- Martin Sitompul

- 2 Jun
- 3 menit membaca
UNTUK kali pertama, pemilihan presiden dan wakilnya berlangsung dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Itu terjadi pada 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
“Esok harinya pagi-pagi sekali berlangsung pertemuan para pemimpin bangsa yang mewakili berbagai kelompok paling penting di Indonesia dari golongan keagamaan, sosial, suku, ekonomi, dan kependudukan. Itulah rapat di mana mereka memilihku dengan suara bulat sebagai Presiden,” kenang Sukarno dalam otobiografinya Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Dalam otobiografinya, Sukarno mengatakan tak ingat persis siapa yang mengusulkannya sebagai presiden. Menurutnya, seseorang mengusulkan namanya secara spontan begitu saja. Namun, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia terbitan Sekretariat Negara RI merekam detail proses pemilihan presiden RI yang pertama itu. Disebutkan dalam Risalah, pemilihan presiden dan wakilnya berlangsung saat rapat sesi ke-2, sore setelah persyaratan untuk jabatan itu ditentukan. Rapat dipimpin oleh Sukarno dan Mohammad Hatta dan dihadiri 25 anggota lainnya.
“Sekarang untuk memenuhi permintaan pers, lebih dahulu saya hendak masuk ke dalam acara pemilihan kepala negara dan wakilnya, tetapi lebih dahulu saya minta disahkan pasal III dalam aturan peralihan, yang Tuan-tuan sekalian memegangnya: untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yaitu kita ini,” kata Sukarno membuka saran.
Oto Iskandar Dinata, anggota PPKI dari Jawa Barat, adalah orang pertama yang mengajukan nama untuk jabatan presiden. “Berhubung dengan keadaan waktu, saya harap pemilihan presiden ini diselenggarakan dengan aklamasi dan saya majukan sebagai calon, yaitu Bung Karno sendiri,” katanya. Usulan Oto Iskandar Dinata itu disambut tepuk tangan meriah para hadirin.
Sementara itu, Sukarno tak berniat tawar-menawar. Masih banyak pekerjaan negara yang mesti diselesaikan. Amanah untuk mengemban tugas sebagai kepala negara itu pun diterima Sukarno dengan lapang hati.
“Tuan-tuan, banyak terimakasih atas kepercayaan tuan-tuan dan dengan saya dipilih oleh tuan-tuan sekalian dengan suara bulat menjadi Presiden Republik Indonesia,” balas Sukarno.
Setelah presiden RI terpilih, seluruh peserta rapat berdiri. Mereka menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”. Seruan “Hidup Bung Karno” bergema tiga kali di gedung Volksraad (Dewan Hindia) yang kini bernama Gedung Pancasila itu.
Prosesi serupa juga terjadi untuk pemilihan Wakil Presiden. Lagi-lagi Oto Iskandar Dinata yang mengusulkan, yakni nama Mohammad Hatta. Hadirin pun menerima usulan dengan suara bulat. Rapat pun diteruskan untuk membahas agenda tentang rancangan aturan peralihan.
Hasil keputusan rapat itu pun menjadi pemberitaan beberapa media massa yang ada.
“Pengangkatan Kepala Negara Indonesia Merdeka Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta”, demikian suratkabar Asia Raya, 18 Agustus 1945 memberitakan pada halaman utamanya.
Menurut Sayuti Melik, tokoh pers yang juga salah satu anggota PPKI, Sukarno adalah seorang pemimpin besar ketika memimpin perjuangan kemerdekaan. Karena itulah dia dipercaya untuk memimpin negara Indonesia yang baru saja lahir sebagai presiden RI pertama. Lagipula, situasi saat itu mendesak dan ada saling pengertian yang baik di antara sesama anggota PPKI.
“Sesudah Bung Karno dipilih menjadi presiden, Laksamana Maeda-lah orang pertama yang menghadap/mendatangi Bung Karno dengan berpakaian dinas militer, memberi hormat secara militer, dan mengucapkan kata-kata: Your Excellency (Yang Mulia),” tutur Sayuti Melik dalam “Perkenalan Saya dengan Bung Karno”, termuat di kumpulan tulisan 80 Tahun Bung Karno.
Begitulah proses terpilihnya presiden RI yang pertama. Singkat dan sederhana. Tidak ada pesta mewah, anggur mahal, tumpengan, apalagi arak-arakan meriah untuk merayakannya.
Setelah dipilih untuk menduduki jabatan paling tinggi di Republik Indonesia, Sukarno pulang ke rumahnya. Di tengah jalan, dia bertemu tukang sate yang berdagang kaki lima. Keluarlah perintah pertama dari presiden RI yang baru terpilih itu kepada si tukang sate: sate ayam 50 tusuk!
“Aku jongkok di sana dekat got dan tempat sampah dan menyantap sate dengan lahap. Itulah seluruh pesta perayaan terhadap kehormatan yang kuterima,” kenang Sukarno.*













Komentar