top of page

Sejarah Indonesia

Kiamat Tak Jadi Datang

Kiamat Tak Jadi Datang

Sebuah buku yang terbit pada 1974 memprediksi akan terjadi bencana besar. Masyarakat meyakininya sebagai kiamat.

20 Mei 2014

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Diperbarui: 1 Mar

Orang-orang antre meminta keterangan mengenai kabar "kiamat" di Fiske Planetarium, Colorado, AS. (Glen Martin/Denver Post File Photo).


SEKIRA empat ribu warga Filipina dari sekte Kristen Ako menggali lubang di dekat rumah dan mengisinya dengan bahan makanan. Di Boston, AS, orang-orang mengadakan “pesta terakhir”, sementara di Los Angeles ratusan orang memenuhi Observatorium Griffith untuk memperoleh keterangan. Penyebabnya: “Hari Akhir” diyakini akan tiba pada 10 Maret 1982.


Pada 1974, dua astro-fisikawan Inggris John Gribben dan Stephen H. Plagemann menerbitkan buku The Jupiter Effect. Menurut buku ini, pada 10 Maret 1982 sembilan planet di galaksi akan sejajar dengan matahari dan daya tariknya akan meningkat. Akibatnya, permukaan matahari akan meledak dan sampai ke bumi. Gempa bumi dahsyat bakal menerjang California, AS, daerah dengan intensitas gempa tertinggi di luar Alaska dan Hawaii. Maka, orang pun menyimpulkan kiamat bakal tiba.


Meski banyak ahli astronomi tak sependapat, tetap saja ada orang yang mencoba meraih keuntungan. “Apa yang mengganggu adalah bahwa para pedagang kiamat menyalahgunakannya atas nama ilmu pengetahuan,” tulis Nigel Henbest, astronom Inggris dalam “Sorry, the Jupiter Effect is Canceled,” dimuat di New Scientist, 4 Maret 1982.


Para “pedagang kiamat” itu di berbagai penjuru dunia menyimpulkan bahwa 10 Maret 1982 merupakan akhir dari dunia alias kiamat.


Kepanikan pun melanda. Bukan hanya di AS dan Filipina. Di Calcutta, India, orang-orang Hindu menggelar upacara “Yajna”; memuja Dewi Agni (api). Penduduk Lima, Peru, bahkan menyangka kiamat datang lebih awal ketika gempa bumi berkekuatan 4,2 SR mengguncang kota itu pada 9 Maret 1982.


Alih-alih menyodorkan ketenangan, media di berbagai negara ikut memanaskan situasi. Di India, misalnya, Sunday Herald memprediksi bumi akan dilanda gempa, wabah, dan pemberontakan.


Bagaiman dengan Indonesia? Ada juga yang percaya. Selain bumi bakal bergoncang kuat, “Pulau Jawa akan terbelah dua dan tenggelam,” tulis Tempo, 20 Maret 1982.


Berbagai pihak pun kerepotan. Di AS, selain Observatorium Griffith, Kitt Peak National Observatory bahkan sampai menerbitkan rilis tujuh halaman. John Gribben sendiri berkirim surat ke redaksi New York Times, kemudian dimuat pada 3 Maret 1982, untuk menyeru orang-orang agar tak panik. Dia mengatakan sama sekali tak memprediksikan kiamat.


Ketika hari-H tiba, orang-orang yang termakan isu menjalani hari lain dari biasanya. Orang-orang di Puerto Rico berkumpul di jalan-jalan sejak subuh; mereka ingin menyaksikan “Jupiter Effect.” Orang-orang Kristen sekte Ako di Filipina masuk ke lubang-lubang yang mereka buat.


Namun kiamat tak jadi datang. Menurut Henbest, jangankan bencana dahsyat, apalagi kiamat, posisi sembilan planet sejajar pun tak bakal terjadi pada 10 Maret 1982. “Tapi kalau di tahun 1982 kita mengalami ‘penderitaan terus dan kerusuhan di Inggris’, janganlah menyalahkan Jupiter tua yang malang,” kata astronom Universitas Cambridge itu menyindir kaum penganut kiamat Jupiter Effect.


Dan kehidupan kembali berjalan normal. Namun “ramalan” serupa kerapkali muncul. Misalnya, ramalan suku Maya bahwa kiamat akan terjadi pada 21 Desember 2012. Nyatanya, kiamat belum juga datang.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Lima Generasi Mengabdi di Istana

Lima Generasi Mengabdi di Istana

Dari generasi ke generasi, keluarga Endang Sumitra merawat dan melayani di Istana Bogor.
Guru Besar Itu Bernama Mamdani

Guru Besar Itu Bernama Mamdani

Ayah Zohran Mamdani pernah diusir Diktator Idi Amin. Karya-karyanya menyinggung Afrika pasca-kolonial hingga hukum adat di Indonesia.
Setelah Lama Berpuasa

Setelah Lama Berpuasa

Setelah Orde Baru tumbang, partai-partai berbasis NU didirikan dan berebut suara warga nahdliyin. Tak semuanya bertahan.
Warisan Jaringan Gas Kolonial

Warisan Jaringan Gas Kolonial

Sempat mandeg karena perang, perusahaan gas Belanda beroperasi kembali tapi kemudian dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia. Bagaimana nasib warisan kolonial ini?
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
bottom of page