top of page

Sejarah Indonesia

Jaksa Ipt 1965 Negara Indonesia Harus Bertanggungjawab

Jaksa IPT 1965: Negara Indonesia Harus Bertanggungjawab

Persidangan di hari pertama diawali dengan pembacaan dakwaan jaksa. Sidang dipimpin hakim dari Afrika Selatan yang bereputasi internasional.

10 November 2015

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

International People's Tribunal 1965 (IPT 1965) di Den Haag, Belanda, 10 November 2015. (Bonnie Triyana/Historia.ID).

LIMA puluh tahun lalu periode tergelap dalam sejarah Indonesia dimulai dengan pembunuhan ratusan ribu warga tak berdosa, penahanan ribuan orang, penyiksaan, penghilangan paksa, kekerasan seksual dan berbagai kejahatan di luar hukum lainnya, demikian dikatakan oleh Nursyahbani Katjasungkana, kordinator Pengadilan Rakyat Internasional kasus 1965 di Den Haag, Belanda dalam pidatonya pagi ini.


“Tidak hanya kejahatan terhadap kemanusiaan yang pernah terjadi, korban dan aktivis HAM pun mendapatkan gangguan. Kekerasan tetap berlanjut, bahkan aktivis HAM saat ini dituduh sebagai bagian dari gerakan komunisme gaya baru,” ujar Nursyahbani.


Rangkaian persidangan dimulai dengan pembacaan dakwaan oleh Jaksa yang dipimpin oleh advokat senior Todung Mulya Lubis. Dalam pembacaan dakwaannya, jaksa menuntut Negara Indonesia bertanggungjawab atas kejahatan dan kekerasan kemanusiaan  yang diatur dalam hukum internasional.


Menurut jaksa, Negara Indonesia, khususnya Angkatan Darat di bawah Jenderal Soeharto (kemudian presiden), berperan sebagaimana halnya pemerintah yang berkuasa saat itu melakukan kejahatan kemanusiaan dengan menggunakan milisi sipil.


Negara Indonesia, dalam hal ini Angkatan Darat dan milisi sipil yang berada di bawah perintahnya, menurut jaksa telah melakukan pembunuhan terhadap ratusan ribu anggota dan simpatisan PKI, pemenjaraan di luar hukum, penangkapan paksa, penghilangan paksa, penyiksaan dan juga kekerasan seksual.


Ada sembilan kejahatan yang dijadikan tuntutan jaksa kepada pihak Negara Indonesia, yakni pembunuhan, perbudakan (kerja paksa), pemenjaraan, penyiksaan, kekerasan seksual, penganiayaan (persecution) terhadap mereka yang dicabut kewarganegaraannya, penghilangan paksa, penganiayaan melalui propanda dalam penulisan sejarah, penguasaan informasi di media massa seperti film. Jaksa juga menuntut Amerika Serikat, Inggris dan Australia atas keterlibatan mereka baik secara langsung maupun tidak atas berbagai kejahatan kemanusiaan yang pernah terjadi di Indonesia pada kurun 1965-1966.


Sampai dengan berita ini diturunkan, jalannya persidangan masih berlangsung untuk mendengarkan kesaksian para saksi yang datang dari kalangan peneliti dan saksi korban. Sidang yang dipimpin oleh Zak Yacoob ini akan digelar sampai 13 November mendatang. Zak adalah mantan hakim Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan yang berpengalaman menangani berbagai isu kemanusiaan di negerinya dan memiliki reputasi internasional.*


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Antara Raja Gowa dengan Portugis

Antara Raja Gowa dengan Portugis

Sebagai musuh Belanda, Gowa bersekutu dengan Portugis menghadapi Belanda.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page