top of page

Sejarah Indonesia

Duel Preman Medan Zaman Perang Kemerdekaan

Para jagoan revolusi unjuk kekuatan. Lewat adu jotos satu lawan satu, yang kalah menjadi pengikut yang menang.

Oleh :
10 Desember 2020
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ilustrasi duel preman Medan antara Amat Boyan vs Sibarani di zaman revolusi. Ilustrasi oleh Betaria/Historia.

Rawan. Kata itu menggambarkan keadaan keamanan di kota Medan pada zaman revolusi. Pemerintah Republik Indonesia (RI) kala itu memang belum mantap. Koordinasi antara pusat dengan daerah masih kacau. Sementara kekuasaan tentara Jepang maupun tentara Sekutu tidak dihiraukan orang lagi. Walhasil gerombolan bandit merajalela di sepenjuru kota. Praktik kriminalitas seperti perampokan dan pencopetan seolah tidak terbendung. Dalam situasi penuh ketidakjelasan itu, tersebutlah nama salah satu pentolan preman Medan bernama Amat Boyan.


“Amat Boyan, salah seorang residivis yang amat bengal, ‘king’ daripada para penjahat di kota Medan kala itu,” demikian diungkapkan Biro Sejarah Prima dalam Medan Area Mengisi Proklamasi.


Menurut Tengku Luckman Sinar dalam Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, Amat Boyan berbasis di Tembung, sebelah tenggara kota Medan. Amat Boyan seperti dituturkan seniman  Augustin Sibarani dalam Karikatur dan Politik, termasuk kriminal kelas kakap yang melarikan diri dari penjara. Kejagoan dan sisi brutalnya dipergunjingkan banyak orang.


Ulah Amat Boyan yang kerap kali meresahkan mendapat sorotan dari para anggota Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) Medan yang dipimpin oleh Sarwono Sastro Sutardjo. Pada 25 November 1945, Sarwono membentuk badan intelijen dan polisi istimewa bernama Markas Pengawal Pesindo. Mereka yang terlibat dalam badan itu bertujuan menguasai kota Medan dengan jalan menghimpun para bandit lokal. Untuk menundukkan Amat Boyan, ditunjuklah Sibarani, inspektur umum Markas Pengawal Pesindo.


Sibarani adalah mantan petinju. Postur tubuhnya besar, tegap, dan kekar. Dia bertugas mengumpulkan semua pencopet, penggarong, dan para residivis lainnya di kota Medan. Hingga suatu ketika, Sibarani harus menguji nyali Amat Boyan, preman yang paling disegani.


Sewaktu berhadapan dengan Amat Boyan, Sibarani memberikan dua pilihan. Pilihan pertama, Amat Boyan tunduk kepada Markas Pengawal Pesindo. Pilihan kedua, adu kekuatan dalam duel satu lawan satu tanpa senjata kecuali tangan dan kaki telanjang. Sibarani menjanjikan, kalau Amat Boyan menang, dia boleh keluar menghimpun kekuatan sendiri. Amat Boyan memilih menantang Sibarani untuk baku hantam.


Pertarungan antara Amat Boyan dan Sibarani pun terjadi. Duel para abang jago itu berlangsung seru dan lama. Para anggota Markas Pengawal Pesindo menyaksikannya dengan antusias.


“Akhirnya, setelah babak belur, Amat Boyan terpaksa mengaku kalah kepada Sibarani dan bersedia menjalankan perintah-perintah Markas Pengawal Pesindo,” tulis Biro Sejarah Prima.


Pada 1 Desember 1945, Sarwono membentuk unit pasukan yang berada langsung di bawah pimpinannya sendiri. Barisan bersenjata ini dinamakan “Pasukan Cap Kampak". Dalam Pasukan Cap Kampak, Amat Boyan menjadi salah satu penggeraknya. Mereka menjadi kelompok laskar yang turut mewarnai perang revolusi di kota Medan.

 

Bagaimana sepak terjang Amat Boyan selanjutnya? Nantikan di artikel berikutnya. (Bersambung).

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page