- Amanda Rachmadita
- 18 Jul
- 5 menit membaca
Diperbarui: 21 Jul
PADA suatu hari di bulan November 1810, suara ketukan menarik perhatian penghuni rumah mewah No. 54 di Berner Street, London. Penghuni rumah kebingungan karena hari masih terlalu pagi untuk kedatangan tamu. Nyonya rumah juga tak memiliki janji temu dengan siapa pun.
Seseorang di luar rumah berteriak menewarkan jasa bersih-bersih. Penghuni rumah dengan bingung mengatakan tidak membutuhkan tukang sapu dan menutup pintu. Kebingungan pemilik rumah tak berhenti di situ. Ketenangan yang biasa menyelimuti kediamannya berubah menjadi peristiwa paling menghebohkan yang dikenang oleh masyarakat London dengan sebutan Berners Street Hoax.
Setelah tukang sapu, orang-orang berdatangan ke rumah nyonya kaya tersebut untuk menjajakan barang dagangan dan jasa. Mereka berasal dari berbagai profesi. Pengacara membawa kertas kerja seakan mau mengesahkan dokumen penting, apoteker membawa ramuat obat, pendeta dengan buku-buku doa siap mendengarkan pengakuan dosa, hingga ahli bedah membawa peralatan bedah karena mendengar kabar seseorang di dalam rumah akan menjalani amputasi. Bahkan, seorang pengurus jenazah datang dengan peti mati karena mendapat pesanan untuk mempersiapkan kebutuhan bagi salah satu penghuni rumah yang bersiap menuju ajalnya.
Sejumlah pedagang datang memenuhi jalanan dengan membawa beragam gerobak berisi barang dagangan. Sementara tukang jahit dan pembuat sepatu tiba dengan berbagai koleksi buatannya. Tak ketinggalan juru masak dan tukang roti membawa ribuan kue tart dan kue pernikahan berukuran besar.
Semakin siang, jalanan ke kediaman itu semakin ramai oleh manusia, kuda, kereta, dan gerobak pengangkut hingga menyebabkan kemacetan dan sulit ditembus. Rumah mewah tersebut terus didatangi orang-orang dari berbagai kalangan. Tukang cukur datang untuk mencukur seseorang di rumah itu, para kekasih datang untuk mencari pasangan, dan wanita lajang mencari tambatan hati.
Peristiwa ini semakin membuat pusing pemilik rumah ketika kereta kuda yang membawa wali kota London tiba di depan rumahnya, yang disambut oleh massa yang tertawa dan pedagang yang marah karena merasa dipermainkan.
Menurut Jerry White dalam London In The Nineteenth Century, wali kota ke sana karena mendapat surat dari nyonya pemilik rumah yang meminta bantuan pembebasan beberapa pelaut yang dipenjara. Selain wali kota, Ketua East India Company dan Gubernur Bank of England juga pergi ke rumah itu karena mendapat informasi tentang penipuan yang membahayakan perusahaan mereka. Kehebohan semakin menjadi ketika bangsawan Duke of Gloucester juga menjadi tamu tak diundang oleh pemilik rumah. Kehadirannya untuk mengetahui informasi rahasia yang berkaitan dengan salah satu pelayan istana.
Sepanjang hari keriuhan bergemuruh dan memanas. Orang-orang tak dapat menahan kemarahannya karena waktu dan uang terbuang sia-sia. Tak sedikit pedagang, yang barang-barang bawaannya ditolak pemilik rumah, memilih tetap tinggal untuk menyaksikan kedatangan pedagang lain yang mengalami nasib serupa.
H. Barton Baker mencatat dalam “Theodore Hook”, termuat di Belgravia: An Illustrated London Magazine Volume 34, jalan-jalan yang sebelumnya tenang mulai diblokir dengan gerobak dan kereta kuda. Blokade itu memanjang dari ujung Oxfoard Road ke ujung yang lain, dan setiap jalan yang mengarah ke rumah No. 54 Berner Street menjadi jalan buntu karena tak dapat dilalui. Kedatangan orang-orang dari berbagai kalangan dan profesi menyebabkan kekacauan. Seruan marah mereka yang merasa ditipu terdengar di mana-mana. Kemacetan membuat kendaraan yang terjebak di jalan sekitar rumah No. 54 Berner Street tak mungkin keluar tanpa kerusakan.
“Sisi-sisi gerobak dan gerbong dihancurkan, dan suara pecahan kaca, porselen, dan barang pecah belah lainnya sangat mengerikan untuk didengar, tong-tong bir dan anggur dijungkirbalikkan dan isinya tumpah ke jalan, dan ketika kendaraan-kendaraan yang beraneka bentuk dan ukuran itu menjauh, jalanan menjadi tontonan seakan telah terjadi kebakaran yang dahsyat atau goncangan gempa bumi,” tulis Baker.
