top of page

Sejarah Indonesia

Aksi Aneh Cipto Mangunkusomo

Aksi Aneh Tjipto Mangoenkoesoemo

Dari memancing keributan di komunitas elite Eropa, hingga memasukan seorang gembel ke kereta khusus orang kulit putih

17 Oktober 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ilustrasi Tjipto Mangoenkoesoemo. (Betaria Sarulina/Historia.ID).

PADA 1899, kegembiraan datang menghampiri keluarga Mangunkusumo. Putra mereka, Tjipto Mangoenkoesoemo, dinyatakan lolos masuk ke Stovia (Sekolah Dokter Jawa) di Batavia. Sebagai anak dari kalangan rakyat biasa, terdaftar di sekolah bangsawan merupakan sebuah kebanggan. Keluarga Mangunkusumo pun menutup abad itu dengan kebahagian.


Di Stovia, Tjipto termasuk golongan siswa terbaik. Dia memiliki ketajaman berpikir, keterampilan, serta pembawaan diri yang baik. Berkat kecintaannya kepada buku, Tjipto memiliki wawasan yang luas dan senang berdebat. Para guru pun mengakuinya. Namun dia juga dikenal sebagai seorang yang suka kebebasan dan benci dikekang. Berkat sifatnya itu Tjipto pernah meringkuk di ruang tahanan siswa –para siswa menyebutnya “kamar tikus”.


Sebagaimana diceritakan Soegeng Reksodihardjo dalam Dr. Cipto Mangunkusumo, kejadian itu terjadi karena Tjipto terlibat bentrokan dengan penjaga di STOVIA, Papa Jeane. “Dari pada pergi berpesat, dia lebih suka membaca di kamarnya atau menghadiri ceramah-ceramah. Sebagai anak yang baru belasan tahun usianya, pustaka sudah menduduki tempat penting dalam jiwanya,” tulis Soegeng.


Sifat progresif Tjipto itu rupanya terbawa juga setelah dia lulus dari STOVIA. Saat ikut program penempatan, dia banyak terlibat bentrok dengan pejabat-pejabat Belanda. Kritikan-kritikannya pun semakin keras disuarakan. Terkadang bahkan kritikan Tjipto itu dieskpresikan dalam tindakan-tindakan yang aneh.


Ketika tengah berpraktek di Demak, Tjipto terlibat perselisihan dengan kalangan bangsawan. Dia dengan santai mengendarai keretanya melewati alun-alun di muka kantor kebupatian. Tindakan itu menimbulkan kegaduhan di kalangan konservatif yang masih mempertahankan tradisi kolot kebangsawanan. Tjipto memancing kemarahan orang-orang itu. Bagi mereka, perbuatan Tjipto itu bentuk penghinaan dan merupakan sikap kurang ajar kepada bangsawan, maupun orang Eropa. Tjipto pun harus berselisih dengan Pangeran Hadiningrat.


“… dan tindakan-tindakan yang aneh-aneh itu cukup membuat pihak penjajah memutar otak bagimana cara menjinakkan orang yang keras, bandel, dan sedikit pun tidak kenal takut akan pemerintah jajahan itu,” tulis Soegeng.


Kejadian lain, pernah suatu hari Tjipto pergi ke sebuah sociteit yang penuh dengan orang-orang Belanda. Dengan santainya dia duduk di kursi. Kakinya pun dijulurkan. Karuan saja seluruh gedung menjadi ribut. Orang-orang Eropa itu merasa kecolongan dengan masuknya seorang inlander yang  bersikap kurang ajar. Segera seorang penjaga diperintah mengusir Tjipto dari sociteit. Seketika dia berdiri dan dengan lantang memaki para penjaga serta orang-orang di sekitarnya dengan bahasa Belanda yang fasih.


Cara Tjipto melayangkan kritik memang seringkali dirasa aneh. Pada kesempatan lain, Tjipto sengaja datang ke stasiun sesaat sebelum kereta khusus orang-orang kulit putih datang. Kemudian menjelang keberangkatan dia pergi membeli tiket. Namun bukan untuk dia gunakan. Tiket itu diberikan kepada seorang dengan pakaian compang-camping. Disuruhnya orang itu cepat-cepat naik begitu kereta berjalan. Jelas saja kejadian itu membuat gaduh noni-noni dan tuan-tuan Eropa di dalam kereta. Aksi Tjipto menemani perjalanan hari itu.


“Setelah terjun dalam masyarakat, sering kali Tjipto disakiti hatinya, tetapi sakit hatinya terutama karena di mana-mana dia melihat adanya ketidakadilan, ketidakbebasan, kehidupan masyarakat feodal dan kolonial yang tidak wajar, serta penghinaan terhadap rakyat,” ungkap Soegeng.


Tjipto terus bergerak melancarkan kritik-kritiknya. Pada 1908 dia bergabung dalam Boedi Oetomo. Di sana Tjipto semakin aktif menentang praktek feodal. Dia juga mendirikan Indische Partij pada 1912 bersama Douwes Dekker dan Ki Hadjar Dewantara. Maka demi memastikan Tjipto menghentikan kritikan yang bisa memancing pemberontakan rakyat, pemerintah Belanda menunjuknya masuk ke dalam Volksraad (Dewan Rakyat) pada 1918. Lembaga legislatif itu diharap mampu meredam aksi-aksi radikal Tjipto. Namun anggapan mereka keliru. Dewan Rakyat itu malah menjadi lapangan lain bagi Tjipto melancarkan kritiknya.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Antara Raja Gowa dengan Portugis

Antara Raja Gowa dengan Portugis

Sebagai musuh Belanda, Gowa bersekutu dengan Portugis menghadapi Belanda.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page