top of page

Sejarah Indonesia

Tersambar Petir Di

Tersambar Petir di Depok

Depok terkenal dengan sambaran petirnya. Banyak memakan korban, sedari dulu hingga hari ini.

Oleh :
22 Oktober 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

...

Diperbarui: 25 Okt

SELAIN tenar dengan istilah “Bule Depok”-nya dan tempat beradanya Universitas Indonesia, Depok ternyata menyimpan keunikan alam tersendiri, yakni sebagai daerah kaya petir. Selain intensitas petirnya termasuk tertinggi di dunia, petir Depok juga menjadi petir dengan arus listrik terbesar di dunia.

 

Keganasan petir Depok telah diteliti ahli petir Institut Teknologi Bandung Dr. Ir. Dip Ing Reynaldo Zoro pada 2002. Dari penelitian itu didapatkan, petir Depok mengandung arus petir negatif 379,2 Kilo Ampere dan petir positif 441,1 Kilo Ampere.

 

“Bicara soal petir, Indonesia ternyata masuk sebagai negara yang memiliki petir terganas. Bahkan Anda boleh percaya atau tidak, petir yang terjadi di Kota Depok, Jawa Barat, memiliki arus listrik terbesar di dunia,” kata Zoro, dikutip kumparan.com, 16 Maret 2022.

 

Tingginya frekuensi dan ganasnya petir Depok telah memakan banyak korban sejak dulu. Salah satunya yang menimpa Felix Johannes Leander.

 

Felix merupakan pemuda kelahiran Depok pada 22 Desember 1899. Nama belakangnya, Leander, merupakan salah satu marga di Depok. Leluhurnya adalah budak yang dibebaskan Cornelis Chastelein, tuan tanah kaya-raya, setelah masuk Kristen pada abad ke-17. Setelah bebas, Leander dapat tanah luas di Depok. Orang Depok yang Kristen ini punya status hukum orang Belanda.

 

Felix yang punya status Belanda itu bisa “makan bangku” sekolah hingga lulus. Setelah lulus, dia bekerja di Departemen Dalam Negeri sejak 26 Mei 1917. Dia lalu resmi diangkat menjadi juru tulis di sana pada 20 Maret 1918.

 

Namun, kehidupannya yang sejahtera sebagai “abdi negara” tak membuat Felix cepat puas. Pada 5 Mei 1920, Felix berhenti dari departemen tersebut. Setelahnya, dia menjadi juru tulis di Perusahaan Kereta Api Negara Staat Spoorwagen (SS). Namun itu juga tak lama. Setelah itu Felix bekerja di kantor inspeksi di Batavia.

 

Pada sore 16 Agustus 1933, sebagaimana diberitakan Bataviaasche Nieuwsblad tanggal 17 Agustus 1933, Felix mengunjungi kenalannya yang juga tinggal di Depok. Bersama beberapa kawannya dia lalu mengobrol di teras rumah kawannya itu. Sekitar pukul 17.00, cuaca mulai “bermasalah”. Awan menggelap dan petir bermunculan.

 

Sebuah petir lalu menyambar ke arah teras rumah tempat Felix dan kawan-kawannya tadi berkumpul. Petir itu, tulis Algemeen Dagblad tanggal 21 Agustus 1933, hanya mengenai Felix hingga istri Felix menjanda dan keempat anaknya menjadi yatim.

 

Felix bukan satu-satunya orang dari marga Leander di Depok yang tewas tersambar petir. Jauh sebelumnya, tepatnya beberapa bulan sebelum Felix dilahirkan, seorang pengurus gereja di Depok bernama A. Leander juga tewas tersambar petir. De Locomotief tanggal 2 Februari 1899 memberitakan bahwa pada Sabtu (28 Januari 1899) sore pukul 16.30, A. Leander setelah menyelesaikan beberapa tugas di gereja memilih langsung pulang meski cuaca sedang buruk. Dalam perjalanan ke rumahnya itu, petir menyambar sebuah pohon kelapa dan kemudian menjalar ke arah Leander. Leander pun meninggal dunia karenanya.

 

Setelah kematian Felix Leander,  seperti diberitakan Deli Courant tanggal 15 September 1933, Pemerintah Kota Depok pada pertengahan September 1933 menghubungi GEBEO (Badan Penanggulangan Bencana) untuk meminta pemasangan beberapa penangkal petir. Sebab, kata koran itu, petir telah mengganas. Sebelum memangsa Felix, beberapa waktu sebelumnya petir menyambar rumah D. Laurens. Anak-anaknya diperkirakan terluka. Kendati kerusakan rumahnya tidak parah, Laurens yang bekerja di Weltevreden tidak banyak keluar rumah setelah kejadian itu.

