top of page

Sejarah Indonesia

Perkara Naturalisasi Malaysia Dulu Dan

Perkara Naturalisasi Malaysia, Dulu dan Kini

Bukan kali ini saja pemain naturalisasi “Harimau Malaya” bermasalah. Kala kali pertama saja juga dipermasalahkan FIFA.

Oleh :
10 Oktober 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

...

NEGERI Jiran melawan balik. Federasi sepakbola Malaysia FAM akan mengajukan banding setelah sebelumnya tujuh pemain naturalisasi Timnas Malaysia dianggap ilegal oleh FIFA. Ini bukan kali pertama Malaysia tersandung problem naturalisasi di lapangan hijau.


FAM jadi salah satu asosiasi sepakbola di Asia Tenggara yang latah tren naturalisasi, mengikuti Filipina dan Indonesia. Jika PSSI berburu para pemain diaspora di Eropa untuk memperkuat Timnas Indonesia dengan dasar keterkaitan historis, FAM mencari mayoritas pemain naturalisasinya dari Eropa dan Amerika Selatan. Setidaknya ada tujuh pemain naturalisasi anyar di Timnas Malaysia yang “dicomot” dari negara lain: Gabriel Palmero, Facundo Garcés, dan Jon Irazabal (kelahiran Spanyol); Rodrigo Holgado (Argentina); Imanol Machuca dan Hector Hevel (Belanda); dan João Figueiredo (Brasil).


Menurut Menteri Dalam Negeri Malaysia Dato’ Sri Saifuddin Nasution, proses naturalisasi di bawah undang-undang Malaysia tidak memerlukan akta kelahiran. Maka ketujuh pemain itu sudah bisa main dengan berseragam timnas “Harimau Malaya” di beberapa laga, termasuk laga Kualifikasi Piala Asia 2027.


Namun, Komisi Disiplin (komdis) FIFA kemudian pada 26 September 2025 menjatuhkan sanksi dengan menyatakan dokumen ketujuh pemain naturalisasi Malaysia tadi tidak sah dan diduga dipalsukan. Komdis FIFA menjatuhkan sanksi berupa denda sebesar 350 ribu franc Swiss (setara Rp2,7 miliar) kepada FAM, denda 2 ribu franc Swiss (Rp 41,2 juta) dan sanksi larangan bermain di semua pertandingan di bawah naungan FIFA selama 12 bulan kepada ketujuh pemain tersebut.


“Komdis FIFA memberikan sanksi-sanksi kepada FAM dan tujuh pemain atas alasan pelanggaran FIFA Disciplinary Code Ayat 22 tentang pemalsuan (dokumen). FAM telah mengajukan syarat-syarat (naturalisasi) yang diperlukan kepada FIFA dan oleh karenanya menggunakan dokumentasi yang dipalsukan untuk bisa memainkan para pemain tersebut,” kata pernyataan Komdis FIFA di laman resminya, 26 September 2025.


FAM diberikan waktu untuk menjawab atau mengajukan banding sampai 11 Oktober 2025. FAM dalam laman resminya, Selasa (7/10/2025), membantah bahwa mereka melanggar aturan dan sudah mengikuti prosedur yang diperlukan. Sementara Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Malaysia terus mendorong FAM untuk mengajukan banding atas kasus tersebut.


“FAM mesti melengkapi proses-proses pengajuan (naturalisasi) dan mereka tidak boleh tinggal diam namun harus sepenuhnya merespons dengan jernih semua keputusan yang dibuat oleh FIFA. Para suporter marah, terluka, dan kecewa,” ujar Menpora Hannah Yeoh, dikutip The Guardian, Rabu (8/10/2025).


Bermasalah Sejak Pertama

Kasus serupa pernah dialami FAM ketika pertamakali melakukan naturalisasi. Pada 1985, FAM menaturalisasi pemain asing dari Singapura, Mohamed Razali bin Alias.


Razali Alias merupakan pesepakbola legendaris asal “Negeri Singa” yang terlupakan. Pria kelahiran Singapura pada 17 September 1961 itu pernah satu sekolah dan satu akademi sepakbola dengan Fandi Ahmad, bintang legendaris Singapura yang pernah memperkuat Niac Mitra Surabaya, di Kaki Bukit Sports Club. Razali setahun lebih senior dari Fandi.


