top of page

Sejarah Indonesia

Keistimewaan Candi Zaman Majapahit

Keistimewaan Candi Zaman Majapahit

Candi berfungsi sebagai monumen sejarah dan eksistensi raja-raja terdahulu.

9 Juni 2016

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Candi-candi Majapahit. (Repro sampul Keistimewaan Candi-candi Zaman Majapahit).

Diperbarui: 12 Jul

BANGUNAN candi pada masa Hindu Buddha di Jawa Timur, khususnya era Kerajaan Majapahit memiliki keistimewaan yang berbeda dari masa sebelumnya. Dari segi fungsi, misalnya. Candi pada era Jawa Tengah lebih dikenal sebagai kuil pemujaan. Sedangkan pada periode Jawa Timur, candi berkaitan dengan ritus pemujaan leluhur, candi berfungsi sebagai tempat pendharmaan, dan wadah untuk mengenang raja yang sudah berpulang.


“Dari pembangunan candi-candi Majapahit ini kita mengetahui adanya raja sponsor. Raja yang sudah mangkat, 12 tahun kemudian oleh keturunan yang menggantikan akan dibuatkan candi pemujaannya,” jelas Agus Aris Munandar, guru besar arkeologi Universitas Indonesia, dalam bedah bukunya Keistimewaan Candi-candi Zaman Majapahit, di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis (9/6).


Agus menegaskan, candi bukanlah tempat untuk menguburkan abu jenazah. Dengan konsep pendharmaan, candi berfungsi sebagai monumen sejarah dan eksistensi raja-raja terdahulu.


Keistimewaan candi dari masa Majapahit ini juga berkaitan dengan wilayah. Misalnya, pada peninggalan yang terdapat di wilayah Gunung Penanggungan, tempat pemujaan lazim ditemukan dalam bentuk punden berundak.


“Jadi menyesuaikan dengan kondisi kemiringan lingkungan,” kata Agus. Yang menarik adalah Punden Kendalisodo atau Kepurbakalaan 65 yang berdiri persis di tebing yang sangat terjal. “Dulu semakin sulit membangun dan mencapai bangunan suci, artinya ibadahnya semakin dalam. Mungkin begitu,” ujar dia.


Sementara itu, L.G. Saraswati Putri, dosen filsafat Universitas Indonesia, mengatakan bahwa pembangunan candi sebenarnya selalu mempertimbangkan aspek lingkungan hidup. “Ketika mengetahui soal ini saya jadi ingat fenomenologi lingkungan hidup,” lanjutnya.


Menurut Saraswati, konsep pembangunan candi dapat dijelaskan dengan pemikiran filsuf Jerman, Martin Heidegger, yang diangkat dari ceramahnya berjudul “Building, Dwelling, Thinking” (Membangun, Menghidupi, dan Berpikir). Berdasarkan pemikiran Heidegger, membangun selalu berkaitan dengan identitas si pembangun. Adapun identitas ini selalu terproyeksi ke masa depan.


“Jadi kita membayangkan nenek moyang kita membangun ini bukan untuk alasan pragmatis aja. Khususnya di masa Majapahit ada kecerdasan dalam memahami tata ruang dengan teknologi yang sederhana,” paparnya.


Berdasarkan teori Heidegger, lanjut Saraswati, dalam bangunan sesungguhnya ada “kehidupan”. Artinya, ketika membangun manusia akan menciptakan suatu kosmologi. “Misalnya di wilayah situs candi di Trowulan. Kita bisa memahami itu menjadi suatu kosmologi. Di mana tradisi keagamaannya tak bisa dipisahkan dari bagaimana mereka hidup sehari-hari,” terangnya. Jadi, itu menjadi suatu keteraturan yang membuat manusia tidak hanya membangun untuk saat ini. Namun, juga proyeksi yang akan diwariskan kepada keturunannya.


Hal itu juga yang menurut Saraswati membuat proses pembangunan candi begitu rumit. Itu termasuk mempertimbangkan keadaan ekosistem lahan pembangunan. Dalam hal ini biasanya dilihat dari tingkat kesuburan lahan. “Jadi candi ini juga bisa menjadi pertanda wilayah subur di wilayah Jawa Timur. Ini menarik untuk dikaji lagi,” ungkapnya.*


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Dari Gas hingga Listrik

Dari Gas hingga Listrik

NIGM adalah perusahaan besar Belanda yang melahirkan PLN dan PGN. Bersatunya perusahaan gas dan listrik tak lepas dari kerja keras Knottnerus di era Hindia Belanda.
Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Film perdana Reza Rahadian, “Pangku”, tak sekadar merekam kehidupan remang-remang lewat fenomena kopi pangku. Sarat pesan humanis di dalamnya.
Soebandrio Tidak Menyesal Masuk Penjara Orde Baru

Soebandrio Tidak Menyesal Masuk Penjara Orde Baru

Soebandrio dikenal memiliki selera humor yang tinggi. Selama menjadi tahanan politik Orde Baru, dia mendalami agama Islam, sehingga merasa tidak rugi masuk penjara.
Khotbah dari Menteng Raya

Khotbah dari Menteng Raya

Tak hanya mendatangkan suara, Duta Masjarakat juga menjadi jembatan Islam dan nasionalis sekuler. Harian Nahdlatul Ulama ini tertatih-tatih karena minim penulis dan dana.
Lagi, Seruan Menolak Gelar Pahlawan Nasional Bagi Soeharto

Lagi, Seruan Menolak Gelar Pahlawan Nasional Bagi Soeharto

Wacana penganugerahan gelar pahlawan nasional bagi Soeharto kian santer. Dinilai sebagai upaya pengaburan sejarah dan pemutihan jejak kelam sang diktator.
bottom of page