top of page

Sejarah Indonesia

Adu Kuat Iran Dan Amerika Di Lapangan

Adu Kuat Iran dan Amerika di Lapangan Hijau

Diamnya FIFA menimbulkan pertanyaan soal nasib Iran di Piala Dunia 2026. Sepanjang sejarah, sudah tiga kali tim sepakbola negeri Persia itu adu kuat dengan tim Amerika.

Oleh :
26 Juni 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Nasib Timnas Iran yang sudah lolos ke Piala Dunia 2026 kini dipertanyakan (the-afc.com)

SELEMBAR “tiket” lolos ke Piala Dunia 2026 sudah direbut Tim Nasional (timnas) Iran sejak Maret 2025 sebagai juara Grup A di ronde ketiga kualifikasi zona Asia (AFC). Namun, Amerika Serikat sebagai tuan rumah utama sudah sejak awal Juni silam mengeluarkan larangan masuk bagi semua warga Iran. Mengutip pernyataan Gedung Putih pada 4 Juni 2025 di laman resminya, “Restricting the Entry of Foreign Nationals to Protect The United States from Foreign Terrorists and Other National Security and Public Safety Threats,” Presiden Donald Trump melarang masuk warga asing dari 12 negara, baik berstatus imigran maupun non-imigran, ke wilayah Amerika Serikat. Selain Iran, 11 negara lainnya adalah Afghanistan, Myanmar, Chad, Republik Kongo, Guinea Khatulistiwa, Eritrea, Haiti, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. 

 

“Iran adalah negara yang mensponsori terorisme. Iran yang terus-menerus gagal bekerjasama dengan pemerintah Amerika Serikat dalam mengidentifikasi risiko-risiko keamanan, menjadi sumber terorisme yang signifikan di seluruh dunia, dan secara historis gagal menerima kembali warga negaranya yang dideportasi,” ungkapnya. 

 

Situasi makin rumit ketika negosiasi program nuklir Iran berjalan alot dan kini direcoki serangan Israel ke Iran yang lantas dibalas Iran. Amerika pun turun tangan membela Israel meski melanggar kedaulatan Iran lewat bombardirnya terhadap tiga situs nuklir Iran pada Minggu (22/6/2025). Iran membalas dengan menyerang sebuah pangkalan militer Amerika di Qatar sehari berselang. 

 

Situasi tersebut mmbuat pusing FIFA meskipun hingga kini badan sepakbola dunia itu masih bungkam, menyisakan tanda tanya besar publik sepakbola dunia. Memang tidak ada aturan yang melarang atau menganulir hak Iran untuk tampil di Piala Dunia 2026 dengan tiga host: Amerika, Kanada, dan Meksiko. Meski begitu FIFA mesti putar otak jika tetap ingin memenuhi hak Iran di satu sisi dan di sisi lain menghadapi larangan masuk bagi pemerintah Amerika Serikat terhadap semua warga Ira; yang berarti termasuk para pemain, staf pelatih, hingga ofisial dan para keluarga pemain berpaspor Iran. 

 

Jika larangan itu masih berlaku sampai dimulainya Piala Dunia pada 11 Juni 2026 mendatang, sangat mungkin FIFA mesti merekayasa secara khusus pada proses pengundian grup. Pasalnya, mengutip The Guardian, Senin (23/6/2025), Iran hanya dimungkinkan untuk ditempatkan di Grup A untuk menghindari bermain di wilayah Amerika Serikat. Dengan begitu Iran bisa terus bermain di venue-venue di Meksiko, termasuk jika “Team Melli” sanggup lolos ke babak 32 besar dan babak 16 besar. Iran baru diharuskan tampil di wilayah Amerika bila mampu lolos ke perempatfinal dan seterusnya. 

 

“Itu juga masalah. Kalau mereka enggak boleh masuk (Amerika), enggak mungkin mainnya di Kanada dan Meksiko doang. Kalau mereka lolos ke perempatfinal, pasti (main) di Amerika. Atau Amerika dilobi sama FIFA, bilang ‘yang boleh masuk hanya timnas dan stafnya tapi fansnya enggak boleh.’ Itu yang mereka takutkan, kan. Sisa berapa bulan lagi (hingga drawing Desember 2025),” ujar pengamat sepakbola Justinus Lhaksana di siniar “JustHY: Sepak Bola dalam Krisis! Kualifikasi Piala Dunia Kacau?” yang diunggah akun Youtube HY Sport, Selasa (24/5/2025). 

 

Mengingat FIFA juga punya catatan “standar ganda”, sepertinya FIFA takkan menganulir Amerika sebagai tuan rumah Piala Dunia 2026 jika bersikeras melarang timnas Iran masuk ke wilayah Amerika. Padahal, FIFA pernah memberi sanksi dan mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 gegara tidak menerima timnas Israel sebagai salah satu partisipannya. Standar ganda serupa juga tampak ketika dunia internasional menuntut Israel, yang melakukan genosida di Palestina, supaya disanksi meski FIFA berdiam diri. Namun, sikap berbeda dialami Rusia yang seketika itu juga disanksi FIFA karena alasan menginvasi Ukraina. 

