top of page

Sejarah Indonesia

Kala Benny Merampingkan

Kala Benny Merampingkan TNI

Di era penghematan, dulu Benny Moerdani merampingkan pasukan khusus baret merah dan satuan teritorial AD. Di era efisiensi, Presiden Prabowo Subianto menggemukkannya.

12 Agustus 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Pangab Jenderal "Benny" Moerdani (kanan) bersama Kolonel Sintong Panjaitan. Di era kepemimpinan Benny, perampingan tubuh TNI demi efisiensi dilakukan. (Repro buku "Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando")

PRESIDEN Prabowo Subianto resmi memekarkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Minggu, 10 Agustus 2025, kemarin. Selain Komando Daerah Militer (KODAM) yang jumlahnya ditambah enam --menjadi 21 KODAM, di antara yang dimekarkan adalah Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elite Angkatan Darat. Jumlah grup di Kopassus yang sebelumnya sebanyak tiga, dimekarkan menjadi enam grup. Masih sama, setiap grup dipimpin seorang kolonel.

 

Jumlah grup di Kopassus dari masa ke masa memang sering berubah. Di masa LB “Benny” Moerdani menjadi orang nomor satu di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang disebut Pangab (panglima ABRI), langkah yang diambil demi efisiensi atau penghematan anggaran belanja adalah pengurangan personel di pasukan khusus. Waktu itu Kopassus masih bernama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) –berganti nama menjadi Kopassus pada 26 Desember 1986.

 

Rencana yang diambil Benny, menurut Hendro Subroto dalam biografi Sintong Panjaitan berjudul Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, “memperkecil jumlah angota pasukan baret merah dari 6.644 orang menjadi sekitar 3000 orang saja.”

 

Dengan rencana itu, artinya jumlah personel baret merah akan berkurang separuh. Namun, rencana Benny itu tak langsung bisa diwujudkan karena dalam diskusi dengan bawahan-bawahannya, mendapat koreksi meski tak keluar dari hitung-hitungan anggaran.

 

“Kalau jumlah anggota Kopassandha diperkecil, biaya malah akan bertambah besar,” kata Kolonel Sintong Panjaitan, yang kala itu komandan Pusat Sandi Yudha dan Lintas Udara Kopasssandha, kepada Benny Meordani.

 

“Loh, Tong apa-apaan kamu itu bagaimana bisa?” tanya Meordani.

 

“Kalau jumlah anggota diperkecil, mutu harus ditingkatkan. Meningkatkan mutu Kopassandha justru memerlukan anggaran yang lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya,” kata Sintong.

 

“Kamu jangan ngajari saya,” tegas Benny ke Sintong.

 

Menurut Sintong, jika personel baret merah hanya 3000, maka latihan terjun payung harus dilakukan lebih dari 4 kali dalam setahun. Sementara jika personelnya masih 6644, latihan terjun cukup sekali satu tahun. Latihan terjun berarti menyiapkan pesawat beserta bahan bakarnya juga parasut dan bermacam peralatan pendukung lainnya.

 

Namun, Benny tetap bersikeras. Seleksi ulang dilakukan. Mereka yang lulus seleksi di Kariango, Makassar lalu dipindahkan ke Jawa. Anggota Kopassandha yang berbasis di Banten, Jakarta, Magelang, dan Kartasura yang tidak lulus pun dipindahkan ke Kariango, Makassar. Mereka yang masih di Kariango itu kemudian menjadi bagian dari Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) yang berbaret hijau.

 

“Banyak prajurit yang kemarahannya lepas kendali, ada yang menembak-nembak. Ada pula yang ingin meninggalkan dinas militernya, karena dulu mereka masuk tentara untuk bergabung dengan Kopassandha. Bahkan beberapa orang melakukan desersi,” terang Sintong, yang belakangan menjadi Danjen Kopassandha.

 

Era Pangab Jenderal Benny merupakan era profesionalisme dalam tubuh militer Indonesia di samping era penghematan. Bila profesionalisme telah dirintis masa sebelumnya oleh Pangab Jenderal M. Jusuf, efisiensi dimulai oleh Benny.

 

“Tersirat pada perintah harian pertama tanggal 1 April 1983, tekad mencantumkan penghematan, peningkatan efisiensi serta profesionalisme ABRI,” catat Julius Pour dalam Tragedi Seorang Loyalis. Tak hanya merampingkan pasukan khusus baret merah, Benny juga merampingkan satuan teritorial terbesar Angkatan Darat. KODAM Mulawarman dan KODAM Lumbung Mangkurat di Kalimantan disatukan menjadi KODAM Tanjungpura. Sulawesi yang punya KODAM Merdeka dan KODAM Hasanuddin lalu dilebur menjadi KODAM Wirabuana. Maka di tangan Benny 17 KODAM disulap menjadi 10 KODAM saja.* 

 

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page