top of page

Sejarah Indonesia

Lebaran Afdol Dengan Dodol

Lebaran Afdol dengan Dodol

Dodol Betawi disebut kue silaturahmi. Dibawa ngider ke tetangga atau saudara sambil bermaaf-maafan.

Oleh :
2 Agustus 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Membuat dodol Betawi. (Historia.id).

Memasuki Ramadan, Syarifah Hairiyah alias Ibu Yuyun sibuk memenuhi pesanan. "Pesanan bisa meningkat hingga lima kali lipat dari hari biasa," ujarnya. Mendapatkan keahlian secara turun-temurun, Yuyun memulai usaha dodol Betawi di Pejaten Timur, Jakarta Selatan, sejak 1980.


Sindhunata dalam Burung-burung Bundaran HI menulis dodol Betawi bukan sekadar campuran gula Jawa dan ketan. Di baliknya terkandung makna gotong royong, rukun kampung, dan minal aidin walfaizin.


Tak jelas sejak kapan masyarakat Betawi membuat dodol. Di Jakarta, Depok terkenal sebagai sentra dodol.


"Siapa yang tak kenal dodol Depok?" tulis Pandji Ra’jat, 17 Desember 1946, ketika menurunkan laporan satu tahun pendudukan Kota Depok oleh tentara Kerajaan Belanda.


Dodol sendiri bukanlah penganan khas Indonesia. Ada jejak pengaruh dari dodol Cina atau kue keranjang, penganan utama pada perayaan tahun baru orang Tionghoa, sin tjia. Sejumlah daerah di Indonesia juga dikenal membuat penganan ini, seperti Garut, Kudus, dan Semarang.


Lebaran memang kurang afdol tanpa dodol. Gubernur militer Jepang (Gunseikanbu) pun membagikan beras ketan ke masyarakat menjelang Lebaran, yang dibutuhkan "untuk membikin kue-kue dan makanan hari Lebaran seperti wajik, dodol, lepet, dan lain-lain sampai sebanyak 1.000 karung...," tulis Pembangoenan, 17 September 1943.


Gunseikanbu berharap penduduk bisa merayakan Lebaran dengan hati suka dan ria dalam suasana peperangan Asia Timur Raya.


"Dulu orang Betawi bilang dodol itu kue silaturahmi," kata Yahya Andi Saputra, wakil ketua Lembaga Kebudayaan Betawi. "Sebab, saat Lebaran, dodol dibawa ngider ke tetangga atau saudara sambil bermaaf-maafan. Kini tradisi itu semakin menghilang."

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Sukses sebagai penyanyi di Belanda, Anneke Gronloh tak melupakan Indonesia sebagai tempatnya dilahirkan.
Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Film perdana Reza Rahadian, “Pangku”, tak sekadar merekam kehidupan remang-remang lewat fenomena kopi pangku. Sarat pesan humanis di dalamnya.
bottom of page