Wali kota London yang menyadari telah ditipu segera pergi ke kantor polisi Malborough Street. Judith Flanders menulis dalam The Victorian City: Everyday Life in Dickens' London, sang pejabat kota tidak menyukai lelucon semacam itu karena telah mempermalukan dirinya. Untuk menindaklanjuti keluhan wali kota, para hakim memerintahkan petugas untuk membubarkan kerumunan. Tugas itu sulit dilakukan karena orang-orang terus berdatangan ke rumah No. 54 Berner Street, kali ini sejumlah pegawai yang menerima surat yang menawarkan posisi kepada mereka. Setelah melakukan berbagai upaya untuk membubarkan massa, nyonya rumah akhirnya dapat beristirahat saat hari sudah larut malam.
Peristiwa di rumah No. 54 Berner Street menjadi perbincangan hangat penduduk London. Penyelidikan dilakukan untuk mengungkap dalang di balik kejadian tersebut. Menurut Baker, beberapa orang mencurigai Theodore Hook, pria berusia 22 tahun yang dikenal sebagai penulis dan komedian. Hook dikenal suka membuat lelucon. Ia pernah menyusup ke pesta makan malam orang lain dengan pura-pura mengenal tuan rumah. Ketika identitasnya dicurigai oleh pemilik acara, ia beralasan salah alamat dan pamit undur diri, meski kemampuannya menghibur dengan leluconnya membuat pria tua pemilik rumah dan penyelenggara acara memintanya tetap tinggal dan menghibur para tamu.
“Ada sebuah kisah yang menceritakan tentang ‘kegilaan’ Hook. Ia pernah membawa sebuah papan kayu yang indah dari depan toko tembakau, menyampirkan jubah pada papan tersebut, dan memasukannya ke dalam taksi. ‘Teman saya,’ katanya kepada sopir yang terlihat agak heran dengan sosok itu, ‘seorang pria yang sangat terhormat, tapi sedikit mabuk’,” tulis Baker.
Dengan beragam aksi Hook di masa lalu, tak heran bila beberapa orang mencurigainya sebagai dalang prank di rumah No. 54 Berner Street. Dikisahkan, pada suatu hari, Hook bersama rekannya berjalan menyusuri Berners Street. Ketika melewati rumah No. 54, Hook berkata, “Saya berani bertaruh dengan Anda, dalam satu minggu, rumah yang tenang dan indah itu akan menjadi yang paling terkenal di seluruh London.”
Taruhan diterima, dan dalam beberapa hari Hook mengirimkan 1.000 surat kepada para pedagang, berisi pesanan barang yang harus dikirim pada hari tertentu, dan sedapat mungkin dalam waktu satu jam. Ia memesan buku, es, jeli, hingga 2.500 kue tart raspeberry dari banyak juru masak kue.
Hook juga menulis surat mengharukan kepada wali kota London dan pemuka agama. Surat-surat serupa juga dikirimkan kepada Gubernur Bank of England, Ketua East India Company, pejabat pemerintahan, hingga bangsawan kerajaan. Ketika peristiwa menghebohkan itu terjadi di rumah No. 54 Berner Street, Hook menyaksikannya dari sebuah kamar penginapan yang ia sewa di dekat rumah tersebut.
Setelah Hook meninggal pada 1841, rekannya mengatakan, Hook bukan pelaku prank di Berner Street, tetapi prank lain di Bedford Street. Selama berminggu-minggu, Hook menjawab iklan baris di koran: “segala sesuatu yang hilang telah ditemukan oleh Tuan ... dari Bedford Street. Setiap pelayan yang mencari pekerjaan pasti akan menemukan pekerjaan yang baik di keluarga Tuan ... dari Bedfrod Street. Jika uang perlu dipinjam akan dipinjamkan dengan syarat yang paling menguntungkan oleh Tuan ... dari Bedford Street.”
“Dan benar saja, keesokan harinya orang-orang berdatangan ke rumah Tuan tersebut di Bedford Street. Seperti halnya di Berners Street, ketika tipuan itu terungkap, awalnya semua orang marah, hingga suasana hati berubah dan setiap orang yang ditipu tetap tinggal untuk kesenangan melihat orang-orang yang datang setelahnya menjadi orang yang tertipu selanjutnya,” tulis Flanders.
Meski muncul protes keras untuk menemukan pelaku prank Berner Streets dan Hook dicurigai sebagai dalang prank tersebut, ia tetap bersikap seperti biasa. Beberapa saat setelah peristiwa menghebohkan itu, Hook sakit selama seminggu, dan setelah itu melakukan perjalanan ke luar negeri.*










Komentar