top of page

Sejarah Indonesia

Sanak Saudara Partai Nasionalis

PNI berumur pendek karena para pemimpinnya ditangkap pemerintah kolonial Belanda. Namun, partai-partai penerus ideologi nasionalis kemudian bermunculan.

Oleh :
14 Juli 2024
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Massa pendukung dalam kampanye PNI. (Perpusnas RI).

Diperbarui: 14 Mar

SEJAK berdiri pada 1927, PNI timbul-tenggelam. Sempat bubar karena beberapa tokoh utamanya ditangkap pemerintah kolonial, beberapa bekas anggotanya lalu mendirikan partai-partai politik sendiri.     


Setelah Indonesia merdeka, ada yang mencoba menghidupkan kembali PNI dan ada pula yang mendirikan partai-partai nasionalis baru. Hal yang sama terjadi setelah Reformasi 1998. Semua mengklaim sebagai penerus atau pewaris sah PNI.


Partai Indonesia (Partindo)


29 April 1931–18 November 1936


Pendiri/anggota: Sartono, Suwirjo, A. Sudirdjad, Manadi


Dalam konferensi di Yogyakarta (26–27 November 1932), Partai Indonesia berganti nama menjadi Partindo. Sifat perjuangannya, non-kooperatif, membuat pemerintah kolonial menindak dengan keras. Sukarno, yang jadi anggota pada 1932, kembali ditangkap pada 31 Juli 1933. Sartono selaku ketua lalu membubarkan Partindo pada 18 November 1936.


Pendidikan Nasional Indonesia Baru (PNI-Baru)


29 April 1931


Pendiri/anggota: Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir


Penangkapan kembali Sukarno oleh pemerintah kolonial dan pembubaran PNI membuat kalangan pergerakan khawatir api perjuangan padam jika tak dilanjutkan. Sepulang dari Belanda, Mohammad Hatta menggandeng Sutan Sjahrir dan beberapa rekan lain mendirikan PNI-Baru. Wadah untuk melanjutkan perjuangan kemerdekaan itu menitikberatkan perjuangannya pada pendidikan kader.



Partai Indonesia Raya (Parindra)


Desember 1935–pendudukan Jepang


Pendiri/anggota: Sutomo, Supomo, T.M.A. Wurjaningrat


Politik tangan besi pemerintah kolonial membuat kaum pergerakan mencari jalan lain untuk bisa meneruskan perjuangan. Beberapa anggota Boedi Oetomo dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) seperti Sutomo, Supomo, dan W.R. Supratman lalu mengusahakan penggabungan kedua organisasi tadi menjadi satu. Kedua organisasi resmi melebur menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra) dalam kongres di Surakarta, 24–26 Desember 1935.


Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)


24 Mei 1937–pendudukan Jepang


Pendiri/anggota: Sartono, A.K. Gani, M.H. Thamrin, Amir Sjarifuddin, Wilopo


Bubarnya Partindo mendorong para bekas anggotanya mencari cara untuk melanjutkan perjuangan sekaligus memelihara api idealisme. Mereka lalu membentuk Gerindo. Resminya, Gerindo kooperatif dengan pemerintah kolonial. Namun, praksisnya beda. Tak seperti Parindra, yang bisa menerima fasisme, Gerindo amat menentang. Gerindo menekankan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita. Keadilan, menurut Gerindo, baru bisa terwujud bila asas demokrasi dijunjung tinggi.


Serikat Rakyat Indonesia (Serindo)


13 Desember 1945–28 Januari 1946


Pendiri/anggota: Sartono, Mangunsarkoro, Suwirjo, Lukman Hakim, Wilopo, Sudiro, Sabillal Rasjad


Partai ini berdiri setelah beberapa mantan anggota PNI lama memikirkan cara untuk mendirikan partai yang bisa mengakomodasi perjuangan PNI. Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945, yang mendorong pendirian partai politik, memberi mereka momentum baik. Pada 13 Desember, mereka sepakat mendirikan partai baru bernama Serindo. Usia Serindo tak lama karena kemudian melebur dengan beberapa partai lain menjadi PNI.



Partai Nasional Indonesia (PNI)


29 Januari 1946–1973


Pendiri/anggota: Sartono, Ki Mangunsarkoro, Suwirjo, Wilopo, Sudiro, Sabillal Rasjad, pimpinan Partai Republik Indonesia (Madiun), Partai Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta), Gerakan Rakyat Indonesia (Madiun), dan bekas cabang PNI Madiun, Pati, Palembang, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Kalimantan.


