top of page

Sejarah Indonesia

Martir Letnan Kadir Dan Seloroh Kopral Panamo

Martir Letnan Kadir dan Seloroh Kopral Panamo

Sebuah kisah menjelang berlangsungnya operasi penyerbuan ke pos militer Belanda di Desa Mardinding

Oleh :
4 Januari 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Letnan Muda Kadir Saragih sewaktu memegang seksi di Kabanjahe. Kadir gugur dalam operasi penyerangan pos Belanda di Mardinding 28 Desember 1948. (Foto: Repro buku "Bukit Kadir" karya Djamin Gintings.)

BEBERAPA saat sebelum terjadi pertempuran di Desa Mardinding, Tanah Karo, Letnan Kadir Saragih menatap puncak bukit yang ada di desa tersebut. Cukup lama dia menatapi Bukit Mardinding itu. Dengan tatapan takjub, Kadir berujar dengan lepas kepada kawan sekompinya.


“Alangkah indahnya puncak bukit itu. Suatu tempat perhentian yang menyenangkan,” ujar Kadir. Dia melanjutkan, “Kalau nanti ada diantara kita yang gugur ditembus peluru senjata Belanda, kita makamkan di atas bukit ini sebagai tugu kenang-kenangan, sebagai ‘benteng kemenangan'.” Ucapan Letnan Kadir tersebut tercatat dalam buku harian komandan resimennya, Letkol Djamin Gintings yang pada 1964 diterbitkan dalam memoar berjudul Bukit Kadir.


Letnan Kadir adalah Komandan Seksi 2 Kompi 1 Batalion XV yang ditugaskan dalam operasi dadakan menggempur kubu pertahanan Belanda di Mardinding. Dalam kenangan Djamin Gintings, Letnan Kadir  merupakan perwira muda berbadan tegap. Tingginya lebih kurang 160 cm. Menurut kawan-kawannya, Letnan Kadir memilki paras muka yang bisa menarik perhatian kaum Hawa. 


“Tetapi sampai akhir hidupnya dia belum mempunyai kekasih selain daripada perjuangan,” tulis Djamin Gintings.


Dalam keadaan siap tempur, Letnan Kadir menampilkan laku yang aneh. Kepada Sersan Mayor Bantaryat Sinulingga, Kadir menyerahkan pedangnya. Sinulingga pun terheran-heran melihat tindakan komandannya.  


“Tuan sendiri pakai senjata apa?" tanya Sinulingga.


“Saya bawa sebuah pentungan,” jawab Kadir. “Saya kira sudah cukup sekedar untuk menghajar mereka (tentara Belanda -red) agar mereka tahu kena pentungan tentara Indonesia,“ tukasnya.


Selain Kadir, seorang prajurit bernama Kopral Panamo memperlihatkan gelagat yang tidak kalah anehnya. Seperti Letnan Kadir, Kopral Panamo seorang prajurit anggota Kompi 1. Badannya gemuk pendek dan berkulit hitam. Panamo dikenal suka melawak dan membuat kawannya-kawannya tertawa. Menurut Djamin Gintings, sejak agresi militer Belanda pertama, Panamo mengurusi bagian perbekalan makanan. Tidak heran bila Panamo selalu lapar dan doyan makan.


Menjelang penyerbuan, Kopral Panamo mengambil seutas rotan. Ketika rekannya bertanya untuk apa gerangan, Panamo mengatakan rotan itu akan digunakan sebagai tali ranselnya. Tetapi sembil tertawa, Panamo berseloroh, “Kalau nanti saya tewas tali ini untuk mengikat mayat saya.” Semua temannya-temannya termasuk Panamo sendiri tertawa lepas.


Pertempuran pun berlangsung dari tengah hari hingga pukul 5 sore. Ketika desing peluru saling berbalas, Letnan Kadir maju menyerbu pos tentara Belanda sambil berseru “Maju” dan “Merdeka.” Tiba-tiba sebuah peluru menembus dada Kadir dan dia gugur seketika.


Kopral Panamo yang kocak itu juga terkena tembakan di perutnya. Panamo sempat bertahan dari luka beratnya. Tali rotan yang sudah dipersiapkannya ternyata berguna menjadi tambahan pengikat alat pemikut tandu ketika Panamo dibawa ke tempat yang lebih aman. Di tengah jalan, Panamo kehausan. Teman-temannya memberi air minum. Namun setelah minum, Panamo meronta, “Perutku. Tolong pijak biar semua air keluar.” Dia kesakitan usai meminum air itu.


Ketika berada di pinggang bukit, Panamo tidak mampu lagi bertahan. Dia mengehembuskan nafas penghabisan setelah memekikkan “Merdeka”. Di lembah bukit Mardinding itulah Kopral Panamo dimakamkan. Sementara Letnan Kadir dimakamkan di puncak bukit, sebagaimana permintaannya sebelum pertempuran berlangsung.   


Letkol Djamin Gintings menamakan puncak Bukit Mardinding sebagai Bukit Kadir dan lembahnya sebagai Lembah Panamo. Untuk mengenang keduanya, sang komandan resimen menuliskan untaian sajak.


Di puncak bukit terletak pusara


Pahlawan kadir yang gagah perkasa


Sebagai tugu pahlawan bangsa


Mempertahankan tanah air Indonesia


Itulah……….Bukit Kadir 


Di lembah bukit Panamo berkubur


Demi perjuangan ia tersungkur


Gugur sebagai pahlawan bertempur


Untuk kemerdekaan yang subur


Itulah……….. Lembah Panamo

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Guru Besar Itu Bernama Mamdani

Guru Besar Itu Bernama Mamdani

Ayah Zohran Mamdani pernah diusir Diktator Idi Amin. Karya-karyanya menyinggung Afrika pasca-kolonial hingga hukum adat di Indonesia.
Misi Orde Baru Menggerus PNI dan NU

Misi Orde Baru Menggerus PNI dan NU

Setelah menumpas PKI, rezim Orde Baru kemudian menghabisi PNI dan NU. Dengan begitu Soeharto dapat berkuasa selama tiga dekade.
Mengenal Pahlawan Nasional Rahmah El Yunusiyah

Mengenal Pahlawan Nasional Rahmah El Yunusiyah

HR Rasuna Said turut berguru pada Rahmah El Yunusiyah. Universitas Al-Azhar di Kairo terinspirasi membuka kampus khusus perempuan darinya.
Soebandrio Tidak Menyesal Masuk Penjara Orde Baru

Soebandrio Tidak Menyesal Masuk Penjara Orde Baru

Soebandrio dikenal memiliki selera humor yang tinggi. Selama menjadi tahanan politik Orde Baru, dia mendalami agama Islam, sehingga merasa tidak rugi masuk penjara.
Lagi, Seruan Menolak Gelar Pahlawan Nasional Bagi Soeharto

Lagi, Seruan Menolak Gelar Pahlawan Nasional Bagi Soeharto

Wacana penganugerahan gelar pahlawan nasional bagi Soeharto kian santer. Dinilai sebagai upaya pengaburan sejarah dan pemutihan jejak kelam sang diktator.
bottom of page