top of page

Sejarah Indonesia

Kisah Menteri Keuangan Raja Louis Xvi Yang Diganyang

Kisah Menteri Keuangan Raja Louis XVI yang Diganyang Massa

Menteri François Foullon hanya menjabat 10 hari di ambang revolusi. Dihakimi massa hingga kepalanya dipenggal dan diarak dengan mulut tersumpal jerami.

29 Agustus 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ilustrasi Joseph-François Foullon de Doué yang dihakimi massa (Musée de la Révolution française)

BELAKANGAN viral ucapan Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani yang menganggap “guru beban negara” berseliweran di media sosial. Faktanya, pernyataan itu hoaks belaka lantaran merupakan hasil potongan tidak utuh dan deepfake.

 

Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu memberi klarifikasi bahwa video tentang “guru beban negara” itu adalah hoaks pada Selasa (19/8/2025). Pernyataan itu menurutnya hasil potongan video dan rekayasa dari pidato Menkeu Sri Mulyani di Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 7 Agustus 2025 lalu. Sri Mulyani menyampaikannya dalam rangka menerangkan “klaster kedua” terkait gaji dan tunjangan dosen dan guru dalam alokasi anggaran pendidikan tahun 2025.

 

“Banyak di media sosial saya selalu mengatakan, ‘oh menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya enggak besar.’ Ini juga salah satu tantangan bagi keuangan negara. Apakah semuanya harus keuangan negara, ataukah ada partisipasi dari masyarakat,” demikian bunyi pidato asli Menkeu Sri Mulyani di forum itu, sebagaimana yang diunggah akun Youtube Kompas.com, 8 Agustus 2025.

 

Hanya saja, Kemenkeu terlambat mengklarifikasinya karena sudah kadung viral dan direspons negatif oleh para warganet.


Kendati berbeda konteks dan waktu, hoaks pernah memakan korban juga di masa lalu. Nasib lebih nahas dialami Joseph-François Foullon de Doué. Ia menteri keuangan penguasa Prancis, Raja Louis XVI, lebih dari dua abad silam. Selain karena gejolak revolusi, faktor pembuat nyawanya musnah diganyang massa karena rumor tentang pernyataannya yang dianggap menyakiti rakyat jelata.

 

Akhir riwayatnya pun getir. Ia disiksa massa hingga dipenggal tanpa pengadilan. Massa juga memaksa menantunya yang juga pejabat di Paris, Louis Bénigne François Bertier de Sauvigny untuk melihat kepala sang menkeu yang sudah terpenggal sebelum akhirnya Bertier juga mengalami nasib serupa.


Ilustrasi lukisan potret Joseph-François Foullon de Doué (repro-tableaux.com)
Ilustrasi lukisan potret Joseph-François Foullon de Doué (repro-tableaux.com)

Sebelum Revolusi Sudah Banyak Musuh

“Banyak lainnya yang berlari ke kerumunan massa, menepuk dada, mengacak-acak rambut, dan berteriak, ‘Foulon (Foullon, red.) masih hidup! Para suami, saudara-saudara, anak-anak, berikan kami darah Foulon. Berikan kami kepala Foulon. Berikan kami jiwa dan raga Foulon. Cabik-cabiklah Foulon dan kubur dia ke dalam tanah sampai rerumputan menutupinya!” seru seorang perempuan asisten Madam Defarge mengomando massa.

 

Itu adalah potongan dialog dalam sebuah babak di novel A Tale of Two Cities (1859) karya sastrawan Inggris, Charles Dickens. Di babak itu Dickens menggambarkan suasana pasca-penyerbuan Bastille semasa Revolusi Prancis (1789-1799).

 

Dickens menggambarkan tokoh Foulon sebagai salah satu pejabat rezim Raja Louis XVI yang dibenci rakyat karena dianggap tak berempati saat bencana kelaparan. Ia juga sempat memalsukan kematiannya namun tepergok hingga dikeroyok dan tewas oleh massa.

 

Foullon atau kadang tertulis di beberapa sumber sebagai Foulon, yang lahir di Maine-et-Loire pada 25 Juni 1715, berasal dari keluarga bangsawan asal Anjou. Sebelum mengurusi keuangan kerajaan, Foullon menikmati banyak jabatan berturut-turut mulai dari intendant-general (semacam pejabat umum wakil kerajaan) pasukan Prancis semasa Perang Tujuh Tahun (1756-1763), anggota dewan di Parlement de Paris, hingga akhirnya ditunjuk menjabat Contrôleur général des Finances (Kontrolir Umum Keuangan) alias semacam menteri keuangan kerajaan. Ia menduduki jabatan itu mulai 12 Juli 1789 menggantikan pendahulunya yang dipecat, Jacques Necker, dua hari sebelum meledaknya reaksi massa dalam Penyerbuan Bastille.

 

“Foulon, selama menjabat sebagai intendant, sudah jadi sasaran kebencian banyak pihak akibat tindakan-tindakan pemerasannya, akan tetapi dia malah dijadikan salah satu pejabat di kementerian dan mendaki kekuasaannya setelah pemecatan Necker. Foulon dilaporkan pernah mengekspresikan penghinaannya terhadap banyak orang dengan mengatakan, ‘bahwa rakyat adalah orang-orang tak beradab, hanya pantas makan jerami’,” tulis Thomas Wright dalam The History of France: From the Earliest Period to the Present, Volume 2.

 

Jika Ratu Marie-Antoinette dikenal dengan rumor menghina, “let them eat cake”, Foullon dikenal dengan rumor pernyataan soal jerami itu ketika banyak rakyat jelata menjadi korban di masa bencana kelaparan yang dipicu cuaca buruk hingga mengakibatkan gagal panen yang otomatis melejitkan harga roti di pasaran. Terbilang rumor karena hingga kini belum ada bukti ia mengatakannya secara langsung. Belum jelas pula di masa itu siapa yang menyebarkan rumornya.