Kongres pertama Serindo di Kediri, 28 Januari–1 Februari 1946, dihadiri banyak organisasi masyarakat dan partai politik nasionalis. Pada 29 Januari, mereka sepakat melebur menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Tanggal itu lalu ditetapkan sebagai hari lahir PNI. Dalam pemilu 1955, PNI menjadi pemenang. Perpecahan terjadi pada masa transisi dari kekuasaan Orde Lama ke Orde Baru. Setelah menyingkirkan elemen radikal dan Sukarnois, di awal Orde Baru PNI kemudian fusi dengan partai-partai nasionalis lain.


Partindo 1958


5 Agustus 1958–akhir Orde Lama


Pendiri/anggota: Asmara Hadi, Winarno Danuatmodjo, Winoto Danuasmoro


Pertentangan antara anggota PNI pendukung dan penentang pembaruan dalam tubuh partai mengakibatkan terjadinya perpecahan. Golongan pro pembaruan akhirnya mendirikan Partindo yang juga berazas Marhaenisme. Di kemudian hari, azas tersebut dan adanya kader PKI daerah yang menjadi anggota Partindo menyulitkan partai ini ketika Soeharto mulai menapaki kekuasaan hingga akhirnya merebut kekuasaan dari Sukarno.


Partai Demokrasi Indonesia (PDI)


10 Januari 1973–10 Januari 2003


Pendiri/anggota: PNI, Partai Murba, IPKI, Parkindo, Partai Katolik


Kemunculan PDI tak lepas dari aturan fusi yang ditetapkan pemerintahan Orde Baru untuk menyederhanakan partai politik. Bersama empat partai nasionalis lain, PNI lalu melebur menjadi PDI. Terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum dalam Kongres Luar Biasa pada 1993, membuat Presiden Soeharto tak senang. Melalui kongres tandingan tiga tahun setelahnya, PDI kembali memilih Soerjadi menjadi ketua umum. Perpecahan terjadi, yang bermuara pada Peristiwa 27 Juli 1996. PDI kehilangan banyak suara di Pemilu 1997 karena pendukung Megawati lebih memilih PPP –dikenal dengan sebutan “Mega Bintang”.



Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)


1 Februari 1999 tetapi ulang tahun 10 Januari


Pendiri/anggota: Megawati Soekarnoputri


Pertentangan dengan kubu PDI Soerjadi mendorong Megawati membuat wadah perjuangannya sendiri. Pasca Reformasi, yang membuka keran kebebasan berdemokrasi, Megawati mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada 1 Februari 1999. Partai ini langsung menjadi pemenang dalam pemilu pertama yang diikutinya, Pemilu 1999. Sempat terus menurun dalam perolehan suara di dua pemilu berikutnya, PDI-P kembali menjadi pemenang pemilu bahkan tiga kali berturut-turut, Pemilu 2014, 2019, dan 2024.


PNI Front Marhaenis


10 Februari 1999, dideklarasikan 21 Maret 1998


Pendiri/anggota: Supeni, Bachtar Oscha Chalik, Maruli Pardede, Edwin Sunawar Soekowati, dan Probosutedjo


PNI Front-Marhaenis mengklaim sebagai jelmaan PNI 1927 yang didirikan oleh Sukarno cs. Selain azas dan ideologi partai yang banyak meng-copy PNI 1927, PNI Front Marhaenis juga didukung tokoh lawas PNI seperti Supeni. Namun, naiknya Probosutedjo, adik tiri Presiden Soeharto, menjadi ketua umum mengecewakan banyak orang. Beberapa di antaranya memilih keluar dan mendirikan partai baru.



PNI Supeni


20 Mei 1998


Pendiri/anggota: Supeni


Partai ini berdiri setelah terjadi ketidakcocokan pendirinya dengan petinggi-petinggi lain di dalam PNI Front Marhaenis. Dengan dukungan Usep Ranuwidjaja dan Sukmawati Soekarnoputri, pada 20 Mei 2002 PNI Supeni kemudian berubah menjadi PNI Marhaenisme.


PNI Massa Marhaen 1927


21 Mei 1998


Pendiri/anggota: Bachtar Oscha Chalik


Partai ini lahir dari kekecewaaan Bachtar dan beberapa temannya di PNI Front Marhaenis terhadap naiknya Probosutedjo, adik tiri Presiden Soeharto, menjadi ketua umum. Bachtar keluar bersama beberapa teman yang sepandangan, sepetri Maruli Pardede. Dia lalu mendirikan PNI Massa Marhaen 1927. Pada akhir Desember 1998, partai ini bergabung dengan PNI Irawan Soenario (berdiri pada 4 Agustus 1998) dan berganti nama menjadi PNI Massa Marhaen.



