top of page

Sejarah Indonesia

Sjafruddin Prawiranegara Sebenarnya Saya Seorang Presiden

Sjafruddin Prawiranegara: Sebenarnya Saya Seorang Presiden

Mengapa Sjafruddin Prawiranegara memilih menggunakan istilah ketua daripada presiden PDRI? Dia pun kerap disebut sebagai presiden yang dilupakan.

17 Desember 2015

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Rombongan PDRI tiba di lapangan terbang Maguwo, Yogyakarta. Ketua PDRI, Sjafruddin Prawiranegara (bertongkat), berjalan didampingi Dr. Halim, M. Natsir (berpeci), dan Mr. Lukman Hakim. (Repro Ajip Rosidi, Lebih Takut Kepada Allah SWT).

Diperbarui: 11 Jul

PADA 22 Desember 1948 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dibentuk di Halaban, Sumatra Barat, yang dipimpin oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Banyak orang yang menyesalkan mengapa Sjafruddin dan Mr. Assaat tidak dihitung presiden. Mereka pun kerap disebut sebagai presiden yang dilupakan.


Ketika Sukarno, Mohammad Hatta, dan pimpinan negara lain ditangkap Belanda pada Agresi Militer kedua, Sjafruddin dan tokoh-tokoh Sumatra membentuk PDRI. PDRI berdiri dari 19 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949. Sedangkan Assaat ditunjuk sebagai penjabat (acting) presiden Republik Indonesia (27 Desember 1949-15 Agustus 1950) ketika Sukarno menjadi presiden Republik Indonesia Serikat pada 16 Desember 1949.


Jika Assaat disebut sebagai acting (penjabat), mengapa Sjafruddin menyebut dirinya "ketua" PDRI?


Menurut Ajip Rosidi dalam biografi Sjafruddin Prawiranegara, Lebih Takut Kepada Allah Swt., istilah yang dipakai adalah “ketua”, padahal tanggung jawabnya adalah sebagai presiden merangkap perdana menteri. Dia tidak mau memakai istilah yang secara hukum harus disandangnya itu, walaupun dia tahu bahwa kedudukan “ketua” tidak dikenal dalam UUD Republik Indonesia.


Rupanya, alasan Sjafruddin memakai istilah "ketua" karena telegram yang dikirim oleh Sukarno-Hatta tidak sampai kepadanya. Telegram tertanggal 19 Desember 1948 itu menugaskan "Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran Republik Indonesia, untuk membentuk Pemerintahan Republik Indonesia Darurat di Sumatera."


Menurut Ajip, telegram tersebut tidak sampai ke Sjafruddin karena Belanda yang menyerbu Yogyakarta, memusnahkan stasiun radio dan kantor telekomunikasi.


Oleh karena itu, Sjafruddin kepada harian Pelita, 6 Desember 1978, mengatakan: "Mengapa saya tidak menamakan diri Presiden Republik Indonesia tetapi Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia? Yang demikian itu disebabkan karena saya belum mengetahui adanya mandat Presiden Sukarno, dan karena didorong rasa keprihatinan dan kerendahan hati…Tetapi andai kata saya tahu tentang adanya mandat tadi, niscaya saya akan menggunakan istilah ‘Presiden Republik Indonesia’ untuk menunjukkan pangkat dan jabatan saya…Dengan istilah Ketua PDRI sebenarnya saya seorang Presiden Republik Indonesia dengan segala kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh UUD 1945 dan diperkuat oleh mandat Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta, yang pada waktu itu tidak dapat bertindak sebagai Presiden dan Wakil Presiden."*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Dari Gas hingga Listrik

Dari Gas hingga Listrik

NIGM adalah perusahaan besar Belanda yang melahirkan PLN dan PGN. Bersatunya perusahaan gas dan listrik tak lepas dari kerja keras Knottnerus di era Hindia Belanda.
Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Film perdana Reza Rahadian, “Pangku”, tak sekadar merekam kehidupan remang-remang lewat fenomena kopi pangku. Sarat pesan humanis di dalamnya.
Soebandrio Tidak Menyesal Masuk Penjara Orde Baru

Soebandrio Tidak Menyesal Masuk Penjara Orde Baru

Soebandrio dikenal memiliki selera humor yang tinggi. Selama menjadi tahanan politik Orde Baru, dia mendalami agama Islam, sehingga merasa tidak rugi masuk penjara.
Khotbah dari Menteng Raya

Khotbah dari Menteng Raya

Tak hanya mendatangkan suara, Duta Masjarakat juga menjadi jembatan Islam dan nasionalis sekuler. Harian Nahdlatul Ulama ini tertatih-tatih karena minim penulis dan dana.
Lagi, Seruan Menolak Gelar Pahlawan Nasional Bagi Soeharto

Lagi, Seruan Menolak Gelar Pahlawan Nasional Bagi Soeharto

Wacana penganugerahan gelar pahlawan nasional bagi Soeharto kian santer. Dinilai sebagai upaya pengaburan sejarah dan pemutihan jejak kelam sang diktator.
bottom of page