top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Stigma PKI Masih Membayangi

Survei terbaru SMRC menunjukkan mayoritas responden keberatan dengan orang berlatar belakang komunis atau PKI, ISIS, dan LGBT menjadi pejabat, guru di sekolah negeri, dan tetangga.

4 Jun 2022

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Kesatuan Marsose di Aceh antara 1890 dan 1900. (Tropenmuseum/Wikimedia Commons).

Diperbarui: 29 Jul

Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) merilis hasil survei opini publik nasional mengenai pengetahuan dan penilaian terhadap Pancasila dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2022. Selain soal Pancasila, survei juga menunjukkan data mengenai persepsi orang Indonesia terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) atau komunis.


Hasil survei yang diunggah oleh peneliti SMRC Muchlis A. Rofik melalui akun Twitter-nya @muchlis_ar (2 Juni 2022) menunjukkan bahwa 83% responden sangat keberatan dan keberatan bila orang berlatar belakang komunis atau PKI menjadi pejabat. Sementara 81% responden juga sangat keberatan dan keberatan bila orang berlatar belakang komunis atau PKI menjadi guru di sekolah negeri. Selain itu, 77% responden sangat keberatan dan keberatan jika orang berlatar belakang PKI atau komunis menjadi tetangga. Posisi kedua dan ketiga ditempati oleh orang berlatar belakang ISIS (78%, 77%, 72%) dan LGBT (78%, 77%, 68%).


Survei yang digelar pada Mei 2022 ini mengambil 1.060 responden dari Sabang hingga Merauke. Meliputi warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilihan umum, telah berusia 17 tahun atau lebih, atau telah menikah ketika survei dilakukan.



Hasil survei tersebut berkebalikan dengan survei SMRC mengenai isu kebangkitan PKI pada 2021.


Pada 1 Oktober 2021, SMRC merilis hasil survei mengenai opini orang Indonesia terhadap isu kebangkitan PKI. Dari 981 responden, hanya 14% yang setuju bahwa telah terjadi kebangkitan PKI di Indonesia. Dan 7% dari total populasi menilai bahwa kebangkitan PKI menjadi anacaman bagi negara.


Jumlah orang yang percaya pada kebangkitan PKI ini masih relatif sama dari tahun sebelumnya. Pada September 2020, 14% responden setuju terhadap pendapat bahwa PKI tengah bangkit. Sementara 11% dari total populasi menilai kebangkitan PKI telah menjadi ancaman bagi negara.



Dengan demikian, meski sebagian besar responden tak percaya bahwa PKI bangkit kembali, namun stigma negatif terhadap PKI atau komunis masih membayangi mereka. 

Sejarawan Asvi Warman Adam dalam dialog sejarah “Ngeri-Ngeri Kebangkitan PKI” di saluran Youtube Historia.ID, mengatakan bahwa masyarakat seyogianya memahami bahwa dosa turunan tidak bisa diterapkan kepada anak cucu anggota PKI.


“Kalau seseorang menjadi anggota PKI, anaknya tidak menanggung dosa dia. Kalau seorang ayah melakukan pelanggaran hukum, anaknya tidak harus diadili. Bukan dia yang bertanggung jawab,” kata Asvi.



Setelah peristiwa Gerakan 30 Setember 1965, PKI dinyatakan sebagai partai terlarang melalui TAP MPRS No. XXV Tahun 1966. Diikuti pembantaian massal terhadap kader dan simpatisan partai Palu Arit. Meski PKI telah dilarang dan anggotanya dihabisi, tetapi keturunannya masih menerima diskriminasi.


“Stigma terhadap anak PKI itu harus dihilangkan. Apalagi ada tuduhan-tuduhan yang menurut hemat saya itu sangat merugikan bagi demokrasi,” kata Asvi.



Berbeda dengan survei publik SMRC, Tentara Nasional Indonesia (TNI) tampaknya mulai menghapus diskriminasi terhadap keturunan PKI. Dalam Rapat Koordinasi Penerimaan Prajurit TNI, Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa menghapus larangan keturunan anggota PKI mengikuti seleksi menjadi prajurit TNI.


Andika menegaskan bahwa TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 melarang PKI serta ajaran Komunisme, Leninisme, dan Marxisme, bukan keturunan anggotanya.


“Keturunan ini melanggar TAP MPR apa? Dasar hukum apa yang dilanggar sama dia? Jadi jangan kita mengada-ada, saya orang yang patuh peraturan perundangan, ingat ini. Kalau kita melarang, pastikan kita punya dasar hukum. Zaman saya tidak ada lagi keturunan dari apa , karena saya menggunakan dasar hukum,” tegas Andika dalam saluran Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa.





Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
bottom of page