- M.F. Mukhti
- 25 Feb 2011
- 5 menit membaca
Diperbarui: 1 hari yang lalu
Sri sudah mengenal pembalut modern ketika sekolah menengah pertama. Tapi meski haid datang, dia lebih memilih pembalut bikinan sendiri dari bahan kain “karena orangtua mengajarkannya seperti itu.”
Meski tak ada kriteria khusus, biasanya kain yang dipakai adalah handuk atau kain bekas yang berdaya serap tinggi. Tinggal melipat-lipat lalu menaruhnya pada celana dalam. “Layaknya pembalut zaman sekarang aja. Cuma kalo sekarang kan pake perekat, kalo dulu pake peniti,” ujar Sri Wiediati, ibu rumahtangga asal Tangerang berusia 40 tahun.
Ingin membaca lebih lanjut?
Langgani historia.id untuk terus membaca postingan eksklusif ini.












