top of page

Sejarah Indonesia

Gang Kelinci Di Dalam Dan Luar Lagu

Gang Kelinci di Dalam dan Luar Lagu

Seniman, mahasiswa hingga tokoh pergerakan nasional pernah tinggal di Gang Kelinci. Gang ini populer lewat lagu pop Indonesia.

1 Mei 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Lilis Suryani, penyanyi lagu "Gang Kelinci". (Bintang Rekaman jang Tjemerlang/Wikimedia Commons).

DULU, pernah populer sebuah lagu berjudul “Gang Kelinci”. Penciptanya belum lama berpulang ke Sang Pencipta. Namanya Sudarwati alias Sumarti alias Titiek Puspa (1937-2025), yang berpulang pada 10 April 2025 silam. Lagu “Gang Kelinci” cukup unik lantaran mengisahkan tema tak umum. Temanya tentang sebuah gang di kota Jakarta yang dihuni banyak penduduk.


“Entah apa sampai namanya Kelinci. Mungkin dulu kerajaan kelinci. Karena manusia bertambah banyak. Kasihan kelinci terdesak,” demikian bunyi salah satu bait lagu yang sohor dibawakan oleh Lilis Suryani di era 1960-an itu.


Siapapun yang pernah mendengar lagu ini tapi tak pernah ke Jakarta, bisa saja mengira Gang Kelinci hanya sebuah gang khayalan untuk menggambarkan betapa padatnya kota Jakarta sejak zaman Presiden Sukarno.


“Ketika saya mengantarkan Lilis Suryani pulang ke rumahnya di sebuah gang padat penghuni di kawasan Pasar Baru, saya melihat begitu banyak anak-anak berlarian. Berisik sekali. Melihat situasi itu, dengan cepat, melodi dan syair berkejaran di benak saya. Lahirlah lagu Gang Kelinci,” aku Titiek Puspa dalam memoarnya yang disusunnya bersama Alberthiene Endah, Titiek Puspa, a Legendary Diva.


Lirik “Gang Kelinci” boleh jadi merupakan potret spontan Titik Puspa terhadap gang padat di salah satu sudut ibukota. Namun, menurut Christopher A. Woodrich dalam “Lilis Suryani’s ‘Gang Kelinci’ as a Reflection of Social Realities in Indonesia (1957-1965)”, lagu “Gang Kelinci” merupakan kritik sosial-alegori terhadap Demokrasi Terpimpin yang --mengedepankan politik ketimbang ekonomi-- membuat rakyat kebanyakan, bahkan di ibukota, hidupnya menjadi lebih sulit.


“Dengan menghubungkan kelinci dengan pertumbuhan populasi yang pesat, Suryani dan Puspa membangun gambaran umum tentang kelinci sebagai hewan yang sangat subur. Dalam ‘Gang Kelinci’, bukan hanya populasi yang menderita kepadatan penduduk karena lonjakan populasi tidak terkendali seperti kelinci, tetapi individu-individu dalam masyarakat juga berubah secara fisik dan menjadi lebih seperti kelinci: perut besar, tubuh kecil, dan pendek yang hampir menempel di tanah. Visualisasi orang yang bulat dan kerdil, 'seperti bayi kelinci', mencerminkan, meskipun harus diakui hiperbolik, realitas kekurangan gizi,” tulis Chris Woodrich.


Lilis Suryani sendiri, disebut Majalah Gapura Volume 9, tinggal di Gang Kelinci, yang berada di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Kendati tinggal di gang sempit, bakat menyanyinya dan juga perkenalannya dengan Titiek Puspa kemudian membuatnya terkenal di jagat musik pop Indonesia. Maka setelah pindah dari Gang Kelinci, sebut Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1981-1982, orang tetap mengingat lagu “Gang Kelinci” yang dia nyanyikan.


Ketika Lilis masih kecil, di Gang Kelinci era 1950-an pernah tinggal pula seorang pemuda terpelajar yang pernah belajar menjadi dokter tapi suka melukis. Sebelum hidup di Paris belajar tentang kebudayaan sambil melukis, dia tinggal di Gang Kelinci. Nama sang pemuda adalah Boedhihartono.


Di Gang Kelinci, Boedhihartono yang masih kuliah menumpang pada sebuah keluarga yang kepala keluarganya bekas tentara berdarah Manado dan beristrikan orang Nusa Tenggara Timur. Dia kenal dengan ayah Boedhihartono. Mereka sebagai penganut Katolik yang saleh.


“Walaupun tinggal di Gang Kelinci yang relatif sudah padat, dan rumahnya kecil-kecil, tetapi letak Gang Kelinci pada waktu itu sangat strategis dan sentral untuk hidup di Jakarta. Karena pertengahan tahun 50-an masih ada trem listrik dari Pasar Ikan yang lewat Gunung Sahari ke arah Salemba dan Jatinegara,” kenang Boedhihartono di buku Rantau dan Renungan: Budayawan Indonesia Tentang Pengalamannya di Perancis Volume 3 yang disusun Ramadhan KH.


Boedhihartono yang lebih suka jadi pelukis ketimbang dokter itu beruntung tinggal di Gang Kelinci. Sebab, daerah tempatnya tinggal berseberangan dengan Jalan Garuda, tempat Perguruan Taman Siswa mengadakan sanggar melukis.


Mahasiswa lain yang pernah tinggal di Gang Kelinci adalah Paula Putuhena. Dia juga kuliah di jurusan kedokteran Universitas Indonesia. “Mungkin tidak jauh dari rumah Lilis Suryani,” catat Tjien Oei dalam Memoirs of Indonesian Doctors. Setelah lulus, pada 1958 Paula menikah dengan dr. Gerrits Siwabessy yang pernah jadi menteri kesehatan.


Jauh sebelum Lilis Suryani, Boedhihartono dan Paula, tokoh pergerakan nasional yang kemudian pernah jadi beberapa menteri Republik Indonesia juga pernah tinggal di Gang Kelinci. Namanya RM Abikusno Cokrosuyoso. Menurut Suratmin dalam R.M. Abikusno Cokrosuyoso, Hasil Karya dan Pengabdiannya, ketika baru menikah pun Abikoesno Tjokrosoejoso (1897–1968) dan istrinya tinggal di Gang Kelinci. Namun kemudian dia pindah tempat tinggal karena pekerjaan.


Jadi, Gang Kelinci sudah ada sejak zaman kolonial Hindia Belanda. Ia muncul seiring pemindahan pusat kekuasaan kolonial ke selatan tembok Batavia dan terus berubah seiring kemajuan zaman.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page