top of page

Sejarah Indonesia

Istana Kepresidenan Sebagai Ruang

Istana Kepresidenan sebagai Ruang Budaya

Sukarno menjadikan istana kepresidenan sebagai ruang budaya. Dia jadikan alat komunikasi dan diplomasi.

21 Agustus 2016

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Seminar sehari Karya Seni Rupa dan Sejarah Indonesia di Galeri Nasional Jakarta, Senin 22 Agustus 2016. Foto: Nugroho Sejati/Historia.

PRESIDEN Sukarno menjadikan istana sebagai ruang budaya budaya. Istana kepresidenan menjadi galeri seni terbesar di Indonesia dengan 16.000 koleksi benda seni di seluruh istana, terdiri dari 2.700 lukisan, 1.600 patung, 11.800 karya kriya dan kerajinan.


“Saya setuju kalau dikatakan koleksi lukisan dan benda-benda seni di istana itu adalah pernyataan kebudayaan, bukan hanya dekorasi. Koleksinya kini bisa dimaknai memiliki nilai historis dan pewarisan nilai budaya,” ujar sejarawan Eko Sulistyo, yang juga deputi bidang komunikasi dan diseminasi informasi pada Kantor Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia dalam seminar “Karya Seni Rupa dan Sejarah Indonesia” di Galeri Nasional Jakarta, Senin (22/8).


Mengapa Sukarno memberikan visi ruang budaya kepada istana? Menurut Eko, bagi Sukarno ruang politik saja tidak cukup. Ruang politik akan membuat komunikasi tersekat, muncul prasangka di tengah masyarakat. Sedangkan visi ruang budaya mempererat dialog dan suasana kebatinan.


Ruang budaya yang diciptakan Sukarno juga telihat dengan seringnya diadakan pentas musik, pertujukan seni dan budaya. Bahkan, istana sering menggelar hiburan rakyat. Tarian dan wayang menjadi pertujukan rutin di halaman istana.


“Bung Karno sering mendatangkan Ki Gitosewoko, dalang kesayangannya dari Blitar,” tutur Eko.


Ruang budaya membuat istana semakin inklusif dan ramah terhadap masyarakat. Bahkan Sang Proklamator pernah mempersilakan rakyatnya melakukan akad nikah di Istana Negara dan resepsi pernikahan di Istana Bogor. “Ini contoh istana sebagai ruang budaya dan ruang dialog yang cukup dekat dengan masyarakat,” ucap Eko.


Sukarno juga menjadikan istana sebagai alat diplomasi budaya karena dikunjungi tamu negara hingga dibuat kesepakatan. Dia terbiasa menjelaskan sejarah budaya melalui lukisan juga seni kriya kepada para tamunya. Hal ini dinilai mampu menunjukkan kekayaan bangsa Indonesia yang telah keluar dari cengkraman kolonialisme.


Menurut Eko perspektif ruang budaya yang digagas Sukarno tak lepas dari kecintaannya terhadap seni. Darah seni yang dimiliki Sukarno mengalir dari ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai yang juga keponakan Raja Singaraja. Darah seni ini terus terasah, terutama ketika Sukarno berada dalam pengasingan. “Di Ende misalnya, dia menciptakan 12 naskah sandiwara, seperti ‘Dokter Setan’,” pungkas Eko.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Kejenakaan Agus Salim

Kejenakaan Agus Salim

Agus Salim tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, ramah, dan jenaka. Banyak orang memiliki kenangan lucu tentang dirinya.
Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Sebagai anak “broken home”, Soeharto pontang-panting cari pekerjaan hingga masuk KNIL. Copot seragam ketika Jepang datang dan pulang kampung dari uang hasil main kartu.
Lima Generasi Mengabdi di Istana

Lima Generasi Mengabdi di Istana

Dari generasi ke generasi, keluarga Endang Sumitra merawat dan melayani di Istana Bogor.
Guru Besar Itu Bernama Mamdani

Guru Besar Itu Bernama Mamdani

Ayah Zohran Mamdani pernah diusir Diktator Idi Amin. Karya-karyanya menyinggung Afrika pasca-kolonial hingga hukum adat di Indonesia.
Setelah Lama Berpuasa

Setelah Lama Berpuasa

Setelah Orde Baru tumbang, partai-partai berbasis NU didirikan dan berebut suara warga nahdliyin. Tak semuanya bertahan.
bottom of page