top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Seabad Dokumentasi Seni Kriya Indonesia

Dua orang ini berkeliling mendata kerajinan tangan seluruh Indonesia. Hasilnya lima jilid buku yang memakan waktu 18 tahun.

30 Okt 2017

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Perempuan sedang membatik dalam De inlandsche kunstnijverheid in Nederlandsch Indie karya Johan Ernst Jasper dan R.M. Pirngadie.

Diperbarui: 30 Jul

PEMERINTAH kolonial Belanda tak melulu berkutat dalam masalah politik dan sumber daya alam. Mereka sempat menerbitkan lima jilid buku dokumentasi kerajinan tangan Indonesia yang menjadi babon perkembangan seni kriya.


Pemerintah kolonial menugaskan Johan Ernst Jasper dan R.M. Pirngadie berkeliling Indonesia untuk mencatat segala seni kerajinan tangan rakyat. Jasper yang berayah Belanda dan ibu Indonesia, kemudian diangkat menjadi gubernur Yogyakarta pada 1928-1929. Sementara Pirngadie asal Banyumas kemudian dikenal sebagai pelukis bergaya mooi indie.


“Pemerintah (Hindia Belada, red) menugaskan Jasper mengembangkan kesenian dan kerajinan pertunjukan di kalangan penduduk setempat,” kata Christina M. Udiani, editor Seni Kerajinan Pribumi di Hindia Belanda dalam bedah buku itu di Ruang Pamer Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta, Jumat (27/10/2017).


Dari penjelajahan itu, Jasper dan Pirngadie menerbitkan lima jilid buku berjudul De Inlandsche Kunstnijverheid in Nederlandsch Indie. Jilid 1 tentang anyaman (1912), jilid 2 tentang tenunan (1912), jilid 3 tentang batik (1916), jilid 4 tentang emas dan perak (1927), dan jilid 5 tentang logam lain selain emas dan perak (1930).


Jasper dan Pirngadie berkolaborasi sejak 1904. Pada Oktober-Desember 1906, mereka menjelajahi Jawa sampai Madura. Pada Februari-Maret 1907, sampai ke Sulawesi Selatan, Sumatra Barat pada Juni-Agustus 1907, kemudian bergerak ke Sumatra Utara pada Agustus-Oktober 1908.


“Prosesnya 18 tahun sampai lengkap lima jilid diterbitkan,” lanjut Christina.


Semua kerajinan yang mereka temukan terdokumentasi dengan lengkap, dari material, cara, sampai nama alat yang digunakan. Bahkan, bukan hanya penelitian soal kriya, tapi juga sisi linguistiknya. Misalnya, bagaimana kata “menganyam” bisa dikenal dalam berbagai daerah di Indonesia.


“Jadi, buku ini bisa dianggap panduan atau manual. Ada resep-resep mencampur warna, teknik menganyam, ada semua,” ungkap Christina.


Naniek Harkantiningsih, peneliti senior di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, mengatakan bentuk-bentuk kriya yang kini ada sebenarnya telah ada sejak masa prasejarah. Seperti kerajinan tanah liat, bahkan logam dan batuan mulia seringkali ditemukan dalam tradisi penguburan sebagai bekal kubur.


“Tidak hanya melihat barang-barang pada masanya saja yang dijelaskan Jasper dan Pirngadie. Pada masa yang lebih lampau lagi juga dijelaskan oleh mereka,” ujar Naniek.


Naniek melihat buku ini sebagai salah satu bukti pelestarian seni kriya. Karenanya cara ini bisa ditiru dengan melanjutkan kembali pendokumentasian yang telah dilakukan Jasper dan Pirngadie. “Karena teknologi berkesinambungan,” ujarnya.


Menurut Naniek dalam pengembangan seni kriya di masa depan, rekonstruksi tinggalan arkeologis bisa menjadi modal. Seperti halnya yang dilakukan para pengrajin kain tenun Sumba. Mereka mengambil motif kain dari ragam hias yang ada di kubur batu megalitik di Sumba. Di Banten banyak ditemukan tembikar dari abad 16 yang kaya ragam hias. Seniman merefleksikan motif itu ke dalam batik.


Lusiana Limono, praktisi seni tekstil, menambahkan ternyata dari buku diketahui ada beberapa kerajinan yang kini kembali menjadi tren, terutama bagaimana masyarakat masa Hindia Belanda menggunakan pewarna alam. “Ilmu pewarnaan alam adalah kearifan lokal dan dari kebiasaan. Pesan 100 tahun lalu didengar lagi kini,” kata Lusiana.


Kini, kelima jilid itu kembali diterbitkan dengan judul Seni Kerajinan Pribumi di Hindia Belanda.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
bottom of page