top of page

Sejarah Indonesia

Jadi Tentara Karena Jailangkung

Jadi Tentara karena Jailangkung

Awalnya bercita-cita jadi insinyur. Namun, jailangkung menuntunnya jadi tentara bahkan sampai berpangkat jenderal.

27 Januari 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Jenderal TNI (Purn.) Soemitro. (Sampul buku Perjalanan Seorang Prajurit Pejuang dan Professional).

Setiap tentara memiliki motivasi masing-masing menjadi anggota TNI. Namun, Jenderal TNI (Purn.) Soemitro memutuskan menjadi tentara dengan alasan yang nyeleneh: petunjuk jailangkung.


Soemitro lahir di Sebaung, Gending, Probolinggo, Jawa Timur pada 13 Januari 1927. Waktu kecil, dia bercita-cita menjadi insinyur. Namun, ketika dia menginjak usia 15 tahun, ada sesuatu yang membelokkan cita-citanya dari insinyur menjadi tentara. Ketika itu, tentara Jepang baru masuk Indonesia. Dia dan Gatot Supangkat, kawan pondokan di Surabaya, iseng-iseng main jailangkung.


“Pertanyaan pertama yang saya lontarkan adalah ‘besok saya akan jadi apa?’ Sang jailangkung menjawab dengan menunjuk huruf-huruf M A J O R,” kata Soemitro dalam memoarnya, Dari Pangdam Mulawarman Sampai Pangkopkamtib. “Namanya garis hidup, saya betul-betul jadi tentara.”


Soemitro masuk menjadi anggota Peta (Pembela Tanah Air) bentukan Jepang. Ketika mengikuti pendidikan perwira Peta di Bogor, dia dikenal paling nakal. Dia sering keluar pagar asrama untuk cari makan dan mencuri makanan di dapur atau di kamar sidhokan (instruktur).


Pada suatu malam, Soemitro bersama Sukaryadi dan Ponidi keluar asrama untuk mencari makan di luar. Waktu kembali, Soemitro dan Ponidi berhasil kembali ke asrama. Sedangkan Sukaryadi tertangkap oleh Yanagawa, komandan pendidikan perwira Peta.


Sukaryadi dihukum saseng (hukum bersila) selama satu minggu, siang hari harus kendo (bela diri dengan pedang kayu), dan juken jutsu (bela diri dengan bayonet). Ditanya siapa dua kawannya yang lain, dia selalu mengatakan tidak tahu bahkan dia mengatakan mungkin dari kesatuan lain, yaitu cutai (kompi) 1 dan 2. Sampai selesai hukuman dia tetap kuat bungkam walau dihukum berat.


“Saya respek sama dia dan berutang budi,” kata Soemitro. “Umpama dia menyebut nama kita berdua (Ponidi dan saya) tentu kita bertiga akan dikeluarkan dan saya tidak akan jadi jenderal.”


Karier militer Soemitro melampaui petunjuk jailangkung yang menyebut mayor. Dia sampai menjadi jenderal dengan jabatan di berbagai posisi, dari Pangdam V Brawijaya di Surabaya, Pangdam VI/Mulawarman di Kalimantan, sampai Pangkopkamtib (Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban).


Soemitro meninggal dunia pada 10 Mei 1998.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Antara Raja Gowa dengan Portugis

Antara Raja Gowa dengan Portugis

Sebagai musuh Belanda, Gowa bersekutu dengan Portugis menghadapi Belanda.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page