top of page

Sejarah Indonesia

Mereka Yang Diincar Apra

Mereka yang Diincar APRA

Sejumlah perwira TNI menjadi target pembunuhan anak buah Westerling. Siapa saja?

Oleh :
2 Februari 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Markas Besar Divisi Siliwangi beberapa saat setelah dikuasai APRA (geheugen.delpher.nl/nl)

Sersan Mayor Soedarja masih ingat rumor yang beredar pada awal Januari 1950. Tersebutlah orang-orang Belanda yang tak puas dengan kesepakatan Konfrensi Meja Bundar (KMB). Mereka bermaksud membentuk gerakan tersendiri guna memanjangkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia.


“Kelompok itu bernama APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang dipimpin oleh eks komandan Korps Pasukan Khusus (KST), Kapten R.P.P. Westerling,”ujar eks anggota intelijen Divisi Siliwangi itu.


APRA akan memulai gerakan dari Bandung. Selain sebagian anggota Baret Hijau dan Baret Merah yang tergabung dalam KST, kelompok ini juga diperkuat oleh mantan prajurit-prajurit KNIL dan anggota polisi federal yang dipimpin oleh Van der Meulen. Mereka kemudian akan merangsek ke Jakarta dan merencanakan menguasai gedung parlemen RIS.


Namun sebelum rencana itu diwujudkan, Westerling telah membuat rencana penyingkiran sejumlah tokoh militer dan sipil di Bandung. Menurut Soedarja, APRA berkepentingan menghilangkan orang-orang itu  karena dianggap akan menghalangi gerakan mereka di Bandung.


Soal rencana APRA itu, dibenarkan oleh Kolonel (Purn) Mohamad Rivai. Dalam otobiografinya, Tanpa Pamrih Kupertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dia menyebut sejatinya Westerling mengicar 7 tokoh Jawa Barat. Mereka adalah Kolonel Sadikin (Panglima Divisi Siliwangi), Mayor Mohamad Rivai (Kepala Penerangan Militer Gubernur Militer IV Jawa Barat), Letnan Kolonel Soetoko (Wakil Kepala Staf Divisi Siliwangi), Letnan Kolonel dr.Errie Sudewo (Kepala Staf Divisi Siliwangi), Letnan Kolonel Sentot Iskandardinata, Mayor CPM Roehan Roesli dan Sudjono (anggota Parlemen Negara Pasunda yang pro RI).


Aksi itu rencananya akan diwujudkan pada 5 Januari 1950. Caranya dengan memberikan racun kepada mereka. Demikian menurut pengakuan Abdul Karim bin Djamin, seorang eks anggota Laskar Rakyat Djawa Barat (LRDR) yang kemudian bergabung dengan gerakan bawah tanah-nya Kapten Westerling.


Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisaris Polisi Kelas II M. Saud Wirtasendjaja (sebagai Kepala Bagian Pidana di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat) pada 8 Maret 1950 terbuhullah pengakuan dari Abdul Karim. Dia menyebutkan bahwa pada 5 Januari 1950, dirinya dan seorang overste (letnan kolonel) berkebangsaan Belanda bernama Cassa mendatangi salah seorang tangan kanan Westerling di Bandung, Sersan Mayor KNIL Herman Louis.


“Di sana Cassa menyerahkan masing-masing 1 botol racun kepada saya dan Lois untuk membunuh ketujuh orang itu,” ungkap Abdul Karim seperti dikutip Mohamad Rivai dalam bukunya. Adapun cara menggunakan racun tersebut adalah dengan mencampurkan cairan maut itu dengan minuman yang pahit atau makanan yang panas.


Namun rencanan jahanam itu tak bisa terwujud karena ketujuh orang itu keburu mengetahuinya. Itu disebabkan oleh kegagalan Cassa saat akan meracun Panglima Divisi Siliwangi Kolonel Sadikin di Hotel Savoy Homan.


Selanjutnya APRA merubah cara pembunuhan dengan rencana penembakan langsung. Pada malam 22 Januari 1950, Westerling sudah mengatur pembunuhan terhadap Mayor Rivai dalam suatu rapat antara TNI, KNIL dan Batalyon Pengawal Pasundan (VB).


“Rencana itu gagal karena dihalangi oleh Kapten S. Manopo, perwira KNIL yang setia kepada kesepakatan KMB,” ujar Rivai.


Begitu juga rencana pembunuhan terhadap Letnan Kolonel Soetoko dan lain-lainnya gagal pula. Jika Soetoko berhasil meloloskan diri dari penyerbuan APRA pada 23 Januari 1950 di Markas Besar Divisi Siliwangi, maka Mayor CPM Roehan Roesli dan Letnan Kolonel dr. Errie Sudewo masing-masing sedang ada Yogayakarta dan Subang pada saat tim pembunuh itu datang. Begitu pula dengan ketiga sasaran yang lain: sedang tidak ada di tempat masing-masing.


Justru yang ketiban nasib sial adalah Letnan Kolonel A.G. Lembong (Kepala Pendidikan Angkatan Darat) dan ajudannya Letnan Satu Leo Kailola. Tanpa merasa curiga, pada saat penyerbuan APRA ke Markas Besar Divisi Siliwangi itu, mereka menghentikan mobilnya di depan markas. Begitu turun, alih-alih disambut pasukan penghormatan, mereka malah langsung diberondong ratusan peluru hingga tewas di tempat.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page