- M.F. Mukhti
- 28 Sep 2020
- 3 menit membaca
Berita akan singgahnya kapal induk Belanda HNLMS Karel Doorman ke Jepang membuat Duta Besar (dubes) Indonesia untuk Jepang Bambang Sugeng berang. Saat itu Indonesia sedang berkonflik dengan Belanda soal Irian Barat.
“Dalam logika pemikiran Bambang Sugeng, kalau Jepang mengizinkan kapal induk Belanda Karel Doorman mendarat di Pelabuhan Tokyo, berarti Jepang berserikat dengan Belanda musuh Indonesia,” tulis Edi Hartoto dalam Panglima Bambang Sugeng.
Bambang menjabat sebagai dubes di Jepang sejak 1960 hingga 1964. Presiden Sukarno mempercayakan tugas itu kepadanya lantaran Bambang dianggap berhasil ketika menjabat sebagai dubes untuk Vatikan. Di sana, mantan KSAD itu berhasil memperkenalkan Pancasila dan membuka pintu persahabatan RI-Vatikan.
Di Jepang, Bambang membawa misi agar memperkenalkan kebudayaan Indonesia dan misi khusus mengupayakan dukungan Jepang terhadap Asian Games 1962 di Jakarta. Misi utama yang diemban Bambang adalah menyelesaikan soal pampasan perang yang telah –dimulai sejak paruh pertama 1950-an– dicapai kesepakatannya oleh Presiden Sukarno dan PM Nobusuke Kishi.
“Presiden Sukarno sendiri yang bertandang langsung ke Jepang untuk urusan harta pampasan perang. Ia tidak sendirian, tetapi membawa rombongan yang untuk ukuran masa itu tergolong banyak bagi sebuah kunjungan kenegaraan,” tulis M. Yuanda Zara dalam Sakura di Tengah Prahara: Biografi Ratna Sari Dewi Sukarno.
Jumlah pampasan perang yang didapatkan Indonesia sebesar 223 juta dolar Amerika tidak seluruhnya dibayarkan dalam bentuk uang. Sebagian dibayarkan dalam bentuk beasiswa pendidikan untuk pemuda-pemudi Indonesia di Jepang.
Pampasan perang oleh pemerintah Indonesia digunakan untuk membiayai pembangunan nasional. Selain itu, pampasan perang juga dipakai untuk membiayai urusan Irian Barat.
Sehubungan dengan isu Irian Barat itulah Dubes Bambang Sugeng berang begitu mendengar rencana HNLMS Karel Doorman akan lego jangkar di perairan Tokyo. Karel Doorman berangkat dari Rotterdam pada akhir Mei 1960 bersama dua kapal pemburu kapal selam, satu kapal kargo jet tempur, dan sebuah kapal tanker. Perjalanan armada Belanda itu tersendat lantaran adanya upaya-upaya sabotase dari pihak Indonesia di berbagai tempat.
Di Mesir, lobi-lobi Indonesia berhasil meyakinkan Presiden Gamal Abdel Nasser menutup Terusan Suez bagi armada KarelDoorman. Hal senada juga dilancarkan pemerintahan negara Afrika lain. “Merasa tidak enak dengan konsekuensi terlihat mendukung Belanda, pemerintah di Madagaskar membatalkan kunjungan yang direncanakan. Serikat pekerja bongkar muat di Freemantle, Australia, tempat Karel Doorman dijadwalkan berlabuh, menolak untuk memberikan bantuan kapal tunda. Hanya dengan menggunakan mesin jet tempur untuk menciptakan gaya dorong lateral, kru dapat menggerakkan kapal induk ke tempat berlabuh,” tulis Danilyn Rutherford dalam Laughing at Leviathan: Sovereignty and Audience in West Papua.
Dari Australia, Karel Doorman melanjutkan perjalanan ke Jepang untuk menghadiri perayaan 350 Tahun Hubungan Jepang-Belanda. Hal ini membuat Bambang Sugeng kecewa. Selesai mengepak barang-barangnya dan memerintahkan ajudannya mengirim barang-barang itu ke Indonesia, Bambang langsung ke Departemen Luar Negeri Jepang dan menghadap Menlu Aiichiro Fujiyama untuk menyampaikan protes.
“Yang mulia Menteri Luar Negeri, saya sudah siap membungkus barang-barang saya untuk segera kembali ke Indonesia, bila Pemerintah Jepang membiarkan Karel Doorman mendarat di Tokyo. Saya anggap itu tindakan permusuhan terhadap negara saya, negara Indonesia. Kalau demikian misi saya sebagai Duta Besar RI di Jepang telah gagal. Saya sekarang juga meninggalkan Tokyo, Jepang dan kembali ke Indonesia. Percuma saya di sini,” kata Bambang, dikutip Edi.
Pernyataan protes Bambang membuat kaget sang menteri. Saat itu juga dia memberi jaminan bahwa Karel Doorman tidak akan berlabuh. Sementara pernyataannya membuat Bambang membatalkan kepulangannya, pemerintah Jepang mencari cara untuk tidak mengecewakan baik pemerintah Indonesia maupun pemerintah Belanda. Pelabuhan untuk Karel Doorman akhirnya dipindahkan ke Yokohama.
Rencana pemindahan itu pun tetap menuai protes dari pemerintah Indonesia yang juga menggerakkan mahasiswa-mahasiswanya di Jepang. “Indonesia menekan pemerintah Jepang, dan serikat pekerja di Yokohama mengancam akan menggunakan kekerasan untuk mencegah kapal berlabuh,” tulis Rutherford.
Pemerintah Jepang kebingungan dibuatnya. “Tinggal satu minggu lagi untuk kedatangan kapal induk di Yokohama. Sementara kritik pejabat di Indonesia meningkat,” tulis pakar Asia Timur dari Jawaharlal Nehru University KV Kesavan dalam Japan’s Relations with Southeast Asia, 1952-60: With Particular Reference to the Philipines and Indonesia.
Hingga awal September 1960, pemerintah Jepang belum memberi kepastian kapan Karel Doorman diizinkan lego jangkar. “Pada 3 September, sumber Kedutaan Besar Belanda di Tokyo mengatakan bahwa ‘sesuatu sedang dilakukan, tetapi kunjungan belum dibatalkan sejauh ini,’” sambung Kesavan.
Baru dua hari kemudian pemerintah Jepang memberi kepastian. Keputusannya adalah, menunda kunjungan Karel Doorman hingga waktu yang belum ditentukan. Upaya Indonesia berhasil. Hingga masalah Irian selesai, Karel Doorman tidak pernah kembali ke perairan Jepang.
Comentários