PNI Irawan Soenario


4 Agustus 1998


Pendiri/anggota: Irawan Soenario


PNI Irawan Soenario merupakan satu dari sekian banyak partai yang menggunakan nama PNI. Partai ini merupakan satu-satunya partai “serumpun” yang menerima usulan penggabungan dari Bachtar. Pada akhir Desember, PNI Irawan Soenario bergabung dengan PNI Massa Marhaen 1927 menjadi PNI Massa Marhaen.


PNI Massa Marhaen


Desember 1998


Pendiri/anggota: Bachtar Oscha Chalik dan Irawan Soenario


PNI Massa Marhaen merupakan gabungan dari PNI Massa Marhaen 1927 dan PNI Irawan Soenario. Untuk mendongkrak perolehan suara, PNI Massa Marhaen menggaet Gempar Soekarnoputra.


Partai Indonesia (Partindo)


1 Desember 1999


Pendiri/anggota: Soetomo Martopradoto


Para pendiri partai ini ingin melanjutkan perjuangan Partindo lama. Pada 2003, Partindo melebur ke dalam PNI Marhaenisme.



PNI Marhaenisme


20 Mei 2002


Pendiri/anggota: Supeni, Sukmawati Soekarnoputri, dll.


Melanjutkan perjuangan PNI Supeni, PNI Marhaenisme mengklaim sebagai partai yang paling mirip PNI 1927. Menurut Sukmawati, PNI yang dia kenal adalah PNI yang berlogo banteng segitiga dan berazas Marhaenisme. PNI Marhaenisme menggunakan keduanya. Pada 2003, PNI Marhaenisme mendapat kekuatan baru dengan bergabungnya Partindo.


Partai Nasional Banteng Kerakyatan (PNBK)


27 Juli 2002


Pendiri/anggota: Eros Djarot


Kemunculan PNBK tak lepas dari kemelut yang ada di tubuh PDI-P. Eros Djarot, berada di barisan kader yang menghendaki reformasi di tubuh partai, gagal mencalonkan diri sebagai ketua umum partai karena namanya dicoret. Merasa dilecehkan, dia lalu keluar. Eros lalu mendirikan Partai Nasionalis Bung Karno. Partai itu lalu berganti nama menjadi Partai Nasional Banteng Kerakyatan.


Partai Pelopor


29 November 2002


Pendiri/anggota: Rachmawati Soekarnoputri


Berdirinya partai ini berawal dari dicalonkannya Rachmawati Soekarnoputri sebagai calon presiden oleh Partai Persatuan Bangsa Indonesia. Adanya kans membuat Rachmawati membentuk partai sendiri (Partai Pelopor) setahun kemudian. Partai Pelopor mengandalkan konstituennya pada Marhaenis muda perkotaan.*


Tulisan ini telah dimuat di Majalah Historia No. 31 Tahun 2016

Comentarios

Obtuvo 0 de 5 estrellas.
Aún no hay calificaciones

Agrega una calificación
Mayor Udara Soejono Sang Eksekutor Kartosoewirjo

Mayor Udara Soejono Sang Eksekutor Kartosoewirjo

Mayor Soejono disebut sebagai eksekutor imam DI/TII S.M. Kartosoewirjo. Dia kemudian dieksekusi mati karena terlibat G30S.
Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Meski punya pengalaman kurang menyenangkan di lapangan sepakbola di masa kolonial, Bung Karno peduli dengan sepakbola nasional. Dia memprakarsai pembangunan stadion utama, mulai dari Lapangan Ikada hingga Gelora Bung Karno.
Juragan Besi Tua Asal Manado

Juragan Besi Tua Asal Manado

Bekas tentara KNIL yang jadi pengusaha kopra dan besi tua ini sempat jadi bupati sebelum ikut gerilya bersama Permesta.
Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Seminar Sejarah Nasional pertama tidak hanya melibatkan para sejarawan, melainkan turut menggandeng akademisi dan cendekia berbagai disiplin ilmu serta unsur masyarakat. Jadi momentum terbitnya gagasan Indonesiasentris dalam penulisan sejarah nasional Indonesia.
Berlan Kampung Serdadu dan Anak Kolong

Berlan Kampung Serdadu dan Anak Kolong

Sedari dulu, Berlan adalah daerah militer. Di zaman KNIL, Jepang, ataupun Indonesia, tetap sama.
bottom of page