top of page

Sejarah Indonesia

Masa Muda

Masa Muda Musso

Tukang gelut tapi berhati lembut. Secuplik reputasi Musso sebelum menggelorakan pemberontakan di Madiun 1948. 

30 Juni 2025
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Diperbarui: 1 Jul

HARSONO Tjokroaminoto, putra dari pendiri Sarekat Islam HOS Tjokroaminoto, semasa bocah cukup akrab dengan para pemuda yang mondok di kediaman orangtuanya di Jl. Plampitan, Surabaya. Salah satunya adalah pemuda bernama Musodo. Harsono menganggap Musodo seperti kakaknya sendiri, begitupun sebaliknya. Musodo kerap menimang, menggendong, dan mengasuh Harsono. Kendati terpaut beda usia 15 tahun, mereka suka main bersama. Kadang-kadang, Musodo memarahi Harsono sebagaimana perhatian seorang kakak kepada adiknya.


Di balik sosoknya yang keras, menurut pengamatan Harsono, Musodo seorang yang berhati lembut. Olahraga kegemaran Musodo adalah worstelen atau gulat. Itu memang sesuai dengan postur fisiknya yang tinggi besar menurut ukuran orang Indonesia.


“Musodo setelah besarnya menjadi pemimpin Partai Komunis Indonesia, dan lebih dikenal dengan nama: Musso. Dia pulalah yang namanya selalu dikaitkan dengan pemberontakan kaum komunis di Madiun pada tahun 1948,” catat Soebagijo I.N. Dalam biografi Harsono Tjokroaminoto: Mengikuti Jejak Perjuangan Sang Ayah.   


Munawar Musso lahir di Desa Pagu, Kediri pada 1897. Semasa menempuh pendidikan di sekolah guru Batavia, Musso bersahabat dengan Alimin yang kelak sehaluan dalam gerakan komunis di Hindia Belanda. Musso melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah untuk anak-anak kalangan Belanda dan elite bumiputra (HBS). Musso indekost di rumah Tjokroaminoto, seperti Sukarno, juniornya yang juga sama-sama bersekolah di HBS. Alimin, sahabat Musso, juga mondok di situ.


Di rumah Tjokro pula Musso bergaul dengan Henk Sneevliet, aktivis komunis asal Belanda yang mendirikan Perhimpunan Sosial Demokrat Hindia Belanda (ISDV). Dari Sneevliet, Musso mulai terpapar gagasan Marxisme. ISDV yang dibentuk Sneevliet, pada 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Musso terlibat di dalamnya bersama kawan-kawan sehaluan seperti Alimin, Darsono, Semaunn, Mas Marco Kartodikromo, termasuk Haji Misbach.


Sebagai individu, seperti dicatat sejarawan Soe Hok Gie dalam skripsinya yang diterbitkan, Musso seorang yang cerdas, organisatoris, serta penulis politik yang cakap. Musso menonjol dalam siftanya yang keras dan tegas, bahkan kadang-kadang nekat. Ketika terjadi Peristiwa SI Afdeling B, yang berujung pada kerusuhan di Cimareme tahun 1919, Musso juga ikut sehingga membuatnya dikurung.


“Selama di penjara, ia mengalami perlakuan-perlakuan yang menyakitkan hati. Dari sinilah kegetirannya terhadap Belanda makin bertambah. Ia menolak memberikan keterangan apapun mengenai Tjokroaminoto dalam hubungan dengan SI afd. B. Di penjara pula ia berkenalan dengan teman-teman komunisnya senasib. Di sini ia mendapatkan political lesson tentang komunisme secara intensif,” catat Gie dalam Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan.


Soal perangai Musso yang suka gelut itu disaksikan K.H. Saifuddin Zuhri, yang kelak menjadi menteri agama periode 1962—1967. Dalam otobiografinya Berangkat dari Pesantren, Saifuddin Zuhri menyebut Musso sebagai tokoh PKI yang terkenal berangasan, lekas marah dan senang berkelahi. Kesan itu tersua ketika Musso terlibat perdebatan tentang Tuhan dengan tokoh Nahdlatul Ulama, K.H. Abdulwahab Hasbullah.


Sebagai seorang ateis, Musso menyangkal kepercayaan pada Tuhan. Perdebatan makin seru dan kasar karena Musso lekas emosi. Beberapa orang yang menyaksikan perdebatan itu jadi cemas karena Musso mulai senewen. Selain itu, posturnya jauh lebih kekar dan tegap dibandingkan perawakan Kiai Wahab yang pendek lagi kecil. Orang-orang khawatir bakal terjadi baku hantam antara Musso dan Kiai Wahab. Tapi, Kiai Wahab lama-lama berpikir juga bahwa tiada gunanya melanjutkan diskusi dengan “orang jahil” macam Musso.


Menurut Zuhri, bukan karena Kiai Wahab gentar dengan tubuh Musso yang bagai beruang. Kiai Wahab, yang disebut Zuhri adalah pendekar pencak silat itu, pernah mengalahkan tiga atau empat orang penyamun bertubuh lebih besar daripada Musso yang mengeroyoknya dalam perjalanan angker antara Makah dan Madinah sekitar tahun 1920—1925. Yang menjadi pikiran Kiai Wahab, diskusi itu justru sekadar adu hujjah atau adu pendapat untuk mencari kebenaran.


