top of page

Sejarah Indonesia

Kisah A R Baswedan Dan Calon Mertua

Kisah A.R. Baswedan dan Calon Mertua

AR Baswedan sekuat tenaga mengubah sikap keras kepalanya demi sang terkasih. Namun sering gagal karena perbedaan pendapat dengan sang mertua

25 Maret 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Potret AR Baswedan (Repro AR Baswedan: Membangun Bangsa Merajut Keindonesiaan)

Pertemuan Abdurrahman Baswedan dengan perempuan yang kemudian menjadi istrinya terjadi di usia yang masih sangat muda. Baswedan ketika itu masih berusia 17 tahun, sementara Syaikhun berusia 12 tahun. Keduanya memang telah lama saling kenal karena Syaikhun adalah putri pamannya sendiri.


Suatu hari di tahun 1925, Baswedan menyampaikan maksudnya menikahi Syaikhun kepada kedua orangtuanya. Keputusan itu cukup mengejutkan, mengingat remaja seusianya masih mengikuti segala kehendak orangtua, termasuk soal perjodohan. Namun sebelum meneruskan maksud itu ke sang paman, ayah Baswedan meminta anaknya merubah sikap-sikap yang mungkin tidak bisa diterima pamannya.


“Ia mempunyai paham-paham yang bertentangan dengan pamannya. AR Baswedan misalnya tidak menyetujui adanya tahlilan, padahal upacara semacam itu masih diikuti oleh masyarakat Arab dan umat Islam pada umumnya, khususnya oleh keluarga pamannya. Di samping itu masing ada hal-hal lain yang masih sering diperdebatkan,” ungkap Suratmin dalam Abdul Rahman Baswedan: Karya dan Pengabdiannya.


Baswedan sadar betul dengan sifat kerasnya itu. Maka ia pun berjanji kepada ayahnya bahwa sang mertua boleh menegur untuk mengingatkan jika dirinya melakukan salah. Ia juga bersedia melakukan pembicaraan jika sewaktu-waktu keduanya tidak mencapai kesepakatan baik. Meski telah berjanji demikian, ayahnya masih tetap khawatir dengan sifat Baswedan yang begitu keras.


Tetapi rupanya takdir memang berpihak kepada Baswedan. Tanpa perlu waktu dan proses yang panjang, maksud baiknya itu langsung diterima oleh keluarga pamannya. Dengan persetujuan semua pihak Baswedan dan Syaikhun semakin mantap menjalin hubungan yang serius. Walau begitu keduanya jarang bertemu karena tetap harus mematuhi ajaran agama Islam, yang melarang pertemuan tanpa ada yang mendampingi meski keduanya calon suami-istri.


Pertemuan dua sejoli ini lebih banyak terjadi di dalam acara keluarga. Seperti ketika Baswedan dan Syaikhun dipertemukan di Batu, Malang, saat keluarga besar mereka berkumpul bersama. Momen itu juga menjadi ujian bagi hubungan Baswedan dengan sang paman sebagai calon mertuanya. Pada suatu malam, selepas shalat maghrib, Baswedan bercengkrama dengan calon ayah mertuanya itu. Awalnya berjalan normal, sampai ketika pamannya meminta Baswedan mengambil sebuah buku dari dalam tas.


“Coba bacalah buku itu,” ucap pamannya.


“Untuk apa buku ini dibaca? Apakah untuk paman atau untuk saya?” tanya Baswedan.

Mendengar pertanyaan itu pamannya mulai naik pitam. “Mengapa kau berkata demikian?”


“Apabila buku itu dibaca untuk keperluan paman, maka akan saya kerjakan, tetapi apabila buku ini untuk saya, hal itu tidak perlu dilakukan karena saya sudah pernah membacanya,” ujar Baswedan.


Buku itu sendiri berisi kritikan terhadap seorang ulama besar Syekh Mohammad Abduh. Baswedan yang menerima pendidikan di Al Irsyad memiliki pandangan yang sama dengan Syekh Mohammad Abduh sehingga kritikan itu dianggap salah olehnya. Sementara si paman merasa buku itu baik karena bisa saja memberikan "pencerahan"  kepada Baswedan.


Penolakan dari Baswedan itu membuat kemarahan pamannya tidak terbendung lagi. Ia pun lalu berdiri dan masuk ke kamarnya, mengadu kepada istirnya akan sikap Baswedan. Perselisihan itu pun rupanya hanyalah awal dari perselisihan lain yang terjadi antara calon menantu dengan calon mertuanya.


Sikap lain Baswedan yang membuat pusing mertuanya juga terjadi saat berlangsungnya acaranya pernikahan. Pakaian mempelai pria yang seharusnya memakai jubah dari kain glangsut yang berkilau dan soraban di atas kepala, diganti oleh Baswedan dengan rompi serta celana pantalon. Hal itu menghebohkan keluarga serta warga keturunan Arab yang hadir karena tidak sesuai dengan tradisi mereka.


Tidak hanya itu, ketika telah berada di atas pelaminan, Baswedan tidak bersedia berlama-lama di sana. Dengan alasan sering merasa pusing jika terlalu lama duduk, ia lebih memilih berdiam di kamarnya. Sikap Baswedan itu dianggap salah oleh mertuanya. Namun dalam pandangannya, jika ia diam di pelaminan, terlalu banyak wajah perempuan yang dilihat dan itu termasuk haram.


“Dengan mengikuti cerita tentang perkawinan Abdul Rahman Baswedan dapat diketahui betapa ketatnya adat dan bagaimana keberaniannya melanggar adat yang tidak sesuai dengan jalan pemikirannya,” tulis Suratmin.


Perselishan terjadi juga saat ayah mertuanya menerima tamu seorang ulama terkenal di kalangan orang Arab, Syekh Abdulkadir Syahwik, dari Cirebon. Mertuanya itu berguru kepada sang ulama yang diketahui juga bertentangan dengan Mohammad Abduh. Dengan alasan demikian, sang mertua meminta Syekh Syahwik menasehati Baswedan agar tidak mengikuti pandangan Mohammad Abduh. Namun bukannya Basewedan yang dinasehati, tetapi malah mertuanya.


Menurut Syekh Syahwik, Baswedan harus dibiarkan menempuh jalan dan keyakinannya sendiri. Ia meminta untuk tidak ada yang mengganggu keyakinannya. Dalam pandangan Syekh Syahwik Baswedan memiliki masa depan yang mengagumkan. Ia berpegang teguh terhadap prinsip-prinsip sufisme yang selama ini dipelajari Syekh Syahwik.


“Mertua AR Baswedan terperanjat. Semenjak mendengar kata-kata ulama yang dikaguminya itu, maka bila terjadi bentrokan paham dengan menantunya itu tidak lagi menunjukkan sikap yang tajam,” ungkap Suratmin.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page