top of page

Sejarah Indonesia

Kisah Menteri Termuda Dalam Sejarah Indonesia

Kisah Menteri Termuda dalam Sejarah Indonesia

Usianya masih 22 tahun ketika diangkat sebagai Menteri Keamanan Rakyat oleh Presiden Sukarno. Hilang tanpa jejak.

Oleh :
12 November 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Monumen para pejuang Pemberontakan Blitar (malahayati.ac.id)

Tangga Veranda Istana Merdeka, Jakarta, kembali menjadi saksi lahirnya putra-putri terbaik bangsa. Rabu (23/10/2019) sekira pukul 08.30 WIB, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan jajaran menterinya. Kompak berseragam batik, menteri-menteri terpilih dalam Kabinet Indonesia Maju ini akan mendampingi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf selama 5 tahun kedepan.


Dari sekian menteri yang sebelumnya dipanggil oleh Jokowi, sosok Nadiem Makarim cukup mendapat sorotan. Diberitakan detik.com, pendiri perusahaan transportasi berbasis daring, Gojek, ini menjadi menteri termuda dalam jajaran pemerintahan Jokowi. Berusia 35 tahun, Nadiem resmi menempati kursi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.


“Saya penggilnya mas. Mas Nadiem Anwar Makarim,” kata Jokowi.


Namun Nadiem bukanlah menteri termuda dalam sejarah Indonesia. Masih ada Suprijadi, menteri masa Presiden Sukarno yang diangkat pada usia 22 tahun. Meski tidak pernah hadir, nama Suprijadi telah ditetapkan di dalam jajaran menteri kala itu.


Pemimpin Pemberontakan


Dilahirkan pada 13 April 1923 di Jawa Timur, Supriyadi dikenang sebagai pemimpin tertinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan pemimpin pemberontakan di Blitar masa pendudukan Jepang. Setelah menamatkan Europeesche Lagere School (setingkat Sekolah Dasar), Supriyadi menempuh pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (setingkat Sekolah Menengah Pertama), kemudian masuk Sekolah Pamong Praja di Magelang, Jawa Tengah. Namun masuknya Jepang ke Hindia Belanda membuat ia terpaksa harus meninggalkan sekolahnya.


Supriyadi lalu mengikuti pelatihan khusus pemuda bentukan Jepang, Seimendoyo, di Tangerang, Jawa Barat. Ketika Oktober 1943 Jepang membentuk PETA, Supriyadi terlibat di dalamnya. Ia bergabung dengan diberi pangkat shodanco atau komandan pleton. Selama masa pelatihan, Supriyadi telah merencanakan perlawanan terhadap Jepang. Kabar kekejaman romusha di berbagai tempat yang santer terdengar membuat Supriyadi marah. Maka ketika ditempatkan di Blitar, Jawa Timur, Supriyadi telah bertekad untuk melawan.


“Apa pun yang diperlakukan Jepang kepada kita, harus kita hadapi,” ucap Kemal Idris menirukan ucapan Supriyadi sebelum pemberontakan, dimuat Kemal Idris: Bertarung dalam Revolusi.


Pada 14 Februari 1945, Supriyadi dan sejumlah tentara PETA berontak melawan Jepang. Dikisahkan Ratnawati Anhar dalam Pahlawan Nasional Supriyadi, sebagai tanda dimulainya pemberontakan, para perwira PETA menembakkan mortir sebanyak tiga kali ke arah Hotel Sakura, tempat yang banyak digunakan orang-orang Jepang. Setelah itu, Muradi melapor kepada Supriyadi bahwa persiapan telah sepenuhnya siap.


“Shodanco Suprijadi masuk ke kantor Honbu dan menelepon Bapak Bupati Blitar dan Kepala Kepolisian Blitar, memberitahukan bahwa hari itu tentara PETA Blitar akan mengadakan latihan besar-besaran dengan menggunakan peluru tajam. Hal ini diberitahukan agar kedua pembesar itu jika menerima laporan dari siapa saja dapat menenangkan rakyat dan anak buahnya,” tulis Ratnawati.


Namun kekuatan Jepang rupanya masih terlampau besar. Rapatnya pertahanan tentara Jepang membuat komando PETA mulai kesulitan mengatur pasukannya. Meski sempat merepotkan, perlawanan pasukan PETA akhirnya berhasil dipadamkan. Pemerintah militer Jepang yang marah, segera menangkap para pemberontak. Sebagian dihukum mati, sementara sisanya dipenjara. Tetapi Supriyadi tidak masuk di dalam keduanya. Keberadaan pemimpin pemberontakan itu tidak diketahui.


Hilang Tak Berjejak


Setelah Sukarno mengikrarkan kemerdekaan Indonesia, susunan pemerintahan pun segera dibentuk. Ada 12 menteri yang memimpin departemen dan 5 menteri negara yang ditunjuk dalam kabinet presidentil tersebut. Satu di antaranya Kementerian Kemanan Rakyat dengan menterinya Supriyadi, yang ketika diangkat masih berusia 22 tahun.


Bibit Suprapto dalam Perkembangan Kabinet dan Pemerintahan Indonesia menyebut Supriyadi tidak pernah sekalipun menunjukan dirinya di depan para menteri. Semua orang bahkan tidak tahu apakah ia bersedia menduduki jabatan Menteri Kemanan Rakyat atau tidak.


“Maka tanggal 20 Oktober 1945 Presiden mengangkat Sulyadikusumo sebagai Menteri Keamanan Rakyat ad Interim yaitu menteri sementara sebelum menteri yang asli ditemukan,” tulis Bibit.


Hilangnya Supriyadi masih diselimuti misteri hingga kini. Belakangan banyak orang yang mengaku sebagai dirinya. Namun sejarawan meragukan kebenarannya. Bahkan mulai banyak orang yang mempertanyakan sosok Suprijadi, apakah dirinya memang benar-benar ada atau tidak.


Jika memang sosok Suprijadi ini tidak jelas rimbanya, lantas mengapa bisa Sukarno mengangkatnya menjadi menteri? Rupanya di dalam otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, Sukarno pernah menceritakan kisah pertemuannya dengan Supriyadi. Si Bung dibuat terkagum-kagum dengan semangat militernya.


DIkisahkan beberapa minggu sebelum pemberontakan, Suprijadi, Muradi, dan Sunanto datang menemui Sukarno yang saat itu sedang berada di rumah orangtuanya di Blitar. Dalam wajah serius, ketiga perwira PETA itu mengutarakan niat mereka melakukan pemberontakan. Kendati mengagumi semangat cinta tanah air para opsir muda itu, Sukarno menyatakan "tidak setuju" dengan rencana pemberontakan tersebut.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Antara Raja Gowa dengan Portugis

Antara Raja Gowa dengan Portugis

Sebagai musuh Belanda, Gowa bersekutu dengan Portugis menghadapi Belanda.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page