top of page

Sejarah Indonesia

Pembunuhan Di Dalam

Pembunuhan di dalam Bus

Seorang pria dijatuhi hukuman enam tahun penjara karena membunuh orang yang melecehkan istrinya di dalam bus. Pria itu meninggal dunia di tengah pengajuan grasi.

4 Agustus 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ilustrasi bus di Hindia Belanda pada tahun 1930-an. (KITLV).

SALEH, berumur sekitar 38 tahun dan berasal dari Lubuk Sikaping, berada di dalam bus bersama istri dan anaknya. Ia dan keluarganya melakukan perjalanan dari Perak hendak mengunjungi ibunya yang sakit di Rau. Namun, selama perjalanan istri Saleh mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari penumpang lain.


Penumpang lain di dalam bus di antaranya anak-anak yang baru lulus sekolah kedokteran hewan, seorang haji, dan seorang bidan.


“Para siswa sangat berisik dalam perjalanan dan, bersama dengan sang haji, melakukan berbagai macam perbuatan yang tidak pantas kepada istri pelaku,” tulis Deli Courant, 15 Februari 1934.


Perbuatan tidak menyenangkan itu berlangsung sejak Saleh dan keluarganya menaiki bus. De Sumatra Post, 24 Februari 1934, menyebut selama perjalanan dari Medan ke Sibolga, istri Saleh dilecehkan beberapa kali.


Mengetahui istrinya mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari penumpang lain, Saleh meminta bantuan sopir untuk membawanya ke bus lain ketika berada di Sibolga. Namun, karena ia sudah membayar sampai ke Padangsidempuan, Saleh tidak memiliki uang lagi untuk membeli tiket bus baru. Dengan demikian, tak ada pilihan lain bagi Saleh dan keluarganya selain menahan diri dari perbuatan tidak menyenangkan dari penumpang lain hingga mereka tiba di tujuan.


Perbuatan tidak menyenangkan itu mencapai puncaknya ketika bus berhenti di dekat Sumuran pada malam hari. Salah satu penumpang mengatakan telah kehilangan uang dan meminta para penumpang digeledah.


Deli Courant menulis, pencurian ini sesungguhnya hanya bualan belaka. Sejumlah siswa dan seorang haji membuat lelucon seakan-akan haji itu menjadi korban pencurian. Mereka ingin menggeledah kedua wanita di dalam bus, salah satunya istri Saleh.


Deli Courant, 24 Mei 1934, menyebut orang-orang yang mengganggu mendesak istri Saleh yang sedang menggendong anaknya yang sakit parah, menjalani pemeriksaan fisik. Hal ini ditentang oleh Saleh yang curiga dengan niat buruk para penumpang. Mereka kemudian memaksa Saleh keluar dari bus dan mengambil dompet dengan dalih dompet itu adalah curian. Tak bisa lagi menahan kesabarannya, Saleh mengambil pisau dan menodongkannya ke segala arah seperti orang kesetanan. Akibatnya, beberapa korban terluka dalam insiden ini.


“Ketika sampai pada tahap itu, Saleh sudah merasa muak. Ia menjadi, seperti yang ia ceritakan setelah itu, gelap mata dan mengarahkan belatinya secara membabi-buta, pertama ia menikam sang haji dan kemudian melukai salah satu siswa dan sopir bus dengan sedemikian rupa sehingga mereka meninggal tak lama kemudian, sementara dua siswa lainnya juga terluka,” tulis Deli Courant.


Momen mencekam sebelum insiden berdarah itu diceritakan Vilan van de Loo dalam “Moord in een Autobus” di Historiek.net, 4 Oktober 2024. Ketika sampai di tanjakan Sumuran, salah satu penumpang tiba-tiba meminta mobil berhenti. Orang itu mengaku kehilangan dompet, dan semua penumpang harus digeledah. Saleh awalnya menolak keluar karena anaknya sedang sakit parah, dan ia bersumpah bukan dirinya yang mencuri dompet penumpang lain. Selain itu, katanya, akan lebih baik penggeledahan dilakukan di kantor polisi yang berjarak sekira lima kilometer dari posisi bus berhenti.


Namun, tidak ada yang peduli dengan omongan Saleh. Mereka yang mengganggu keluarganya di sepanjang perjalanan hanya ingin “bermain-main” dengannya. Tak bebeberapa lama, tangan Saleh diseret keluar dari bus. Ia diminta untuk mengangkat tangan dan seseorang menggeledahnya. Ketika Saleh dituduh mencuri, Saleh tak bisa lagi mengendalikan diri.


“Laporan tentang apa yang terjadi sebelum insiden berdarah itu menumbuhkan simpati di kalangan masyarakat. [...] Apa yang dipikirkan oleh pembaca yang juga kadang-kadang bepergian dengan bus? Itu bisa saja terjadi pada saya. Sungguh mengerikan, bahwa ada orang yang melakukan hal tak bertanggungjawab untuk bersenang-senang,” tulis van de Loo.


Dalam surat kabar De Locomotief, 23 Februari 1934, dijelaskan, kasus ini menarik perhatian banyak orang karena penyerangan yang dilakukan Saleh tidak terjadi begitu saja. Kemarahannya yang membuat Saleh gelap mata terjadi karena ia dan keluarganya terus-menerus diganggu dan dilecehkan.


“Bahwa ia bertindak dalam kemarahan yang membabi-buta dan tidak tahu lagi apa yang ia lakukan dapat disimpulkan dari fakta bahwa ketika ia sadar dan melihat seorang pelajar yang terluka sebagai salah satu korbannya, Saleh pun menangis,” tulis De Locomotief.


Pengadilan menjatuhkan hukuman enam tahun penjara. Saleh kemudian meminta pengampunan. Namun, di tengah permohonan grasi, Saleh meninggal dunia akibat pneumonia.


“Dalam persidangan di mana terdakwa dijatuhi hukuman penjara beberapa tahun, kami mencatat bahwa hal ini sekali lagi menunjukkan bahwa nasib seseorang dapat ditentukan oleh perilaku tak bertanggungjawab yang dilakukan orang lain. Kini, kematian telah mengakhiri drama mengharukan ini,” tulis Deli Courant.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Sukses sebagai penyanyi di Belanda, Anneke Gronloh tak melupakan Indonesia sebagai tempatnya dilahirkan.
Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Film perdana Reza Rahadian, “Pangku”, tak sekadar merekam kehidupan remang-remang lewat fenomena kopi pangku. Sarat pesan humanis di dalamnya.
bottom of page