- Martin Sitompul
- 19 Jun
- 3 menit membaca
Diperbarui: 20 Jun
TULISAN atau aksara menjadi indikator pembeda terminologi sejarah dan prasejarah. Prasejarah adalah masa ketika manusia belum mengenal tulisan. Sementara itu, peradaban sejarah ditentukan setelah manusia mengenal tulisan. Dalam rumpun ilmu pengetahuan, sejarah masuk cakupan ilmu sejarah sedangkan prasejarah dalam arkeologi.
“Pembahasan terminologi prehistory sudah berlangsung kurang dari 200 tahun yang lalu di Eropa. Bukti paling awal ditemukan dalam Oxford English Dictionary pada 1832. Tentu saja terminologi itu terus digunakan karena memperoleh pengakuan ilmiah secara internasional. Semua itu ditandai dengan munculnya padanan kata prehistory dalam sebagian besar bahasa di seluruh dunia,” papar arkeolog Wiwin Djuwita Ramelan dalam diskusi Center for Prehistory and Austronesian Studies (CPAS) bertajuk “Prasejarah bukan Awal Sejarah” secara daring kemarin (19/6).
Dalam konteks Indonesia, prasejarah punya padanan lain yang semakna seperti pra-aksara atau zaman nirleka. Namun, sambung Wiwin, keberterimaan terminologi prasejarah jauh lebih tinggi makna lantaran telah dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Itulah sebabnya, terminologi prasejarah sampai saat ini tetap dipertahankan.
Selain itu, Wiwin juga menyoal urgensi penggantian terminologi prasejarah menjadi sejarah awal (early history) –menyangkut zaman prasejarah– yang diperkenalkan dalam jilid pembuka buku sejarah nasional Indonesia yang sedang ditulis oleh tim penulis dari Kementerian Kebudayaan. Menurutnya, perbedaan terminologi sejarah dan prasejarah sudah jelas dan tidak perlu lagi diperdebatkan. Wiwin berharap penamaan sejarah awal hanya sebagai judul bab dalam sejarah nasional Indonesia, bukan untuk menggantikan terminologi prasejarah.
“Apabila perubahan ini tetap dilanjutkan, perlukah kita juga mengganti seluruh terminologi prasejarah pada seluruh kurikulum arkeologi di ketujuh universitas, atau semua tulisan para ahli, atau pada buku pelajaran sekolah, atau bahkan di semua papan nama situs cagar budaya yang bercirikan sejarah,” ungkap Wiwin. “Dapat dibayangkan berapa banyak tenaga dan waktu yang kita buang untuk melakukan perubahaan tersebut bahkan mengubah alam pikiran masyarakat.”
Sementara itu, Profesor Harry Truman Simanjuntak menerangkan bahwa zaman prasejarah di Indonesia dimulai dari rentang 1,5 juta tahun yang lalu. Truman menyitir penelitian para ahli arkeologi dunia yang memperkirakan manusia purba Homo erectus keluar dari Afrika 1,8 juta tahun lalu dan sampai ke Nusantara 300.000 tahun kemudian. Baru pada abad 4 SM, Nusantara memasuki masa proto sejarah, atau periode peralihan dari prasejarah ke sejarah. Dan sekitar akhir abad 4-5 SM, peradaban Nusantara telah mengenal sistem tulisan melalui pengaruh yang datang dari India.
“Inilah rentangan waktu kehidupan manusia di Indonesia. Artinya zaman sejarah itu hanya sekitar satu persen dari seluruh kehidupan manusia di Nusantara. Jadi [kalau] yang 99 persen itu sejarah awal, itu saja sudah di luar logika dari pengertian bahasa saja,” kata Truman.
Kendati sama-sama mempelajari masa silam, menurut Truman, batasan antara ranah sejarah dan prasejarah dapat ditarik garis tegas melalui pengenalan sistem aksara atau tulisan oleh manusia. Menyangkut terminologi, sejarah berkaitan dengan kehidupan manusia masa lampau dan aspek-aspek terkait dengannya. Namun, sebagai disiplin ilmu, sejarah tidak meneliti semua masa lampau. Ada batasan kultural-temporal hingga harus berbagi dengan disiplin prasejarah (arkeologi prasejarah).
Sementara itu, prasejarah berbeda dengan sejarah dalam aspek kultural-temporal maupun metodologi. Prasejarah mempelajari masa sebelum manusia mengenal tulisan. Dalam penelitian prasejarah digunakan pendekatan tinggalan material atau fisik (artefak, fitur, dan ekofak) dan multidisiplin. Pengumpulan datanya menggunakan metode ekskavasi dan survei.
“Sejarah menerapkan pendekatan sumber-sumber tertulis dengan meneliti dokumen, laporan, catatan, dll. Singkatnya kedua ilmu itu berbeda dalam ontologi dan epistemologi,” jelas Truman.
Truman, arkeolog senior yang belakangan mundur dari tim kepenulisan sejarah nasional Indonesia, menyatakan prasejarah sebagai sebuah terminologi keilmuan yang mapan dibuktikan dari begitu banyak institusi pendidikan dunia yang menggunakan kata prasejarah. Salah satunya adalah Pusat Riset Prasejarah dan Sejarah BRIN di Indonesia. Andai kata ada perubahan terhadap terminologi prasejarah, seyogianya ia datang dari dalam lingkup keilmuan itu sendiri, bukan dari disipilin ilmu lain. Truman mengkhawatirkan perubahan terminologi prasejarah bakal mereduksi atau bahkan menghilangkan disiplin ilmu prasejarah dalam nomenklatur keilmuan.
“Prasejarah itu janganlah diganggu gugat,” pungkas Truman, “Jangan pernah menggantikan prasejarah dengan sejarah awal.”*