 

Sama Kuat di Arena Sepakbola

Terlepas dari konflik di percaturan politik, Amerika dan Iran sepanjang sejarahnya baru tiga kali bersua di lapangan hijau. Dua kali di gelanggang Piala Dunia dan sekali di laga persahabatan. Dan setiap kali bertemu, aroma politik masih terasa. 

 

Pertemuan pertama terjadi di Piala Dunia 1998 di Prancis. Saat itu FIFA masih memberikan jatah 3,5 atau 3+1 peserta buat zona Asia, di mana tim keempat bisa lolos jika mampu melewati babak play-off melawan perwakilan zona Oseania. Jalan itulah yang ditempuh Iran. 

 

Pada play-off ronde ketiga kualifikasi zona Asia, Iran mesti mengakui kekalahan 2-3 dari Jepang. Namun saat meladeni Australia di babak play-off Asia-Oseania, Iran merebut tiket lolos hanya dengan unggul agregat usai dua kali bermain imbang 1-1 di kandang sendiri dan 2-2 di kandang Australia. Itu jadi keikutsertaan Iran yang kedua di Piala Dunia setelah debutnya pada Piala Dunia 1978 di Argentina. 

 

“Australia sempat diunggulkan sebagai tim yang lebih kuat dan penampilan di Tehran (22 November 1997) jadi penampilan terbaik Iran ketika menahan imbang 1-1. Asa sempat menipis saat Socceroos mencetak dua gol di babak pertama di Melbourne. Namun di saat-saat terakhir, Iran membalikkan keadaan dan mencetak dua gol juga, untuk mengamankan satu tempat di Piala Dunia setelah 40 tahun lamanya. Rakyat tumpah-ruah di jalan-jalan, bersorak, menari, dan bernyanyi meski dianggap melanggar batasan-batasan aturan negara berdasarkan agama. Akan tetapi pihak keamanan pun kewalahan untuk mengendalikan euforia massa setidaknya selama lima jam,” tulis Kaveh Basmenji dalam Tehran Blues: Youth Culture in Iran.

 

Sementara, Amerika Serikat lolos sebagai runner-up ronde keempat kualifikasi zona Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Karibia (CONCACAF) yang mendapat 3 jatah partisipan dari FIFA. Itu jadi keikutsertaan kelima Amerika setelah tampil di Piala Dunia 1934, 1950, 1990, dan tentu 1994 di mana Amerika selaku tuan rumah. 

 

Di Piala Dunia 1998, tim “Negeri Paman Sam” membawa skuad terbaiknya. Dari 22 pemain yang dibawa pelatih Steve Sampson, enam di antaranya adalah para punggawa yang berkarier di Eropa: David Regis (Karlsruher SC), Earnie Stewart (NAC Breda), Kasey Keller (Leicester City), Chad Deering dan Claudio Reyna (VfL Wolfsburg), serta kiper Brad Friedel (Liverpool FC). 

 

Iran –ditukangi bintang sepakbola legendaris Iran yang pernah melatih timnas Indonesia pada 1997, Jalal Talebi– juga datang dengan tim terbaiknya. Selain diperkuat rising star Mehdi Mahdavikia, tiga dari 22 pilarnya merupakan pemain bintang yang kariernya bersinar di Bundesliga Jerman, yakni Karim Bagheri dan Ali Daei (Arminia Bielefeld), serta Khodadad Azizi (1.FC Köln). 

 

Kedua tim itu pun bentrok lantaran dalam drawing terundi ke dalam satu grup, yakni Grup F, yang juga diisi Yugoslavia dan tim kuat Jerman. Keduanya terjadwal bersua di Stade de Gerland, Lyon pada 21 Juni 1998.. Laga yang dipimpin wasit Urs Meier asal Swiss itu dianggap publik sepakbola sebagai laga paling politis dalam sejarah Piala Dunia. Sebab, semenjak Revolusi Islam 1979 yang menumbangkan rezim Shah Reza Pahlavi yang pro-Amerika, hubungan kedua negara sama sekali tak pernah akur. 

 

Ofisial kedua belah pihak pun memutuskan untuk menjalankan “diplomasi” sendiri. Baik Talebi maupun Sampson enggan menggembar-gemborkannya sebagai agenda politik. 

 

“Saya bisa saja bicara tentang politik tapi itu bukanlah waktu yang tepat. Itu momen Piala Dunia dan bukan tempat yang tepat pula,” kenang Talebi, dikutip The Guardian, 20 Juni 2018. 

 

Sementara, Sampson berkomentar lebih argumentatif. “FIFA dan federasi sepakbola Amerika meminta saya untuk tidak mempolitisasi pertandingan. Olahraga dan politik memang saling berkaitan tapi mereka tidak ingin saya memicu kekerasan dan membuat segalanya lebih dari sekadar pertandingan. Kami tidak mempolitisasi pertandingan namun (pemerintah) Iran yang sempat mencobanya,” ujarnya. 

