurang menyenangkan di lapangan sepakbola di masa kolonial, Bung Karno peduli dengan sepakbola nasional. Dia memprakarsai pembangunan stadion utama, mulai dari Lapangan Ikada hingga Gelora Bung Karno.
Juragan Besi Tua Asal Manado

Juragan Besi Tua Asal Manado

Bekas tentara KNIL yang jadi pengusaha kopra dan besi tua ini sempat jadi bupati sebelum ikut gerilya bersama Permesta.
Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Seminar Sejarah Nasional pertama tidak hanya melibatkan para sejarawan, melainkan turut menggandeng akademisi dan cendekia berbagai disiplin ilmu serta unsur masyarakat. Jadi momentum terbitnya gagasan Indonesiasentris dalam penulisan sejarah nasional Indonesia.
Berlan Kampung Serdadu dan Anak Kolong

Berlan Kampung Serdadu dan Anak Kolong

Sedari dulu, Berlan adalah daerah militer. Di zaman KNIL, Jepang, ataupun Indonesia, tetap sama.
bottom of page