top of page

Sejarah Indonesia

Anggota Pengawal Presiden Bunuh Diri

Anggota Pengawal Presiden Bunuh Diri

Tak bisa memberikan baju kepada istrinya, anggota pengawal presiden bunuh diri.

23 Maret 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Anggota Polisi Pengawal Presiden dan Wakil Presiden tahun 1952. (Repro Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967).

Diperbarui: 25 Jul

KETIKA pemerintahan pindah ke Yogyakarta pada Januari 1946, Sukarno-Hatta mendapat pengawalan dari anggota polisi yang dipimpin oleh Mangil Martowidjojo. Mereka bertugas di dalam gedung Istana Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan di luar dijaga oleh Polisi Tentara Angkatan Darat (kini, Polisi Militer).


Suatu hari di tahun 1947. Paiman, satu-satunya anggota pengawal, yang sudah menikah. Dia dan Prihatin berjaga di rumah Bung Hatta, di sebelah Istana Presiden, dari pukul 14.00 sampai 22.00.


Prihatin melihat ada yang tak beres dengan Paiman karena merokok terus-menerus tanpa henti. Malahan rokok belum habis, Paiman sudah menyalakan lagi rokok yang baru dan mengisapnya.


Paiman kemudian pamit kepada Prihatin mau mengontrol bagian belakang rumah Bung Hatta. Tak lama kemudian, Prihatin mendengar dua kali letusan senjata api. Prihatin lari menuju Paiman yang sudah roboh sambil meraung-raung kesakitan dan minta air.


Prihatin segera melapor kepada komandannya, Mangil yang tengah tiduran di bangku panjang di depan serambi asrama di Istana bagian belakang. “Paiman bunuh diri di halaman belakang rumah Bung Hatta,” kata Prihatin. Mangil dan Prihatin lari menuju tempat kejadian.

AKBP Mangil Martowidjojo (tengah) bersama anak buahnya, sebagian kecil perwira Detasemen Kawal Pribadi Presiden Sukarno tahun 1966. (Repro Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967).
AKBP Mangil Martowidjojo (tengah) bersama anak buahnya, sebagian kecil perwira Detasemen Kawal Pribadi Presiden Sukarno tahun 1966. (Repro Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967).

Prihatin dan seorang sersan mayor Polisi Tentara yang bertugas di Istana Presiden, segera membawa Paiman ke Rumah Sakit Petronela di Kota Baru. Namun, nyawa Paiman tak tertolong. Dia mengakhiri hidupnya dengan senapan panjang yang dibawanya bersama senjata pendek revolver.


Jenazah Paiman dibawa ke asrama. Istri Paiman tidak langsung diberi tahu karena kamar Paiman dan kamar Sukarno berdekatan. Kalau istrinya menangis dan berteriak-teriak tentu akan mengganggu keluarga Sukarno. Pada pagi sekali, istri Paiman diberi tahu bahwa suaminya mati bunuh diri. Dan benar saja, dia menangis dan berteriak-teriak keras sekali.


Mangil melaporkan kepada Sukarno mengenai kejadian bunuh diri anggota pengawalnya. Sukarno memerintahkan agar jenazahnya diurus dengan sebaik-baiknya. Jenazah Paiman diperiksa oleh Soeharto, dokter pribadi Sukarno, bersama Mangil.


“Dalam surat yang ditulis Paiman, dia mengungkapkan alasan bunuh dirinya karena tidak dapat memenuhi permintaan istrinya, yaitu minta baju. Memang waktu itu keadaan kami sedang menderita dan serba kekurangan,” kata Mangil dalam Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967. Namun mungkin saja ada masalah lain, selain permintaan baju, yang membuat Paiman mengakhiri hidupnya.


Mangil mengatakan waktu di Yogyakarta terasa sekali kekurangan pakaian karena blokade Belanda. Kadang-kadang mereka menunggu pakaian kering dijemur di dalam kamar mandi yang terbuka. Setelah pakaian kering, baru dipakai lagi, terutama pakaian dalam.


Pakaian dinas anggota pengawal pun tidak karuan lagi warnanya karena luntur dan pudar meskipun belum sampai robek. Pernah suatu kali pakaian seragam mereka dicelup di sebuah perusahaan ternama di Yogyakarta. Warna yang diminta, kuning emas. Namun, hasilnya warna hitam. Sehingga ketika mereka bersiap mengawal, Sukarno berkata kepada salah satu anggota, “kamu orang, seperti mau mengawal orang mati saja.”


Mangil kemudian meminta bantuan seragam kepada Kementerian Pertahanan dan Jawatan Kepolisian Negara Pusat di Purwokerto. Lumayan, mereka dapat pakaian dari bahan belacu yang gampang luntur warnanya.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Sebagai anak “broken home”, Soeharto pontang-panting cari pekerjaan hingga masuk KNIL. Copot seragam ketika Jepang datang dan pulang kampung dari uang hasil main kartu.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Melatih Andjing NICA

Melatih Andjing NICA

Martin Goede melatih para mantan interniran Belanda di kamp. Pasukannya berkembang jadi andalan Belanda dalam melawan pejuang Indonesia.
Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Sjoerd Albert Lapré, "anak Jakarte" yang jadi komandan kompi di Batalyon Andjing NICA. Pasukannya terdepan dalam melawan kombatan Indonesia.
bottom of page