Razali menikmati puncak kariernya bersama Cairnhill FC dan Armed Forces. Namun dia punya catatan hitam dalam kariernya, tepatnya pada Turnamen Marah Halim Cup di Medan, 24 April-6 Mei 1981. Razali, yang memperkuat sekaligus kapten tim Singapura XI alias Timnas Singapura B, bersama rekan setimnnya, Tohari bin Paijan, terlibat suap. Mereka ditawarkan uang senilai 6 ribu dolar setiap pertandingan dengan total menerima 16 ribu dolar untuk menang maupun kalah dalam turnamen itu.


“Pesepakbola Mohamed Razali bin Alias, 20, dan Tohari bin Panjaitan, 23, kemarin dinyatakan bersalah telah menerima suap untuk merekayasa pertandingan. Razali dan Tohari yang dibela (pengacara) Mr. J.B. Jeyaretnam memilih diam saat hakim ketua distrik Dalip Singh memberikan kesempatan membela diri atas tiga dakwaan,” tulis suratkabar The Strait Times, 9 Desember 1981.


Dalam pemberitaan berikutnya, 10 Desember 1981, The Strait Times mengaabarkan bahwa Razali dan Tohari menerima suap itu dari beberapa bandar asal Indonesia. Meski begitu, keduanya hanya mendapat vonis berupa denda.


“Hakim pengadilan distrik menjatuhkan denda kepada dua pesepakbola masing-masing 750 dolar dan (ditambah) memerintahkan mereka membayar penalti masing-masing 3 ribu dolar. Hakim mengizinkan mereka berdua Razali dan Tohari membayarnya dengan mengangsur. Ini menjadi kasus pertama yang melibatkan pemain sepakbola yang diseret ke pengadilan untuk (kasus) korupsi,” tulis koran tersebut.


Razali pun dipecat dari timnya, Armed Forces FC. Maka, pada 1982 pemain berjuluk “Kojak” itu pindah ke Malaysia. Ia menerima pinangan Club Sultan Sulaiman dan kemudian Selangor FC. Itu menjadi titik balik kariernya ke sepakbola profesional lantaran kompetisi di Singapura masih level amatir.


Razali jadi bintang dengan membawa tim berjuluk “Gergasi Merah” itu menjuarai Piala Malaysia pada 1982 dan 1984. FAM pun kepincut menaturalisasinya. Pada 18 Januari 1985, Razali resmi melepas paspor Singapuranya setelah mendapat kewarganegaraan Malaysia.


Namun kesialan menghampiri Razali ketika hendak memperkuat Malaysia di kualifikasi Piala Dunia 1986 dan Pra-Olimpiade 1988. Pada 2 Maret 1985, FIFA melayangkan telegram yang melarang Razali di skuad Malaysia meski Razali sudah sempat bermain di dua laga uji coba di Uni Emirat Arab. Alasan FIFA, Razali sudah pernah berseragam Timnas Singapura di kualifikasi Piala Dunia 1982.


“Kawat ringkas bertarikh 2 Mac (Maret, red.) dari pejabat FIFA di Zurich itu berbunyi: ‘Selepas melakukan siasatan, kami dapati Razali Alias pernah bermain dalam perlawanan antarabangsa bersama pasukan Singapura. Oleh karena itu beliau tidak boleh mewakili Malaysia dalam kejohanan-kejohanan naungan FIFA dan Jawatankuasa Olimpik Antarabangsa (IOC). Sila rujuk kepada fasal 3 peraturan FIFA’,” tulis suratkabar Berita Harian, 6 Maret 1985.


Hal serupa juga dialami Ahmad Paijan yang juga hendak dinaturaliasi dari Singapura,. Setelah bermain untuk klub Malaysia Terengganu FC selama 13 tahun, Paijan dinaturalisasi pada akhir 1995. Ia kemudian juga tak bisa bermain di Timnas Malaysia karena pernah memperkuat Timnas Singapura.



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Sumatra Utara dan Aceh dulu juga pernah dilanda banjir parah. Penyebabnya sama-sama penebangan hutan.
bottom of page