“Diskusi dengan Musso yang hanya mengandalkan otot dan cocot (main jotos dan mulut besar), Kiai Wahab merasa buang-buang tenaga saja. Senjata manusia adalah akal pikiran dan akhlak mulia, bukan kepalan tinju,” tutur Saifuddin Zuhri.


Menjelang pemberontakan PKI pada 1926, Musso pergi ke Moskow, Uni Soviet untuk menggalang dukungan Komintern. Setelah pemberontakan gagal, Musso lama menghabiskan waktu di negeri itu terkait aktivitasnya dalam Partai Komunis Uni Soviet. Musso sempat kembali sebentar ke Indonesia pada 1935 dan menjalin kontak dengan Amir Sjarifuddin. Musso baru kembali lagi ke Indonesia pada 1948, seminggu sebelum perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ketiga. Bersama Duta Besar Indonesia untuk Uni Soviet Soeripno, Musso datang sebagai sekretaris sang duta besar dengan nama samaran Soeparto.


Kedatangan Musso disambut dengan antusias bukan semata oleh kalangan PKI, tapi juga Sukarno yang telah menjadi presiden RI. Sukarno menerima seniornya itu dengan rasa haru setelah lama tak berjumpa. Saat ramah-tamah, Sukarno dengan bangga menceritakan kepada Soeripno tentang pergaulannya dengan Musso pada masa lampau.


“Musso ini dari dulu memang jago. Ia yang paling suka berkelahi. Ia memang jago pencak. Juga orang yang suka main musik. Kalau pidato ia akan nyincing lengan bajunya,” kata Sukarno seperti dikutip Soe Hok Gie.


Mantan wartawan Harian Rakjat, Martin Aleida, juga pernah mendengar pengakuan Presiden Sukarno tentang hubungan karibnya dengan Musso. Pengakuan itu diumbar saat mengundang para wartawan dalam acara jamuan minum teh di Istana Merdeka, sekira awal 1965. Sebagaimana dituturkan Martin, Bung Karno menceritakan bahwa di lengan Musso ada cacat kena tikam pisau karena suka berkelahi. Sukarno tentu kenal baik dengan Musso sebab keduanya pernah tinggal di pondokan Tjokroamnito di Surabaya.


Namun, keakraban masa muda Sukarno dan Musso tinggal kenangan. Karena tak lama kemudian, Musso bersama Amir Sjarifuddin menghimpun kekuatan oposisi dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR). Musso bahkan terang-terangan menentang pemerintahan Sukarno-Hatta yang memuncak pada Peristiwa Madiun, September 1948. Nasib Musso akhirnya berujung pada desing peluru tentara republik.


“Kusebut saja Pak Alimin dan Pak Musso. Kedua-duanya sering bertindak sebagai guruku dalam politik ketika aku tinggal di rumah Pak Tjokro,” kenang Sukarno dalam otobiografinya yang ditulis Cindy Adams Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. “Kemudian mereka berpindah kepada Komunisme, pergi ke Moskow dan belakangan di tahun 1948, setelah aku menjadi Presiden, mengadakan pemberontakan Komunis dan usaha perebutan kekuasaan.”*


Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Melawan Lupa Peristiwa Kekerasan Seksual dalam Kerusuhan Mei 1998

Melawan Lupa Peristiwa Kekerasan Seksual dalam Kerusuhan Mei 1998

Selain melakukan upaya melawan lupa terhadap kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998, masyarakat juga perlu memastikan bahwa narasi sejarah tidak dijadikan alat untuk melegitimasi kekuasaan.
Senjata Rahasia yang Dikembangkan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II

Senjata Rahasia yang Dikembangkan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II

Seorang dokter gigi dan ahli bedah memiliki gagasan tidak biasa untuk membalas serangan Jepang atas Pearl Harbor. Menggunakan kelelawar yang membawa bom untuk membakar Jepang.
Ted Lurie, Jurnalis Israel yang Masuk ke Istana Merdeka

Ted Lurie, Jurnalis Israel yang Masuk ke Istana Merdeka

Ted Lurie disebut sebagai orang Israel pertama yang terang-terangan masuk ke Indonesia, bahkan istana kepresidenan. Hampir mengancam hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara sahabat Timur Tengah.
Ketika Jenderal Purnawirawan Bersuara

Ketika Jenderal Purnawirawan Bersuara

Di masa Orde Baru para jenderal purnawirawan mengajukan pandangan untuk mengoreksi Dwifungsi ABRI. Kini para jenderal purnawirawan bersuara untuk memakzulkan wakil presiden.
Haji Hilal dan Para Pejuang Sulawesi Selatan

Haji Hilal dan Para Pejuang Sulawesi Selatan

Dari menjadikan rumahnya sebagaik pondokan, di masa revolusi Haji Hilal dekat dengan pemuda-pemuda Sulawesi di Yogyakarta. Beberapa di antara mereka kelak jadi orang top.
bottom of page