 

Yang dimaksud Sampson adalah perintah pemimpin tertinggi Iran Ali Khamenei yang melarang para punggawa timnas Iran untuk berjalan mendatangi barisan tim Amerika menjelang kick-off. Media officer FIFA Mehrdad Masoudi sampai harus menegosiasikannya dengan pihak Amerika agar pihak Amerika yang lebih dulu mendatangi tim Iran saat momen jabat tangan. 

 

“Masalahnya Iran tampil sebagai ‘Tim B’ (tamu, red.) dan Amerika ‘Tim A’ (tuan rumah). Menurut regulasi FIFA, Tim B yang mestinya berjalan menuju Tim A untuk jabat tangan pra-pertandingan namun Khamenei memerintahkan tim Iran tidak boleh berjalan menuju tim Amerika,” kenang Masoudi, dilansir FourFourTwo, 2 April 2022. 

 

Federasi Iran lalu mencoba meredakannya dengan membuat para pemainnya masuk ke lapangan dengan masing-masing membawa seikat bunga mawar putih. Seiring berjabat tangan, satu per satu para pemain Iran memberikannya ke para pemain Amerika. 

 

“Presiden federasi Iran ingin memanfaatkan laga itu untuk menunjukkan hal terbaik dari negerinya. Ia memerintahkan kit man untuk membeli banyak bunga yang kemudian dibawa setiap pemain ke dalam lapangan. Bunganya adalah bunga mawar putih, simbol perdamaian di Iran,” tambah Masoudi. 

Tampak kehangantan para pemain Iran dan Amerika jelang duelnya di Piala Dunia 1998 (the-afc.com)
Tampak kehangantan para pemain Iran dan Amerika jelang duelnya di Piala Dunia 1998 (the-afc.com)

Laganya berjalan begitu kompetitif. Seringkali terjadi permainan keras walau tidak menjurus kasar. Di akhir laga, adalah Iran keluar sebagai pemenang dengan skor 2-1 berkat gol Hamid Estili di menit ke-40 dan Mahdavikia pada menit ke-84. Amerika memang hanya mampu memperkecil dengan sebutir gol hiburan oleh Brian McBride di menit ke-87 namun mereka juga menyelesaikan laga dengan kepala tegak. 

 

“Kami melakukan hal yang lebih baik dalam 90 menit dari apa yang dilakukan para politisi selama 20 tahun,” kenang bek Amerika Jeff Agoos. 

 

Walaupun jadi kemenangan pertama Iran di Piala Dunia, kemenangan itu tak berpengaruh banyak baginya. Baik Iran maupun Amerika sama-sama gagal lolos ke babak 16 besar. 

 

Baiknya hubungan Iran dan Amerika di lapangan hijau juga memantik niat baik kedua federasi untuk kembali adu mekanik. Kali ini dalam laga persahabatan yang difasilitasi Masoudi dan sekjen federasi sepakbola Amerika Hank Steinbrecher. Merekalah yang melobi pihak pemerintah dan federasi Iran serta Dinas Imigrasi dan Kementerian Luar Negeri Amerika. 

 

Sementara, laganya diatur oleh Thom Meredith. Laga dijadwalkannya berlangsung di Stadion Rose Bowl, Pasadena pada 16 Januari 2000. Dia juga sampai memastikan keamanan tim Iran selama di Amerika. Dalam pertandingan yang penuh sesak penonton itu, kedua tim bermain sama kuat, 1-1, lewat gol Mahdavikia yang kemudian disamakan Chris Armas. 

 

“Saya punya sajadah yang merupakan hadiah dari delegasi Iran. Itu salah satu hadiah yang paling bernilai buat saya. Seandainya rumah saya kebakaran, sajadah itu pasti jadi salah satu benda pertama yang saya selamatkan. Saya sangat bangga jadi bagian dari momen itu sebagai murid dari peristiwa sejarah, geopolitik, dan olahraga,” kenang Meredith, disitat BBC, 15 Desember 2020. 

 

Terakhir, pertemuan mereka di Piala Dunia 2022 di Qatar, di mana Iran dan Amerika kembali terundi di Grup B yang juga diisi Inggris dan Wales. Keduanya sama-sama menurunkan skuad yang banyak pemainnya tampil di Eropa, seperti Christian Pulisic (Chelsea) di kubu Amerika yang diarsiteki Gregg Berhalter dan Mehdi Taremi (FC Porto) di kubu Iran yang ditukangi Carlos Queiroz asal Portugal. 

 

Akan tetapi kali ini Amerika lebih bisa tepuk dada. Saat bersua di laga pamungkas Grup B di Al Thumama Stadium pada 29 November 2022, Pulisic menyumbang gol semata wayang untuk mengunci kemenangan 1-0. Kekalahan yang membuat Iran gagal lolos sementara kemenangan itu membuat Amerika sukses melaju ke babak 16 besar. 


 

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page