 

Di beberapa sumber pun perkataannya sedikit berbeda walaupun esensinya sama. Misal yang dituliskan Wright, Foullon mengatakan bahwa rakyat hanya pantas makan jerami. Peter Kropotkin dalam Words of A Rebel menyebut rumornya berbunyi, “jika para bajingan itu tak punya sepotong roti, maka biarkan mereka makan jerami.” Sedangkan Warren Roberts dalam artikel “The Visual Rhetoric of Jean-Louis Prieur” yang termaktub di buku Symbols, Myths and Images of the French Revolution, mengatakan bunyi rumornya: “jika (rakyat) lapar, biarkan saja mereka makan rumput. Tunggu sampai saya jadi menteri, saya akan bikin mereka makan jerami; kuda saya makan itu kok.”

 

Maka ketika massa menciduk dan menggelandangnya, Foullon dipermalukan menggunakan rerumputan dan jerami. Mulutnya pun disumpal jerami setelah kepalanya dipenggal. Tidak ada yang bisa membantunya meloloskan diri dari amukan massa pasca-Penyerbuan Bastille, mengingat Foullon termasuk banyak musuh. Selain dari kalangan proletar, sebelumnya ia juga dimusuhi para fermiers généraux atau kelompok administrasi pemungut pajak hingga kelompok bangsawan yang pro-revolusi pimpinan Louise Philippe d’Orléans.

 

Foullon praktis hanya menjabat menteri keuangan tak lebih dari sepekan karena Raja Louis XVI sendiri menyerahkan tanggung jawab negara pada 17 Juli 1789 kepada Marquis Lafayette sebagai Panglima Garda Nasional. Saat revolusi sudah pecah, Foullon memilih kabur dari Paris dan bersembunyi di vila milik temannya, Antoine de Sartine, di Viry-Châtillon. Akan tetapi sejumlah petani di sekitar vila milik temannya mengenalinya.

 

“Foulon digeruduk di Viry dekat Paris pada 22 Juli. Ketika ia diciduk, massa membalas sikap sarkasme dengan jerami. Dipaksa berjalan bertelanjang kaki, lehernya dikalungi dedaunan berbulu halus yang gatal, dan dipaksa memegang jerami bak ia membawa seikat bunga dengan tangannya. Ia dicaci-maki sepanjang jalan sampai ke Hôtel-de-Ville,” sambung Wright.

 

Sesampainya di sana, massa yang lebih besar sudah mulai banyak yang menuntut untuk Foullon dihukum, “À la lanterne!”, ungkapan untuk membawa seseorang untuk dieksekusi di tiang lampu. Walikota Paris dari kalangan revolusioner, Jean Sylvain Bailly dan Panglima Garda Nasional Marquis Lafayette sedianya ingin “menyelamatkan” Foullon. Setidaknya agar ia lebih dulu diadili sebelum menentukan hukuman.

 

“Izinkan saya bicara kepada Anda sekalian dengan bebas dan jujur berdasarkan kepribadian saya. Anda sekalian ingin mengeksekusi orang ini di hadapan kalian (Foullon) tanpa pengadilan: itu adalah tindakan yang tidak adil dan akan mencederai kehormatan kalian, kehormatan saya...saya tidak akan mengizinkan,” cetus Lafayette kepada massa, dikutip Tom Chaffin dalam Revolutionary Brothers: Thomas Jefferson, the Marquis de Lafayette, and the Friendship that Helped Forged Two Nations.

 

Maka, Walikota Bailly dan Lafayette memerintahkan pasukan Garda Nasional untuk menyeret Foullon lebih dulu ke Penjara Abbaye St. Germain. Akan tetapi di tengah perjalanan, massa yang tak puas merangsek ke barisan pasukan dan menyeret Foullon sampai ke sebuah tiang lampu jalan dekat halaman Place de Grève yang sudah sejak berabad-abad lalu acap jadi tempat eksekusi mati tahanan terpidana mati di hadapan publik.

 

“Meski Lafayette mencoba melindunginya tapi massa berhasil menyeret Foulon ke tiang lampu. Anehnya dalam tiga kali percobaan talinya selalu putus dan setiap sehabis terjatuh, Foullon berlutut dan mencium tangan massa penghinanya untuk minta ampun,” sambung Wright.

 

Kesal gagal mengeksekusi dengan hukuman gantung di tiang lampu, massa pun mengambil segala macam benda tajam untuk dihujamkan ke tubuh Foullon. Nyawanya menguap setelah dipenggal. Kepalanya yang terpotong dijejalkan dengan jerami dan ditancapkan ke pucuk tombak untuk kemudian diarak sekeliling kota.

 

“Saat massa yang membawa kepala Foullon bergerak dari Place de Grève, mereka bertemu massa lain yang ternyata sedang mengarak kereta kuda yang membawa Berthier. Sang menantu yang juga seorang intendent itu ditangkap massa dari tempat lain. Ketika Berthier dipertemukan dengan kepala Foullon di pucuk tombak, massa berteriak, ‘cium Papa! Cium Papa!’” lanjut Roberts.

 

Berthier mencoba melawan dengan senjata api namun massa juga tak melepaskannya. Nyawa Berthier pun ikut menguap setelah dipukuli dan diserang aneka benda tajam. Saking merasa bersalahnya, Lafayette sampai ingin mengundurkan diri walaupun batal setelah dibujuk Walikota Bailly.



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Sumatra Utara dan Aceh dulu juga pernah dilanda banjir parah. Penyebabnya sama-sama penebangan hutan.
bottom of page