top of page

Sejarah Indonesia

Ketika Soeharto Marah Pada Menteri

Ketika Soeharto Marah pada Menteri

Soeharto pernah marah kepada menteri karena anggaran untuk staf Proyek Asahan tidak turun.

28 Juni 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Presiden Soeharto menandatangani karung saat meresmikan perluasan tahap ketiga pabrik PT. Petrokimia dan sebagai tanda dimulainya produksi PT. Petrokimia di Gresik, Jawa Timur, 10 Oktober 1984. (ANRI/Setneg).

Pada 1975, sebagai wakil ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), A.R. Soehoed diangkat menjadi ketua tim perunding dengan Jepang untuk Proyek Asahan.


Setelah melalui beberapa perundingan, Perjanjian Induk (Master Agreement) Proyek Asahan ditandatangani pada 6 Juli 1975 di Tokyo, Jepang, ketika Presiden Soeharto berada di sana. Perjanjian itu antara pemerintah Indonesia dengan konsorsium 12 perusahaan peleburan aluminium dan pemerintah Jepang yang membentuk Nippon Asahan Aluminium (NAA).


Pembangunan Proyek Asahan menelan biaya sebesar 411 miliar yen atau kira-kira Rp1,7 triliun. Proyek ini terdiri dari dua paket: proyek PLTA berkapasitas terpasang 604 MW dan pabrik peleburan aluminium berkapasitas 225.000 ton per tahun. Untuk itu, pemerintah Indonesia dan NAA membentuk PT. Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pada 6 Januari 1976.


Sebagai landasan hukum pelaksanaan Proyek Asahan, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 5 Tahun 1976 tentang Pembentukan Otorita Pengembangan Serta Badan Pembina Pusat Listrik Tenaga Air dan Peleburan Aluminium Asahan.


Pembangunan Proyek Asahan dimulai pada 1976. Soehoed diangkat menjadi Ketua Otorita Asahan.


“Tugasnya mengawasi selama periode 30 tahun Jepang taat memenuhi segala syarat yang ada dalam perjanjian yang disebut Master Agreement. Dan kita punya staf, tentu. Staf itu mesti dibayar, ada anggarannya, kalau enggak salah namanya Rekening 16,” kata Soehoed sebagaimana diceritakan Tjipta Lesmana dalam Dari Soekarno sampai SBY: Intrik & Lobi Politik Para Penguasa.



Di samping sebagai Ketua Otorita Asahan, Soehoed juga diangkat menjadi menteri perindustrian dalam Kabinet Pembangunan III. Dia menjabat selama lima tahun (1978–1983).


Pada suatu waktu, ketika tidak lagi menjabat menteri, Soehoed mendengar anggaran untuk staf Proyek Asahan tidak turun. Dia kemudian menanyakannya kepada menteri terkait, tapi tidak ditanggapi.


Sebagai Ketua Otorita Asahan, Soehoed kemudian mengadu kepada Presiden Soeharto. Dia disarankan berbicara dengan Menko Ekuin, Ali Wardhana. “Saya minta sama Menko Ekuin, tidak ditanggapi juga. Akhirnya saya datang lagi pada Pak Harto,” kata Soehoed.


“Bagaimana? Sudah hasil?” tanya Soeharto.


“Kita berusaha saja enggak berhasil,” kata Soehoed.


“Ok, sekarang tunggu saja perintah nanti sore,” kata Soeharto.


Menteri Perindustrian A.R. Soehoed membuka Rapat Konsensus Standar Industri di Balai Sidang Senayan, Jakarta, 11 Juli 1978. (Perpusnas RI).
Menteri Perindustrian A.R. Soehoed membuka Rapat Konsensus Standar Industri di Balai Sidang Senayan, Jakarta, 11 Juli 1978. (Perpusnas RI).

Sorenya, Soehoed dipanggil menghadap Cendana.“Wah, saya pikir ini ada apa lagi,” kata Soehoed.


Rupanya Soeharto mengumpulkan semua menteri urusan ekonomi termasuk wakil presiden.

“Di situ beliau memarahi mereka di hadapan saya,” kata Soehoed.


Kepada para menteri itu, Soeharto mengatakan: “Saudara harus sadar bahwa Proyek Asahan ini penting sekali! Ini proyek jangka panjang, dan perlu ditunjang dengan anggaran yang cukup. Semua perhatikan ini!”


Semua yang hadir tersentak, diam. Semua menundukkan kepala, nyaris tidak ada yang berani melihat wajah Soeharto.



Menurut Tjipta Lesmana, Soehoed mengaku amat terperanjat melihat presiden membentak-bentak para menterinya. Dia kaget karena sadar bahwa dirinya sudah bukan menteri lagi.

“Sebagai orang yang tidak menteri lagi, tentu ya repot juga saya. Tapi, akhirnya dipenuhi juga ,” kata Soehoed.


Setelah itu, Menteri Keuangan Radius Prawiro meminta Soehoed untuk berbicara tentang Proyek Asahan kepada pers. Namun, Soehoed berkeberatan.


“Ah, masak saya? Saya kan enggak ada urusan? Yang ribut, Pak Harto kan sama kalian. You sendiri sajalah,” kata Soehoed.


Presiden Soeharto meresmikan Proyek Asahan pada 6 November 1984. Kontraknya dengan Jepang berakhir pada 9 Desember 2013. Pemerintah Indonesia kemudian mengambil alih saham pihak konsorsium.


PT. Inalum (Persero) resmi menjadi BUMN pada 21 April 2014 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2014.


Sementara itu, Badan Pembina Proyek Asahan dan Otorita Pengembangan Proyek Asahan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 5 Tahun 1976 dinyatakan berakhir pada 2018.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page