 

Kala itu masyarakat Depok  “cenderung konservatif”. Mereka  mengaitkan fenomena alam itu dengan pemasangan alat-alat listrik di Depok.

 

Korban sambaran petir di Depok tak hanya memangsa orang-orang yang berstatus hukum layaknya orang Belanda. Ada pula orang Tionghoa yang pernah kena sambar petir. Het Nieuws van den dag tanggal 26 Juli 1915 memberitakan pada Rabu (21 Juli 1915) malam, petir menyambar rumah seorang pria Tionghoa ketika badai petir melanda Depok. Atap rumah pria Tionghoa itu hancur total. Untungnya tidak ada korban terluka dalam fenomena alam itu. 

 

Petir tak pandang bulu dalam “mencari mangsa”. Orang-orang pribumi yang tinggal di kampung-kampung pun juga jadi sasaran. Koran Bataviaasch Nieuwsblad tanggal 25 Oktober 1935 memberitakan, dua orang pribumi dari Pasirangin-Pondok Rangon jadi korban sambaran petir. Mereka adalah Entjan dan Djilan. Bersama tiga anggota keluarga yang lain, Entjan dan Djilan sedang berjalan menuju Cileungsi untuk mengumpulkan genteng sebelum peristiwa. Ketika berada di Kampung Bojong, di jalan yang diapit pepohonan tinggi, petir menyambar ke arah mereka. Hanya Djilan dan Entjan saja yang kena sementara tiga keluargaanya lolos. Entjan luka bakar parah oleh sambaran petir itu. Bahkan, asisten residen sampai turun tangan melihat mereka.

 

Selain manusia, korban-korban petir Depok ada juga binatang. De Locomotief tanggal 19 Oktober 1882 memberitakan, seorang bocah penggembala yang sedang menggembala kerbau-kerbaunya di sawah pada Jumat (12 Oktober 1882) sore. Petir lalu menyambar ke arah bocah dan kerbau-kerbaunya itu. Tiga ekor kerbau seketika mati tersambar petir di sawah itu. Sementara si bocah pengembala itu hanya pingsan dan kemudian sadar setelah kejadian.*

3 Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Dandi Darmawan
Dandi Darmawan
7 hari yang lalu

Rumah saya di Depok, tepatnya dikampung yg bernama Pondok Petir ... :-)

Suka

Etosha 08
Etosha 08
23 Okt

Btw, di Depok ada tempat yang namanya Pondok Petir yang katanya sebagai peringatan kalau ditempat itu sering terjadi serangan petir.

Suka
Membalas kepada

Iya itu rumah mertua aku, pas awal nikah agak kaget petirnya OMG., subhanallah bgt. Baca di berita internasional juga. Sampai sekarang meski hanya kurang dari 5 kilo dari Pontir (Pondok Petir) suara petir suka bikin mati lampu d perumahan yg Deket sutet, bahkan alarm mobil sampai bunyi T.T

Suka
Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Film perdana Reza Rahadian, “Pangku”, tak sekadar merekam kehidupan remang-remang lewat fenomena kopi pangku. Sarat pesan humanis di dalamnya.
Soebandrio Tidak Menyesal Masuk Penjara Orde Baru

Soebandrio Tidak Menyesal Masuk Penjara Orde Baru

Soebandrio dikenal memiliki selera humor yang tinggi. Selama menjadi tahanan politik Orde Baru, dia mendalami agama Islam, sehingga merasa tidak rugi masuk penjara.
Khotbah dari Menteng Raya

Khotbah dari Menteng Raya

Tak hanya mendatangkan suara, Duta Masjarakat juga menjadi jembatan Islam dan nasionalis sekuler. Harian Nahdlatul Ulama ini tertatih-tatih karena minim penulis dan dana.
Lagi, Seruan Menolak Gelar Pahlawan Nasional Bagi Soeharto

Lagi, Seruan Menolak Gelar Pahlawan Nasional Bagi Soeharto

Wacana penganugerahan gelar pahlawan nasional bagi Soeharto kian santer. Dinilai sebagai upaya pengaburan sejarah dan pemutihan jejak kelam sang diktator.
Cerita dari Pengasingan Bung Karno di Rumah Batu Tulis

Cerita dari Pengasingan Bung Karno di Rumah Batu Tulis

Setelah terusir dari paviliun di Istana Bogor, Bung Karno melipir ke Hing Puri Bima Sakti alias Rumah Batu Tulis sebagai tahanan rumah.
bottom of page