- Petrik Matanasi
- 29 Jul
- 3 menit membaca
KABAR duka datang dari ekonom kritis Kwik Kian Gie. Mantan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Ekuin) itu meninggal dunia kemarin, Senin (28 Juli 2025) malam di usia 90 tahun.
Kepergian ekonom “kelotokan” itu menjadi kehilangan besar bagi bangsa ini. Tak ada lagi masukan ataupun kritik yang kerap disuarakannya baik lewat lisan maupun tulisan. Pandangannya yang berharga bagi pembangunan ekonomi bangsa itu tentu tidak begitu saja jatuh dari langit, melainkan didapatkannya lewat pergulatan bertahun-tahun dengan perekonomian baik lewat bangku sekolah maupun terjun langsung ke lapangan sejak muda.
Setelah lulus sebagai doktorandus (sarjana) ekonomi dari Nederlandsch Economiesche Hogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi Belanda) di Rotterdam, seperti Bung Hatta, pada 1960-an, Kwik bekerja di Kedutaan Besar RI di Den Haag sedari 1965 hingga 1970. Dirinya sempat pula menjadi direktur di NV Handelsonderneming IPILO, Amsterdam. Perusahaan itu dulu mengimpor banyak hasil bumi dari Indonesia.
Pada 1970, Kwik yang kelahiran Pati, Jawa Tengah pada 11 Januari 1935 kembali ke Indonesia. Menganggur setahun, dia lalu mendirikan perusahaan sendiri, PT Indonesian Financing & Invesment Company. Kwik lalu jadi direktur lagi di PT Altron Panorama Electronics, agen peralatan elektronik dari Eropa. Lalu dia jadi direktur lagi di PT Jasa Dharma Utama, sebuah perusahaan perkebunan.
Namun menjadi pengusaha sekaligus direktur di beberapa perusahaan tak membuat perhatian Kwik tersedot seluruhnya ke pekerjaannya. Sebagai sarjana, yang dituntut punya perhatian dan pengabdian kepada masyarakat, Kwik menyadari masalah yang dihadapi banyak perusahaan di Indonesia. Menurut Kwik, Indonesia kekurangan menejer (pengelola) perusahaan yang memadai. Ketika itu Indonesia belum kebanjiran sarjana seperti sekarang, sarjana yang ada masih terbilang langka. Namun calon sarjana yang sedang dicetak di fakultas-fakultas ekonomi di berbagai universitas di Indonesia lebih banyak makan teori di bangku kuliah dan jauh dari praktik sehingga minim wawasan akan kenyataan di lapangan.
Untuk itu, Kwik tak tinggal diam. Bersama beberapa konglomerat yang peduli pada masalah itu, Kwik bersatu dalam Institut Manajemen Prasetya Mulya -tempat Kwik menjadi ketua Dewan Direksinya. Lembaga itu hendak mencetak manajer yang dibutuhkan perusahaan.
“Para pengusaha akan menjadi dosen tamu. Sehingga hubungan antara teori dan praktek bisa dijalin,” kata Kwik Kian Gie dalam buku Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia, 1985-1986.
Selain di Prasetya Mulya, Kwik juga membangun Institut Bisnis Indonesia, yang dulu dikenal sebagai STIE IBII. Kini sekolah itu menjadi Kwik Kian Gie School. Kwik lebih aktif sebagai pendidik ekonomi ketimbang pelaku ekonomi.
“Pada akhir 1980-an, Kwik menjual bisnis perakitan televisinya yang kurang sehat, Altron Panorama Electronics, kepada Salim,” catat Richard Borzuk & Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group.
Di akhir era itu pula Kwik masuk dunia politik. Kwik hendak menyumbangkan pandangan perekonomiannya dengan lebih konkrit. Prinsip itu membawa Kwik pada pilihan politik yang cukup unik, yakni tidak masuk Golongan Karya (Golkar) yang sedang berjaya dan selalu menjadi kendaraan politik penguasa rezim Orde Baru. Kwik memilih masuk Partai Demokrasi Indonesia (PDI), yang selalu menempati posisi buncit dalam tiap pemilu, pada 1987. Di PDI, Kwik disebut-sebut pernah menjadi Penasehat Utama Megawati Sukarnoputri.
Sambil tetap mengurus lembaga pendidikan ekonominya dan juga urusan politik di PDI, Kwik terus aktif menulis soal perekonomian. Algemeen Dagblad tanggal 27 Oktober 1999 menyebut, Kwik sebagai orang yang aktif mengkritik praktik korupsi Soeharto.
Setelah Soeharto lengser, Kwik masuk kabinet. Di era Presiden Abdurachman Wahid (Gus Dur) dia dipercaya menjadi menko Ekuin. Ketika menjadi menteri, Kwik malah keras kepada pengusaha, yang di antaranya satu etnis dengannya.
Pemerintahan Gus Dur akhirnya digantikan pemerintahan Megawati. Kwik dijadikan ketua Bappenas dalam pemerintahan yang terakhir. Pemilihan itu membuka lembaran sejarah baru di lembaga tersebut. Kwik menjadi orang Tionghoa pertama yang menjadi ketua lembaga itu.
Namun, tidak mudah memperbaiki warisan yang telah lama rusak. Termasuk di bidang ekonomi. Menurut Kwik, rusaknya perekonomian Indonesia yang coba dibenahi pemerintahannya tak bisa dilepaskan dari praktik yang salah selama puluhan tahun oleh rezim Orde Baru. Selain pembiaran praktik korupsi, minimnya penegakan hukum yang telah dipraktikkan Orde Baru amat mempengaruhi “kerusakan” ekonomi Indonesia, yang masih berlanjut ketika Reformasi telah terjadi.
Kwik, yang berupaya mengimplementasikan perekonomian sesuai pasal 33 UUD, termasuk orang yang pesimis dengan pemberantasan korupsi. Jika pemberantasan korupsi dilakukan, aktivitas perekonomian akan terhenti karena para pengusaha akan meringkuk di balik penjara. Penegakan hukum juga jadi masalah di Indonesia setelah Soeharto lengser. Kwik termasuk orang waras yang yakin bahwa penegakan hukum yang buruk mempengaruhi invetasi.
“Kalau saya investor asing, saya tidak akan datang ke Indonesia,” kata Kwik, seperti dicatat Richard Borzuk & Nancy Chng.
Tentu saja Kwik mendapat banyak kecaman atas kritk-kritiknya itu. Namun Kwik tak bergeming. Dia terus berupaya ikut membangun Indonesia lewat dunia pendidikan ekonomi meski sudah tak lagi duduk dalam pemerintahan. Dia tetap bersikap kritis pada pemerintah ketika usianya makin senja, sampai ajal menjemputnya. Selamat jalan, Kwik Kian Gie!













Komentar