top of page

Sejarah Indonesia

Tio Tek Hong Perintis Rekaman Di Hindia Belanda

Tio Tek Hong, Perintis Rekaman di Hindia Belanda

Pengusaha yang mendirikan perusahaan rekaman. Merekam dan merilis lagu Indonesia Raya untuk pertama kali.

8 Maret 2023

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Tio Tek Hong dan anak-anaknya. (Wikimedia Commons).

HARI Musik Nasional diperingati setiap 9 Maret, diambil dari tanggal lahir Wage Rudolf Supratman, pencipta lagu Indonesia Raya. Orang yang berjasa dalam merekam lagu kebangsaan itu adalah Tio Tek Hong. Pengusaha kelahiran Pasar Baru, Batavia, 7 Januari 1877 itu merupakan pengusaha yang dikenal sebagai perintis bisnis rekaman musik di Hindia Belanda.


Menurut Krishna Sen dan David T. Hill dalam Media, Culture, and Politics in Indonesia, industri musik telah bergeliat di zaman kolonial Belanda. Sebelum Perang Dunia I berkecamuk di Eropa, ada tiga perusahaan rekaman milik orang Tionghoa di Hindia Belanda. Dua perusahaan di Batavia dan satu perusahaan di Surabaya, dengan pasar yang kecil di kalangan elite perkotaan. Salah satu perusahaan rekaman tersebut milik Tio Tek Hong.


Dalam memoarnya, Keadaan Jakarta Tempo Doeloe Sebuah Kenangan 1882–1959, Tio Tek Hong menyebutkan, mulai tahun 1904 tokonya di Pasar Baru mendatangkan fonograf memakai rol-lilin. Dalam tahun 1905, di seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke telah terkenal plaatgramofoon dari Toko Tio Tek Hong, yang turut ambil bagian dalam memperluas peredaran lagu-lagu Melayu, Keroncong, dan Stambul.



Fonograf bukan satu-satunya barang yang dijual di Toko Tio Tek Hong. Menurut Peter Keppy dalam “Keroncong, Concours and Crooners: Home Grown Entertainment in Early Twentieth-Century Batavia”, termuat dalam Linking Destinies Trade, Towns and Kin in Asian History, lini utama bisnis yang dijalani Tio Tek Hong merupakan penjualan peralatan berburu yang terdiri dari senjata hingga amunisi. Hal itu bukan tanpa sebab, berburu merupakan hobi favorit Tio Tek Hong.


“Namun, ada bukti bahwa musik berada di urutan kedua,” tulis Keppy. Tio Tek Hong menjual alat musik sebagai usaha sampingannya, bahkan ia dikabarkan menjadi agen penjualan gitar keroncong buatan tangan dari Tugu.


Terkait perhatian Tio Tek Hong terhadap musik, Lutgard Mutsaers menyebut, pada 1902 Tio Tek Hong ikut dalam membentuk perkumpulan musik Eropa yang dikenal dengan nama Musica. “Misinya ialah pengajaran di bidang teori musik seni Barat serta instrumen musik Barat seperti piano, violin, dan celo,” tulis Mutsaers dalam “Barat Ketemu Timur: Perjumpaan Silang-Budaya dan Pembentukan Sejarah Kroncong yang Awal”, termuat dalam Merenungkan Gema Perjumpaan Musikal Indonesia-Belanda.



Menurut Keppy, peran Tio Tek Hong sebagai perintis pengembangan industri hiburan rumahan jauh lebih penting dan bertahan lama daripada keterlibatannya dengan asosiasi musik Belanda. Tak hanya memperluas distribusi lagu Melayu, Keroncong, Stambul, dan sebagainya, ia juga mengambil peran sebagai perantara dan perintis budaya yang tidak terduga. Hal itu terlihat dari kerja samanya dengan label rekaman asing seperti Odeon sejak 1905 dan Columbia pada 1911–1912.


Sebagai agen penjualan sekaligus broker lokal untuk memasok industri rekaman Barat dengan talenta baru membuat Tio Tek Hong aktif menghadiri kompetisi keroncong. Ia menganggapnya sebagai kesempatan merekrut artis lokal untuk rekaman. Pasar Gambir yang kerap menjadi lokasi konkurs atau kompetisi keroncong jadi tempat favorit Tio Tek Hong.


Tio Tek Hong merekam beragam penyanyi dan kelompok musik, mulai dari musik keroncong hingga kasidah. “Untuk musik keroncong, ada Orkest Kerontjong Park, Orkest Moeridskoe, Kerontjong Sanggoeriang, Kerontjong Aer Laoet, Kerontjong Deca Park. Untuk musik kasidah, ada Kasida Sika Mas, Orkest Gamboes Metsir, Kasida Rakbie Mas, Gamboes Boea Kana, serta Gamboes Turkey,” tulis Denny Sakrie.



Tio Tek Hong juga merekam lagu-lagu populer saat itu, seperti Tjente Manis, Djali Djali, Tjerai Kasih, Kopi Soesoe, dan Sang Bango dalam bentuk piringan shellac. Ia juga turut merekam sandiwara Njai Dasima yang dikemas dalam format boxset. Yang menarik di setiap plat terdengar suara Tio Tek Hong melafalkan kalimat: “Terbikin oleh Tio Tek Hong, Batavia”. Rekaman suara itu berada di awal sebelum lagu track pertama diputar. Tak hanya mencegah pemalsuan, suara Tio Tek Hong menjadi trademark yang membekas dalam ingatan masyarakat khususnya pelanggannya.


Perusahaan rekaman Tio Tek Hong berjasa dalam merekam dan merilis lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Supratman untuk pertama kali pada 1929. “Tio Tek Hong menghubungi komposer dan juga wartawan W.R. Supratman untuk meminta izin merekam lagu Indonesia Raya dalam bentuk piringan hitam dengan format 78 RPM. Dengan penuh suka cita, W.R. Supratman yang pernah tergabung dalam kelompok musik Black and White Jazz Band ini memberikan izin perekaman lagu tersebut,” tulis Denny Sakrie.


Piringan hitam Indonesia Raya menampilkan seorang penyanyi pria bersuara tenor dengan iringan orkes. Tak diketahui pasti siapa penyanyi dan orkes tersebut. Namun, piringan hitam Indonesia Raya yang dicetak dengan label bertuliskan “Terbikin oleh Tio Tek Hong” itu banyak diburu dan dibeli oleh kalangan atas. Walaupun sebagian kecil piringan hitam yang belum sempat terjual disita oleh polisi pemerintah Hindia Belanda, melalui perusahaan rekaman Tio Tek Hong, lagu Indonesia Raya tersebar luas ke seluruh wilayah Nusantara.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Sukses sebagai penyanyi di Belanda, Anneke Gronloh tak melupakan Indonesia sebagai tempatnya dilahirkan.
Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Film perdana Reza Rahadian, “Pangku”, tak sekadar merekam kehidupan remang-remang lewat fenomena kopi pangku. Sarat pesan humanis di dalamnya.
bottom of page